Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Kebutuhan Pokok
MK Tegaskan Barang Kebutuhan Pokok Tidak Dikenakan PPN
2017-03-10 07:45:41
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jl. Merdeka Barat no 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110.(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN), Selasa (28/2) lalu. Dalam putusan Nomor 39/PUU-XIV/2016 tersebut, Mahkamah menegaskan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat banyak tidak dikenakan PPN.

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.

Mahkamah menyatakan Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang rincian "barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak" yang termuat dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN.

Membacakan pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menyebut pasal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, ada kemungkinan barang yang tidak masuk ke dalam 11 jenis sebagaimana penjelasan di pasal dimaksud tidak terkena PPN. Di sisi lain, jika barang tersebut dikenakan PPN, juga tak dapat disalahkan.

Penjelasan Pasal 4A ayat (2) UU PPN berbunyi, "Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi: beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah".

Penjelasan tersebut, imbuh Palguna, bertentangan dengan pengertian dan dasar pemikiran PPN. Sebab, sesuai dengan terminologi dan karakternya sebagai pajak atas nilai tambah, PPN hanya dikenakan terhadap barang yang telah mengalami nilai tambah, yaitu yang telah diproses pabrikasi.

Sebelumnya, Doli Hutari sebagai ibu rumah tangga dan konsumen komoditas pangan, serta Sutejo, pedagang komoditas pangan di Pasar Bambu Kuning merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN. Para pemohon merasa mendapat perlakuan berbeda ketika akan mengakses komoditas pangan, antara lain berupa komoditi pangan non beras, kacang-kacangan lantaran komoditas tersebut dikenai PPN.

Pemohon menyatakan pengenaan PPN terhadap produk-produk tersebut berimbas pada maraknya komoditas impor hasil selundupan yang tidak membayar PPN dan bea masuk. Hal tersebut mengakibatkan disparitas harga sangat jauh, sehingga produk tersebut menjadi kalah bersaing dengan komiditas pangan ilegal.

Di sisi lain, Pemohon menilai penjelasan dalam pasal tersebut hanya menyertakan 11 jenis kategori pangan yang tidak dikenakan PPN, sedangkan komoditas lainnya dikenakan PPN. Ketentuan itu menyebabkan komoditas pangan di luar 11 jenis tersebut menjadi lebih mahal. Efek lainnya juga membuat kebutuhan pangan, gizi masyarakat, serta identitas kuliner bangsa terancam tidak dapat dipenuhi.(ars/lul/MK/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan PKPU Makon Ditolak, Asianet Menghormati dan Mengapresiasi Putusan Pengadilan Niaga Jakpus

Komisi III DPR Minta Presiden Prabowo Tarik Jabatan Sipil Anggota Polri Aktif Usai Putusan MK

Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK, Diduga Minta 'Jatah Preman' Rp 7 Miliar dari Nilai "Mark Up" Proyek Jalan

KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan PKPU Makon Ditolak, Asianet Menghormati dan Mengapresiasi Putusan Pengadilan Niaga Jakpus

Komisi III DPR Minta Presiden Prabowo Tarik Jabatan Sipil Anggota Polri Aktif Usai Putusan MK

Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK, Diduga Minta 'Jatah Preman' Rp 7 Miliar dari Nilai "Mark Up" Proyek Jalan

KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid

Viral Konten Dedi Mulyadi soal Sumber Air Aqua, Ini Klarifikasi AQUA

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2