JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tersangka kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kemenakertrans, Neneng Sri Wahyuni mengajukan tiga sarat kepada Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) terkait kepulangannya ke Indonesia.
Neneng yang kini menjadi buronan Interpol, meminta agar diberikan kenyaman masuk ke Indonesia. Kemudian, meminta kenyamanan untuk bertemu dengan anak-anaknya karena sudah setahun tidak bertemu. Dan yang terakhir, biar merasa nyaman dalam memberikan keterangan kepada KPK.
Hal itulah yang disampaikan, pengacara Neneng, Junimart Girsang saat ditemui wartawan di Mabes polri, Jakarta, Senin (7/5).
Junimart menjelaskan, jika KPK memenuhi syarat tersebut, Neneng berjanji akan kembali ke Indonesia. Dan KPK tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menangkap serta memulangkan istri Nazaruddin di negeri luar negeri.
Meski demikan, Junimart mengaku mengaku tidak mengetahui tempat persembunyian Neneng saat ini. "Selama ini Ibu Neneng berkomunikasi dengan salah satu keluarga, bukan ke Pak Nazar," paparnya.
Lebih lanjut Junimart mengaku keberatan, jika kliennya disebut buronan. Karena, Neneng tidak pernah dipanggil untuk diperiksa oleh KPK. Kendati sudah ditetapkan menjadi tersangka. "Kalau KPK katakan buron itu hak KPK, tapi kami secara profesional mengatakan beliau tidak buron, karena belum ada panggilan kepada beliau," ungkapnya.
Menurut Junimart, seorang buronan adalah ketika dipanggil tidak memenuhi undangan tersebut dan keberadaannya tidak diketahui. Junimart menjelaskan, selama ini Neneng tidak pulang ke tanah air dengan alasan trauma atas perlakuan terhadap suaminya, M Nazaruddin.
Mengungkap Keterlibatan Yulianis
Junimart menjelaskan, setelah kembali ke Indonesia, Neneng akan membongkar sepak terjang Yulianis. "Dia akan terangkan siapa itu Yulianis. Dia akan fokus pada posisi Yulianis yang dia tahu selama ini seperti apa, akan diungkapkan nanti. Tunggu saja," imbuhnya.
Menurutnya, Yulianis adalah mantan orang kepercayaan Nazaruddin di Permai Group. Sehingga dirinya mengetahui adanya sejumlah sumbangan untuk Kongres Demokrat di Bandung. Apalagi dirinya yang bersaksi adanya aliran dana yang dilakukan Nazaruddin.
Sehingga pihaknya menilai, seharusnya KPK mengusut lebih lanjut keterlibatannya di sejumlah proyek Permai Group. "KPK terlalu care dengan Yulianis. Padahal dia yang terima uang, kirim uang, dia yang tahu aliran dana semuanya," pungkas Junimart.
KPK Tolak Audiensi
Sementara itu pada kesempatan yang terpisah, Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas menegaskan, bahwa pihaknya menolak tawaran audiensi pengacara Nazaruddin terkait penjemputan Neneng.
Menurut Busyro, tawaran tersebut cacat hukum."Tidak jelas surat diajukan oleh pengacara Neneng atau Neneng sendiri. Ini cacat hukum, kecuali dia memberi kuasa bagi pengacaranya," ujarnya dalam jumpa pers di gedung KPK, Senin (7/5).
Apalagi Neneng berstatus sebagai buronan, sehingga KPK tidak mau berkompromi. "KPK tidak akan berkompromi dengan seseorang yang sudah berstatus tersangka dan menjadi buronan. Kami tidak akan merespon tawaran dari pihak Neneng, maupun keluarga, kami tegas, itu pendirian KPK," kata Busyro.
Seperti diketahui, Neneng melalui tim pengacaranya pada 26 April 2012 lalu, mengirimkan surat kepada KPK untuk memohon diadakannya pertemuan membahas masalah kepulangannya.
Neneng ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi pengadaan PLTS di Kemenakertrans pada tahun 2008. Dia diduga berperan sebagai makelar proyek. Proyek PLTS senilai Rp8,9 miliar tersebut dimenangkan oleh PT Alfindo yang kemudian disubkontrak kepada beberapa perusahaan lain. KPK menemukan kerugian keuangan negara sebanyak Rp3,8 miliar dalam proyek tersebut. (dbs/biz)
|