MEDAN, Berita HUKUM - Tim Penasehat Hukum dari terdakwa Mohammad Nthai, yang merupakan mantan Kepala Kantor Pajak Kabanjahe, diduga melakukan tindak pindana korupsi atas pembangunan gedung kantor dan perumahan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe, tahun 2008. Ia mengatakan bahwa, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terlalu dangkal dan kabur.
Bertempat di ruang Cakra VII Pengadilan Tipikor Medan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, tim penasehat hukum terdakwa masing - masing Sandri Alamsyah Harahap dan Lawali Hasibuan, mengatakan terdapat beberapa ketidak jelasan yang dilakukan jaksa Adelina, dalam menyusun dakwaan yang membuat kliennya merasa dirugikan.
"Kami menemukan beberapa ketidakjelasan yang berakibat kaburnya surat dakwaan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa", ujar penasehat hukum terdakwa dalam eksepsinya, Senin (1/10), dihadapan ketua Majelis Hakim Jonner Manik.
Untuk itu, pihaknya meminta Majelis Hakim membatalkan surat dakwaan atas kliennya, dan meminta nama baik kliennya dibersihkan. Terpisah, Jaksa Adelina saat dimintai komentarnya menjelaskan, bahwa apa yang dituduhkan tidak cermat oleh penasehat hukum terdakwa sah - sah saja.
"Yang mereka permasalahkan adalah dakwaannya. Terdakwa PNS meminta hanya dikenakan pasal 3 saja, dan pasal 2 tidak. Sebab, dalam dakwaan, terdakwa diduga melanggar pasal 2 ayat (1) Jo, Pasal 3 Jo, Pasal 8 Jo, Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP", ujar Adelina.
Usai mendengarkan eksepsi penasehat hukum terdakwa, Majelis Hakim pun menunda persidangan pada Rabu, 3 Oktober 2012 mendatang, dengan agenda tanggapan JPU terhadap eksepsi penasehat hukum terdakwa.
Sebelumnya, Mohammad Nthai, duduk dipersidangan karena diduga melakukan tindak pindana korupsi atas pembangunan gedung kantor dan perumahaan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe, tahun 2008.
Pria tambun berkacamata ini diduga melakukan tindak pidana korupsi hingga Negara dirugikan sebesar Rp. 884.380.298. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), T Adelina sebelumnya, menjelaskan kerugian Negara tersebut meliputi pembangunan dan pemelihara Kantor Pajak senilai Rp. 686.397.327, pembangunan rumah dinas dengan tipe 70 (satu unit) dan tipe 50 (7 unit) sebesar Rp 130.220.971, dan biaya pengawasan pembangunan gedung Kantor dan rumah dinas sebesar Rp 184.30.000.
"Atas tindakannya, terdakwa melanggar pasal 2 ayat (1) Jo, Pasal 3 Jo, Pasal 8 Jo, Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP", ujar Adelina, dalam dakwaannya Senin lalu.(bhc/fiq) |