JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN (UU APBN) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (1/11) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 83/PUU-XI/2013 ini dimohonkan oleh para korban yang memiliki badan usaha terdampak lumpur Sidoarjo yang berada di Wilayah Peta Area Terdampak (PAT).
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya Mustofa Abidin, mengungkapkan telah melakukan beberapa perbaikan sesuai dengan saran yang disampaikan oleh Majelis Hakim Konstitusi pada sidang sebelumnya. “Pemohon sudah memperbaiki norma yang menjadi batu uji dalam UUD 1945, yakni menjadi Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 28I ayat (4),” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Selain itu, Pemohon juga memperbaiki alasan permohonan. Menurut Pemohon, Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBN melanggar hak konstitusional Pemohon karena Pemohon tidak termasuk ke dalam korban Lapindo yang berada di luar Wilayah Peta Area Terdampar (PAT) seperti yang tercantum dalam UU APBN. “Pemohon tidak mendapat jaminan kepastian hukum sesuai Pasal 28D ayat (1) karena tidak mendapat pembayaran ganti rugi karena bukan berada di luar Wilayah PAT sesuai Pasal 9 ayat (9) huruf a UU APBN. Hal ini menyebabkan Pemohon tidak mendapat kepastian hukum,” paparnya.
Kemudian, Mustofa menjelaskan kepastian hukum yang didapat Pemohon hanya dari Perpres, tidak seperti para korban yang bertempat tinggal di luar Wilayah PAT seperti yang tercantum dalam UU APBN. “Perpres hanya sebatas memberikan kepastian hukum dan hanya berupa janji belaka, Sementara para korban yang berada di luar Wilayah PAT justru mendapat kepastian hukum. Seharusnya pembentukan norma juga termasuk para pemohon,” ujarnya.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim yang diwakili oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengesahkan beberapa alat bukti dan menjelaskan kepada para pemohon bahwa hasil panel tersebut akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk diputuskan mengenai kelanjutan persidangan. Pada sidang sebelumnya, Pemohon merasa keberatan dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBN.
Pemohon menganggap pasal tersebut merugikan hak konstitusional terhadap Pemohon. Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBN menyatakan bahwa “Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2013, dapat digunakan untuk: (a) pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan) dan sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi)”. Pemohon menjelaskan Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBN, telah menimbulkan perbedaan perlakuan hukum antara para Pemohon dengan warga negara Indonesia yang berada di luar wilayah PAT, baik dari sisi perlindungan hukum, kepastian hukum, kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia yang sama, guna mencapai persamaan dan keadilan. (Lulu Anjarsari/mh/mk/bhc/sya)
|