TANGERANG, Berita HUKUM - Pengadilan Negeri Tangerang akhirnya menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap pemerkosa dan pembunuh Izzun Nahdliyah Mahasiswi semester akhir jurusan Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat Kota Tangerang Selatan.
Terdakwa Muhammad Soleh alias Oleng divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim, sedangkan teman-teman Oleng yang ikut terlibat, yakni Chandra Susanto, Jasrip alias Jekrem, Endang alias Dono, Oreg bin Sabar dan Novri Juandi divonis 20 tahun dari tuntutan penjara seumur hidup.
Para terdakwa dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan pasal 285 tentang pemerkosaan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan Oleng divonis hukuman mati. Ketua Majelis Hakim Machri menyatakan perbuatan Oleng melanggar Pasal 340 (pembunuhan berencana) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 285 (pemerkosaan) juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Hakim Machri Hendra mengatakan bahwa perbuatan terdakwa tidak berperikemanusiaan, namun oleh Ferdinand Montororing selaku pengacara Oleng mengatakan bahwa hakim tidak melihat fakta pengadilan yang terjadi, dan kliennya sangat dirugikan atas vonis mati tersebut, Selasa (18/12)
Sebelumnya misteri kematian Izzun Nahdiyah, mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, terungkap. Ia diperkosa dan dibunuh oleh kekasihnya sendiri hanya karena sebuah laptop.” Empat dari enam enam pelaku memperkosa korban sebelum akhirnya dibunuh,” ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Tangerang, Komisaris Shinto Silitonga, Selasa (24/12).
Menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah, hukuman mati memang masih dipandang tidak berperikemanusiaan, namun jika dikaitkan dengan perihnya sakit hati dari pihak keluarga korban, maka hukuman ada pada tahap maksimal. "Saya kira sebenarnya, kalau vonis hukuman mati itu disatu sisi itu memang kita bisa mengatakan ini adalah hukuman yang setimpal, saya kira trauma keluarga luar biasa, tetapi sebenarnya hukuman mati itu secara kemanusiaan tidak manusiawi," kata Masruchah pada wartawan BeritaHUKUM.com Kamis (20/12).
Ditambahkannya lagi bahwa, "Ini (hukuman mati) adalah standard tinggi yang diberikan, saya kira ini adalah apresiasi, karena pastinya pihak keluarga menginginkan hukuman yang seberat ini," pungkasnya. (bhc/mdb)
|