JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tindakan Dipo Alam dianggap menyalahi kewenangannya (abuse of power) sebagai Sekretaris Kabinet dengan menginstruksikan kepada humas kementerian untuk tidak memasang iklan serta tidak melayani wawancara dengan media kritis pemerintah.
Seorang sekretaris kabinet seharusnya hanya mengurusi internal kabinet saja. "Tugas sekretaris kabinet hanyalah pelayanan internal kabinet. Hanya apa yg terjadi di kabinet itu saja. Di luar itu sudah menjadi kewenangan sekretaris negara, sudah jadi pengrajin," papar mantan hakim agung Arbijoto yang dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan gugatan Media Group terhadap Seskab Dipo Alam di PN Jakpus Selasa (13/9), seperti dilansir laman mediaindonesia.com.
Pada Jumat (25/2) Media Group menggugat Seskab Dipo Alam sebesar Rp101 triliun. Dalam surat pendaftaran gugatan bernomor 81/PDT.G/ 2011 /PN.JKT.PST itu, Dipo dianggap telah mengajak memboikot media massa yang dia sebut terus-menerus menjelekkan pemerintah.
Gugatan tersebut didasarkan pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata dan Pasal 4 UU No 40/1999 tentang Pers, serta Pasal 52 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam persidangan ini, saksi Arbijito diajukan pihak penggugat Media Group dalam kapasitasnya pengujian perbuatan melawan hukum serta dalam bidang filsafat hukum. Arbijoto mencontohkan, saat ada tamu delegasi negara lain, sekretaris kabinet hanya boleh menerima saja. Hal itu disebabkan sekretaris kabinet tidak bisa mewakilli presiden.
Menurut Arbijoto, dalam struktur negara, seskab sama sekali tidak punya hak menggunakan sarana negara maupun kop surat dalam membuat pernyataan boikot satu media. "Saat menggunakan sarana dan fasilitas negara untuk pemboikotan, sekretaris kabinet tak hanya sekadar langgar undang-undang, tapi juga langgar asas kepatutan dan asas kehati-hatian," jelasnya.
Dalam pemaparannya, Arbijoto juga menekankan ada perbedaan besar dalam makna mengkritisi dengan menjelek-jelekkan. Kata menjelek-jelekkan lebih bermakna peyoratif dan bermaksud memojokkan.
Saat pihak kuasa hukum Dipo Alam, Carrel Ticualu, menanyakan apakah pers boleh menayangkan berita yang belum tentu kebenarannya secara berulang-ulang, Arbijoto dengan tegas menyatakan hal tersebut sebagai bagian dari keleluasaan pers di era reformasi dan demokrasi. "Negara demokrasi harus mengakui kekuasaan pers, itu domain pers," tegasnya.
Menurut Arbijoto, Sekretaris Kabinet merupakan bagian dari pilar eksekutif yang tidak boleh menilai dan menghakimi pers. "Unsur eksekutif hanya berwennag untuk menjalankan ketentuan undang-undang dan tidak punya kewenangan menghakimi, itu bukan kewennagan dia untuk menghakimi," pungkasnya.
Di akhir sidang kuasa hukum Dipo Alam, Patra M Zen, menyatakan akan mengajukan 4 orang saksi dan 2 ahli. Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Suwidya tersebut ditunda selasa 20 September 2011.(mic/wmr)
|