JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tetap akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat (PB). Namun, perintah untuk segera mebebaskan narapidana (napi) kasus korupsi.
“Kami akan tetap mengajukan banding dengan tujuan mempertahankan pokok perkara, tapi kami juga harus melaksanakan perintah majelis hakim untuk membebaskan tujuh terpidana korupsi. Sikap ini harus dibedakan, jangan dianggap saya tidak konsisten,” kata Mankumham Amir Syamsuddin kepada wartawan di gedung Kemenkumham. Jakarta, Jumat (9/3).
Menurut dia, alas an pihaknya mengajukan banding, karena PP Nomor 28/2006 tentang Warga Binaan itu, tidak hanya mengatur perkara korupsi, tetapi juga tindak pidana lainnya. Pihaknya khawatir, putusan PTUN itu akan dijadikan dasar bagi terpidana kasus terorisme dan narkoba untuk mendapatkan remisi dan PB atas masa pemidanaannya.
"Jadi saya ingin tidak buka pintu untuk khusus terorisme dan bandar narkoba. Jangan sampai ada putusan ini, lalu mereka jadi longgar (bias dapar remisi dan PB). Itu alasan saya, mengapa harus mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut," jelas politisi Partai Demokrat tersebut.
Seperti diketahui sebelumnya, majelis hakim PTUN Jakarta yang diketuai Bambang Heriyanto membatalkan SK Menkumham Nomor M.HH-07.PK.01.05.04 Tahun 2011 tentang pengetatan remisi terhadap narapidana tindak pidana luar biasa korupsi dan terorisme, tertanggal 16 November 2011 itu, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku sehingga harus dibatalkan.
Selain telah menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku, majelis menganggap bahwa SK Menkumham itu juga telah menyalahi UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan. Selain itu, majelis juga menganggap SK tersebut bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik.
Gugatan ini sendiri diajukan Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk tujuh narapidana kasus korupsi yang terkena imbas pengetatan remisi dan PB, yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Suhardiman, Mulyono Subroto, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Wijayanto Legowo, H Ibrahim, dan Hengky Baramuli untuk menggugat Menkumham ke PTUN.
Para pemberi kuasa kepada Yusril tersebut, yakni Hafiz, Boby Suhardiman dan Hengky Baramuli adalah terpidana perkara travel cek pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sedangkan Hesti dan Agus adalah terpidana perkara korupsi pembangunan PLTU Sampit. Sedangkan Ibrahim adalah terpidana perkara korupsi Puskesmas Keliling di Kabupaten Natuna.
Tujuh narapidana yang harusnya mendapat PB itu urung menghirup udara segara, karena adanya kebijakan pengetatan dari Kemenhukham yang dikeluarkan pada 30 Oktober 2011. Namun, P tersebut tiba-tiba dibatalkan, setelah Kemenkumham elalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) mengeluarkan surat edaran moratorium remisi pada 31 Oktober 2011. Surat edaran tersebut kemudian disahkan menjadi SK bernomor M.HH-07.PK.01.05.04 Tahun 2011 yang ditandatangani Menkum dan HAM Amir Syamsudin pada 16 November 2011.(dbs/spr)
|