Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Presiden
MPR Menjaga Konstitusi, Menolak Pengunduran Pemilu
2022-03-03 15:25:47
 

Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA menerima secara daring Pimpinan Pusat Parkindo (Partisipasi Kristen Indonesia), Selasa (1/3). Pada kesempatan itu HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mendukung konsistensi menjalankan Pancasila dan UUD NRI 1945. Karena baik Pancasila maupun UUD NRI 1945, adalah kesepakatan para pendiri bangsa maupun cita-cita Reformasi. Karenanya HNW juga sepakat dengan tuntutan Parkindo agar MPR menjaga, menjalankan Konstitusi dan amanat reformasi yang salah satu ketentuannya adalah Pembatasan masa jabatan Presiden maksimal dua kali masa jabatan, pemilu sekali dalam 5 tahun, dan kedaulatan rakyat yang memilih dalam Pemilu tersebut.

Oleh karena itu, HNW juga sepakat dengan Parkindo agar semua pihak mentaati Konstitusi dan amanat reformasi. Menolak usulan pengunduran pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Apalagi, baik penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden, tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945. Dan tidak sesuai dengan tuntutan Reformasi.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh HNW saat berdialog kebangsaaan "Menuju Indonesia Tertib Konstitusi" dengan pengurus DPP Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) melalui daring. Partisipasi Kristen Indonesia merupakan kelanjutan dari Orpol Parkindo (Partai Kristen Indonesia) yang berfusi dengan Partai Demokrasi Indonesia pada zaman Orde Baru. Hadir dalam dialog kebangsaan, ini dari Ketua Umum DPP Parkindo Lukman Doloksaribu, Waketum Corneles Galanjinjinay, serta Sekjend Beli Pangaribuan.

Baik Pancasila maupun UUD NRI 1945, kata HNW merupakan hasil kesepakatan bapak dan ibu bangsa saat memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, maupun ketika melaksanakan tuntutan reformasi melalui amandemen UUD NRI 1945.

"Cita-cita bangsa Indonesia Merdeka terdapat dalam pembukaan UUD NRI 1945, yang dulu juga dikenal dengan istilah Piagam Jakarta. Di sana ada keterlibatan tokoh nasional kebangsaan baik yang beragama Islam maupun Kristiani yaitu Mr. AA Maramis. Pendapat beliau didengarkan, dan beliau juga mendengarkan pendapat tokoh-tokoh yang lain. Bahkan, ketika ada keberatan dari tokoh Kristiani Mr Johanes Latuharhary terkait Piagam Jakarta sebagaimana disampaikan sebagai aspirasi Indonesia timur, juga didengarkan dan dikabulkan oleh mayoritas mutlak anggota PPKI yang beragama Islam, untuk sama-sama melanjutkan dan menyelamatkan perjalanan kemerdekaan Indonesia," tukasnya.

Pasca kesepakatan tersebut dihasilkan, kata HNW semua pihak yang terlibat dalam pembahasan di BPUPK, Panitya 9 dan PPKI, konsisten menerapkan Pancasila yang final, juga UUD 1945. Juga saat Reformasi, ada 6 tuntutan Reformasi, termasuk Amandemen UUD untuk membatasi masa jabatan Presiden, yang disepakati dan dilaksanakan oleh semua pihak baik eksekutif, legislatif, yudikatif termasuk Partai Politik dan Ormas. Ini adalah pelajaran penting yang harus diambil oleh para pimpinan negara dan seluruh elemen bangsa dari segala lingkup di Indonesia saat ini.

"Jangan sampai kita membuat kesepakatan, tapi tidak dilaksanakan. Itu tidak merawat warisan dan cita-cita luhur yang sudah terbukti dapat menyelamatkan cita-cita kemerdekaan dan eksistensi NKRI. Apalagi Presiden Jokowi baru saja menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Kedaulatan Negara pada waktu sekarang maupun yang akan datang, akan tegak, apabila kita tertib menjalankan kesepakatan-kesepakatan nasional, yakni Pancasila dan UUD NRI 1945 dan tuntutan Reformasi," jelasnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengambil contoh kesepakatan di era reformasi yang paling utama adalah membatasi masa jabatan presiden melalui amandemen UUD NRI 1945. Ia menilai adanya upaya untuk memperjanjang masa jabatan presiden, apakah dengan menambah periode ke tiga atau mengundurkan Pemilu sehingga masa jabatan selama satu atau dua tahun, adalah manuver yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.

"Pembatasan itu adalah tuntutan reformasi yang sudah disepakati. Demikian juga adanya Pemilu sekali dalam 5 tahun dan pelaksanaan kedaulatan Rakyat dengan memilih saat Pemilu yang 5 tahun sekali itu," jelasnya.

Apalagi, lanjut HNW, alasan-alasan yang diajukan para pengusul untuk menunda Pemilu tidaklah substansial yang bisa meyakinkan publik untuk menyelesaikan masalah, mengatasi tantangan bangsa dan negara. Sehingga mereka mau mendukung usulan pengunduran Pemilu tersebut dengan mengusulkan perubahan terhadap UUD. Sebaliknya usulan yang disampaikan oleh tiga Pimpinan Partai itu ditolak oleh Ormas-Ormas (Muhammadiyah dan MUI), para Pakar, juga ditolak oleh 6 Pimpinan Partai yang ada di DPR. Juga ditolak oleh Pimpinan MPR yang menegaskan kembali sikap Pimpinan MPR bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak memiliki agenda perubahan terhadap UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden.

"Apalagi usulan pemunduran Pemilu itu juga tidak sesuai dengan kesepakatan pada 31 Januari 2022 antara KPU dengan Pemerintah dan komisi II DPR yang didalamnya ada perwakilan dari seluruh fraksi dan Partai yang ada di DPR, bahwa Pemilu tidak diundurkan, melainkan akan tetap dilaksanakan pada 14 Februari 2024," ujarnya.

Menurut HNW sikap Presiden Jokowi menolak amandemen untuk memperpanjang masa jabatan Presiden sudah tepat. Tetapi karena manuver masih saja dilakukan, kali ini dengan alibi pengunduran Pemilu, maka seharusnya sikap penolakan Presiden itu juga diperbaharui untuk klarifikasi sekaligus menghentikan spekulasi. Sikap menolak Presiden Jokowi karena beliau ingin taat Konstitusi dan UU yang berlaku dan karena beliau adalah produk reformasi, adalah sikap yang benar dan sudah semestinya.

Karena itu, menurut HNW akan sangat masuk akal bila Presiden Jokowi juga meminta kepada tiga Pimpinan Partai yang terlanjur mengusulkan pengunduran Pemilu / memperpanjang masa jabatan Presiden, untuk menarik usulan mereka. Dan agar semua pihak mempersiapkan pelaksanaan Pemilu tahun 2024, supaya menjadi Pemilu yang lebih berkualitas dari Pemilu-Pemilu sebelumnya. "Bila semua itu dilakukan, itulah makna dan manfaat dari ada dan pentingnya tertib berkonstitusi sebagaimana yang juga diharapkan oleh Parkindo," pungkasnya.(MPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Presiden
 
  Syarief Hasan: Kita Harus Taat Konstitusi dan Demokrasi
  Tolak Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Melalui Dekrit, HNW: Indonesia Negara Hukum, Bukan Negara Kekuasaan
  HNW: Usulan Projo Masa Jabatan Presiden 2,5 Periode Tak Sesuai Dengan Konstitusi
  HNW: Kejagung Harus Usut Perusahaan Sawit Yang Sponsori Penundaan Pemilu
  HNW Mengajak Bangsa Indonesia Konsisten Menjalankan Konstitusi
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2