JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Bangka Barat (Perkara No. 134/PHP.BUP-XIV/2016) yang dimohonkan Pasangan Calon Nomor Urut 1 Sukirman dan Safri.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya pada sidang pengucapan putusan di ruang sidang pleno MK, Selasa (16/2).
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan Formulir C-6 tidak dibagikan kepada pemilih di Kecamatan Kelapa, Kecamatan Parittiga, dan Kecamatan Muntok sebanyak 1.317, sehingga menyebabkan pemilih kehilangan hak pilihnya dan partisipasi pemilih yang rendah, Mahkamah menyatakan dalil tersebut tidak berdasar.
Menurut Mahkamah, Termohon telah melaksanakan tugasnya untuk menyampaikan Formulir C6-KWK kepada pemilih. Hal tersebut berdasarkan alat bukti Berita Acara Penyampaian Formulir C6-KWK dan diperkuat dengan keterangan saksi Termohon yang pada pokoknya menerangkan bahwa Formulir C6-KWK telah disampaikan kepada pemilih. Sejumlah formulir C6-KWK yang tidak tersampaikan kepada pemilih, disebabkan karena para pemilih tersebut telah meninggal dunia, terdaftar ganda, pindah alamat, atau pemilih yang tidak ditemukan kediamannya.
"Termohon telah melaksanakan tugasnya sesuai mekanisme yang berlaku, memberikan bimbingan teknis dan sosialisasi kepada PPK, PPS, dan KPPS. Apabila formulir C6 tidak sampai kepada pemilih, maka Termohon membuat berita acara dan alasannya, serta telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan cara memasang spanduk, iklan surat kabar lokal, radio lokal, pengumuman melalui masjid, melaksanakan rapat sosialisasi pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi penghitungan suara pemilihan bupati dan wakil bupati yang dihadiri Panwascam se-Kabupaten Bangka Barat dan tim pemenangan pasangan calon," papar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati membacakan pertimbangan hukum.
Permasalahan tidak diterimanya formulir C6 oleh pemilih, menurut Mahkamah, bukanlah tanggung jawab Termohon sepenuhnya. Peran serta masyarakat, khususnya pemilih, tidak dapat dilepaskan dari permasalahan ini. Sebab, dibutuhkan kesadaran politik bersama, khususnya pemilih untuk secara aktif mencari informasi dan berkomunikasi kepada Termohon sebagai penyelenggara.
Terlebih, Mahkamah dalam Putusan No.102/PUU-VII/2009 dan Putusan No. 85/PUU-X/2012 serta beberapa putusan perkara perselisihan hasil Pemilukada lainnya, telah mengakomodasi hak pilih pemilih melalui penggunaan KTP, KK, atau identitas lain. Hal tersebut juga telah diakomodasi oleh Termohon dalam Pasal 7 ayat (2) PKPU 10/2015.
Selain itu, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan terdapat pemilih yang tidak tercantum dalam DPT, namun memilih di TPS 1 Desa Tempilang, Kecamatan Tempilang, berdasarkan fakta dalam persidangan dan alat bukti yang diajukan, Mahkamah menemukan bahwa Pemohon tidak mengajukan alat bukti surat/tulisan dan saksi untuk mendukung dalil tersebut. "Oleh karena itu, menurut Mahkamah dalil Pemohon a quo tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum," imbuh Maria.
Terakhir, Pemohon juga mendalilkan Termohon dengan sengaja memindahkan alamat dan tempat TPS 4 Desa Terentang, Kecamatan Kelapa yang mengakibatkan sebanyak 195 pemilih atau sebesar 41,7% tidak dapat memilih karena tidak mengetahui dimana tempat memilih. Menurut Pemohon, Termohon memindahkan TPS beberapa kali tanpa pemberitahuan kepada masyarakat.
Terhadap dalil tersebut, berdasarkan fakta dan bukti, Mahkamah menyatakan pemindahan TPS 4 Desa Terentang masih dalam jangkauan penglihatan yang normal, sehingga tidak menyulitkan para pemilih untuk melaksanakan hak pilihnya. Selain itu, berdasarkan keterangan Termohon, pihaknya juga telah berupaya menyebarluaskan informasi mengenai pemindahan TPS kepada masyarakat.
Melalui Berita Acara Pemungutan dan Penghitungan Suara serta Sertifikat Hasil Penghitungan Perolehan Suara, terdapat fakta bahwa jumlah pemilih di TPS 4 Desa Terentang sebanyak 273 pemilih dari total 468 pemilih dalam DPT. Oleh karena itu, Mahkamah tidak menemukan adanya bukti yang dapat meyakinkan bahwa pemindahan lokasi TPS 4 Desa Terentang tersebut mempengaruhi kebebasan pemilih untuk melakukan pemilihan.
"Selain itu, menurut Mahkamah, tidak ada bukti yang dapat meyakinkan bahwa tindakan Termohon, dalam hal ini KPPS, memindahkan lokasi TPS 4 Desa Terentang tersebut adalah ditujukan untuk memenangkan Pihak Terkait," tandas Maria. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Mahkamah menilai dali-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh Termohon, jumlah suara Pihak Terkait dan Pemohon memiliki selisih 250 suara atau sebesar 0,85 persen. Pemohon mendalilkan bahwa pelanggaran terbesar pada Pilkada Kabupaten Bangka Barat adalah tidak dibagikannya Formulir C-6 kepada pemilih oleh KPPS di hampir sebagian besar TPS seluruh kecamatan di Bangka Barat. Hal tersebut menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Bangka Barat.
Menurut Pemohon, perolehan suara yang diraih Pemohon seharusnya lebih besar dari 29.040 suara yang ditetapkan oleh Termohon (KPU Bangka Barat). Pemohon menduga, hal tersebut akibat kelalaian Termohon serta dipengaruhi oleh Pasangan Calon Nomor Urut 2 Parhan Ali dan Markus selaku Pihak Terkait. (NanoTresnaArfana/lul/mk/bh/sya) |