JAKARTA-Mantan Sekretaris Menko Kesra, Sutedjo Yuwono dituntut enam tahun penjara. Terdakwa dinilai secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah, karena melakukan korupsi dalam pengadaan alat-alat kesehatan untuk penanggulangan wabah flu burung pada 2006. Demikina tuntutan JPU Muhammad Rum dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (26/7).
Sutedjo yang menjadi sekretaris semasa Menko Kesra Aburizal Bakrie itu, juga diwajibkan untuk membayar denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan. Selain itu, terdakwa juga diharuskan mengganti uang kerugian negara Rp 5 miliar. Namun, karena penuntut umum telah menyita sejumlah harta benda dari tangan terdakwa Sutedjo senilai itu, ia tidak lagi dibebani kewajiban membayar uang pengganti.
Atas tuntutan tersebut, terdakwa Sutedjo langsung mendekati ke meja penasihat hukumnya, Rudy Alfonso untuk berkonsultasi. Setelah beberapa lama kemudian, ia kembali ke kursinya. Ia menyatakan keberatan dan meminta Majelis Hakim untuk memberikannya kesempatan menyampaikan nota keberatan (pledoi). Majelis pun setuju dan meminta pihak terdakwa menyampaikan pembelaannya pada bersidangan berikutnya.
Sementara dalam tuntutannya, JPU Muhammad Rum menyebutkan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain. Hal ini dilakukannya pada saat dilaksanakannya proyek pengadaan alat kesehatan penanggulangan wabah flu burung. Terdakwa diketahui telah melakukan penunjukkan langsung, dengan alasan flu burung merupakan wabah penyakit yang penanganannya harus dilaksanakan segera. Sutedjo pun langsung menunjuk PT Bersaudara yang berwenang.
Sutedjo juga membuat surat rekomendasi penunjukkan langsung dengan mengatasnamakan Menko Kesra tanpa memeroleh pendelegasian tertulis dari menteri. Selanjutnya, Sutedjo menerbitkan sendiri Surat Keputusan No. 29/Kep/Menko/Kesra/XI/2006 tertanggal 24 November 2006. Ternyata, PT Bersaudara hanya mampu mengadakan enam alkes (alat kesehatan). Sisanya disubkontrakkan kepada perusahaan lain, yakni PT Graha Ismaya sebanyak 10 jenis alat kesehatan, PT Mensa Bina Sukses sebanyak dua jenis alat kesehatan, PT Esa Medika sebanyak tiga alat kesehatan.
Sutedjo disebut memperkaya PT Bersaudara Rp 36 miliar, dikurangi dengan uang yang diterima dirinya dari Gunarso Djoko Santoso sebesar Rp 5 miliar. Kemudian, dibagi ke pihak lain Rp 1.6 miliar. Dalam bentuk uang tunai Rp 359 juta dan 10.500 dolar AS diterima Boge Rony Suryono, kepada Thomas Paulus Rp 975 juta dan H. Nasruddin Rp 975 juta. Atas tindakannya itu, Sutedjo dinyatakan terbukti melanggar UU Nomo 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo KUHP.
Dalam kesempatan itu, JPU juga menambahkan, pihaknya telah menyita Rp 200 juta dari tangan mantan Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis. Politisi PDIP itu disebut terdakwa Sutedjo telah menerima uang terkait proyek tersebut. "Kami juta menyita Rp 200 juta dari Izedrik Emir Moeis pada 23 November 2010 lalu,” ungkap M Rum.
Selain Emir, dalam dakwaan Soetedjo, anggota Panitia Anggaran (Panggar) DPR yang juga kecipratan adalah Imam Supardi (Rp 390 juta), Ahmad Hafiz Zamawi (Rp 390 juta), dan Rudianto Tjen (Rp 350 juta). Ikut menerima pula Hasanudin Said (Rp 150 juta), Musfihin Dahlan (Rp 160 juta) dan Mariani Baramuli (Rp 25 juta). Imam telah mengembalikan kepada KPK tanggal 1 November 2010 sebesar Rp 390 juta.
Merasa Dikorbankan
Usai persidangan, penasihat hukum Sutedjo, Rudi Alfonso mengatakan, kliennya ini merasa dirinya hanya korban dalam kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan wabah flu burung tahun 2006 silam. Seorang aktor intelektual telah mengorbankan kliennya untuk bertanggungjawab dalam proyek pengadaan ini. "Faktanya sudah jelas semuanya bahwa ada aktor intelektual di Depkes saat itu yang mengorbankan klien saya," ujar Rudi.
Menurut Rudi, aktor intelektual itu sengaja memindahkan anggaran yang seharusnya ada di Depkes kepada Kemenko Kesra. Selama Sutedjo menjadi Sekretaris Menko Kesra, belum pernah ada anggaran pengadaan barang yang nilainya hingga ratusan miliar. Anehnya, tiba-tiba ada DIPA (Daftar Isian Pagu Anggaran) APBN-P (Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perubahan) yang harus direalisasi dalam 18 hari.
Terkait pelaksanaan pengadaan itu sendiri, Rudi mengklaim jangka waktu 18 hari tak cukup untuk memenuhi semua persyaratan yang diharuskan UU. Diantara yang tak bisa terpenuhi dengan jangka waktu yang cukup singkat itu adalah pelaksanaan tender lelang.
Mengacu hal itu, wajar jika proyek tersebut diadakan dengan proses penunjukan langsung. Perintah Menko Kesra pun, jelas Rudi, sempat menyarankan dalam proses penunjukan langsung hendaknya dilakukan dengan menghadirkan tiga perusahaan pembanding. Namun, faktanya proyek tersebut dilaksanakan tanpa adanya perusahaan pembanding.(bie/ans)
|