JAKARTA, Berita HUKUM - Kementerian Agama sudah menetapkan bahwa 10 Dzulhijjah 1436 Hijriah atau Idul Adha jatuh pada 24 September 2015. Makanya, libur nasional hari raya Idul Kurban tersebut diputuskan pada tanggal 24 yang bertepatan dengan hari Kamis.
"Untuk libur, pemerintah telah menetapkan hari libur nasional pada tanggal 24," ujar Dirjen Binmas Islam Kemenag Ma'chasin dalam jumpa pers Minggu malam, di Auditorium HM Rasjidi Kantor Kemenag Jalan MH Thamrin No. 6 Jakarta, Minggu (13/9).
Sementara itu Muhammadiyah menetapkan Idul Adha lebih cepat satu hari. Namun, Ma'chasin tidak bisa memastikan apakah pada tanggal 23 September akan jadi hari libur nasional. "Apa dia (Muhammadiyah) boleh masuk kantor atau diliburkan itu bukan kewenangan kami ya," ungkapnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Sekretaris Umum (Sekum) Muhammadiyah Abdul Mu'ti menerangkan Muhammadiyah meminta Pemerintah menetapkan hari libur nasional pada 23 September.
Karena Pemerintah harus menunjukkan komitmen untuk melindungi, memfasilitasi, dan menjamin keamanan dan kebebasan menjalankan ibadah bagi seluruh warga negaranya. "Oleh karena itu, sudah seharusnya Pemerintah meliburkan kantor Pemerintah dan swasta pada tanggal 23 September," tandasnya.
Sementara, Sidang Itsbat dihadiri oleh wakil Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof. Huzaimah T. Yanggo, pimpinan Ormas Keagamaan Islam dan sejumlah duta besar Negara Islam.
Dikatakan Machasin, bila ada yang menetapkan Idul Adha hari Rabu 23 september 2015, kita harus menghormatinya, karena kita punya pengalaman dengan perbedaaan tersebut, kita harus tetap menjaga persatuan sesama kaum muslimin.
Sementara itu, Khuzaimah ketika menjawab pertanyaan mengapa perbedaan Idul Adha dengan waktu wukuf di Arafah di Arab Saudi, ia mengatakan adanya potensi perbedaan Idul Adha di Indonesia dan di Arab Saudi, karena ada perbedaan matla’.
Terkait dengan sejauhmana perkembangan upaya penyatuan kalender Hijriyah, Machasin mengatakan bahwa penyatuan kalender hijriyah butuh usaha keras.
“Sudah ada titik temu, hanya pada kriteria saja, seperti penentuan wujudul hilal dan imkanurukyah, ini yang belum ketemu,” ujar Machasin.
Sedangkan, Muhammadiyah tidak mempermasalahkan keputusan pemerintah bahwa 10 Dzulhijjah 1436 hijriah atau Hari Raya Idul Adha jatuh pada Kamis, 24 September, mendatang. Muhammadiyah yang sudah lebih dulu menetapkan Idul Kurban pada Rabu, 23 September, meminta perbedaan tersebut tidak dibesar-besarkan.
"Alhamdulillah nggak ada masalah. Kita tetap saling menghargai satu sama lain. Tapi (perbedaan ini) tidak perlu dibesar-besarkan. Pihaknya tetap saling menghargai satu sama lain," ucap Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ma'rifat Iman di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Minggu (13/9) malam.
Meski begitu dia keberatan bila pihaknya selalu dianggap berbeda atau tak satu suara dengan pemerintah, dalam menetapkan hari lebaran umat Islam.
Perbedaan waktu penetapan Idul Adha tersebut kata Ma'rifat, bukan disengaja. Namun telah mempertimbangkan beberapa aspek perhitungan yang selama ini diyakini menjadi rujukkan oleh Muhammadiyah dalam menentukan hari raya.
"Yang membedakan kriteria yang ditetapkan Muhammadiyah dan pemerintah berbeda itu, pemerintah berlandas pada keputusan Mabim (Majelis Agama Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia) ketinggian hilal 2 derajat. Muhammadiyah nggak perhatikan berapa derajat, yang penting sudah di atas ufuk atau horizon atau 0 derajat lebih," jelasnya.
"Untuk sekarang masih setengah derajat, jadi kemungkinan untuk bisa dilihat lebih kepada rukyat hilal," imbuh Ma'rifat, seperti dikutip dari JPNN.
Namun untuk perayaan Idul Fitri, dia memperkirakan hingga 10 tahun mendatang akan sama waktu yang ditetapkan antara pemerintah dengan Muhammadiyah. "Yang sama itu Idul Fitri, Insya Allah sampai 2025 akan sama. Tapi Idul Adha ada beberapa cara perhitungan dan kriteria yang beda," tandasnya.(dm/dm/kemenag/zul/rmol/bh/sya) |