PAPUA, Berita HUKUM - Organisasi Papua Merdeka atau OPM bersama sayap bersenjata gerakan, Tentara Pembebasan Papua Barat, mendeklarasikan perang terhadap pemerintah Indonesia selama konpers di Papua Nugini.
Hal ini disampaikan OPM selama konferensi pers di Port Moresby, 31 Januari 2019, yang juga dihadiri dua anggota parlemen daerah Papua Nugini, seperti dikutip dari laporan Radio New Zealand RNZ, 1 Februari 2019.
Juru bicara OPM Jeffrey Bomanak mengumumkan pejabat OPM mendukung deklarasi perang yang diumumkan Tentara Pembebasan Papua Barat terhadap pemerintah RI.
Gubernur Ibu Kota Nasional Papua Nugini Powes Parkop (memegang mikrofon) berbicara pada konferensi pers OPM di Port Moresby, 31 Januari 2019.[www.radionz.co.nz]
Jeffrey mengatakan serangan bersenjata terhadap Indonesia tidak akan berakhir sampai pemerintah Indonesia sepakat untuk mengadakan negosiasi damai. OPM sendiri telah menyusun tim negosiasi untuk hal ini.
Namun Indonesia berulangkali mencap OPM sebagai kelompok kriminal dan menolak negosiasi dengan OPM.
Dua anggota parleman lokal Papua Nugini yang hadir dalam konpers dan mendukung OPM, mendesak pemerintah Papua Nugini mengubah kebijakannya terhadap Papua Barat untuk menyelesaikan konflik.
Jurnalis NBC Rose Amos, yang meliput konpers, mengatakan Gubernur Ibu Kota Papua Nugini, Powes Parkop, hadir dalam pertemuan itu dan mendukung pengubahan kebijakan pemerintah terhadap Papua Barat.
Dalam pertemuan di Port Moresby Papua Nugini, perwakilan OPM dan Tentara Pembebasan Papua Barat juga meminta PBB turun tangan terhadap konflik di Nduga, Papua Barat.
Sementara, pada September lalu, Papua Nugini menegaskan tidak akan mendukung isu Papua Barat yang diajukan Vanuatu ke PBB.
Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Papua Nugini, Rimbink Pato, Papua Barat masih merupakan bagian integral dari Indonesia dan Papua Nugini di bawah kebijakan luar negerinya tidak akan mengganggu hal itu dan hukum internasional, menurut laporan Vanuatu Independent 20 September, yang dikutip pada 6 Desember 2018.
Hal ini disampaikan Pato saat ditanya tentang posisi Ppua Nugini di Papua Barat, mengingat fakta bahwa Vanuatu sangat gencar mengusung isu Papua Barat di PBB.
"Kami keberatan, jadi Papua Nugini tidak akan dan tidak mendukung tindakan apa pun yang diambil oleh Vanuatu, jadi kami menolaknya," katanya pada September lalu.
Bendera OPM Dikibarkan di Vanuatu Setiap 1 Desember.[Jason Abel/Dailypost.vu]
"Setiap tindakan untuk mendukung akan menjadi pelanggaran hukum internasional, Anda tahu Papua Barat atau Papua masih bagian dan merupakan bagian integral dari Republik Indonesia dan kami memiliki hubungan bilateral dengan Republik Indonesia, jadi kami tidak akan mendukung itu," tambahnya.
Papua Nugini adalah negara utama dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Pacific Island Forum. Berbagai lobi dari negara-negara MSG dan Pasifik untuk mendukung Papua Barat telah dilakukan oleh kelompok ini.
Pato menegaskan sikap pemerintah Papua Nugini adalah tidak akan mendukung Vanuatu untuk Papua Barat di tingkat PBB.
Prajurit TNI bersiap menaiki helikopter menuju Nduga di Wamena, Papua, Rabu, 5 Desember 2018. KKB diduga telah melakukan penembakan terhadap 31 pekerja yang sedang mengerjakan jalur Trans Papua di Kali Yigi dan Kali Aurak Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua. ANTARA/Iwan Adisaputra
PBB telah menolak petisi kemerdekaan Papua Barat pada 30 September tahun lalu dan menyatakan tidak akan mengambil langkah apapun untuk melawan Indonesia.
Gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka atau OPM kembali mencuat setelah terjadi peristiwa penembakan terhadap 31 pekerja proyek jalan Trans Papua di Nduga pada 2 Desember 2018, yang diduga dilakukan oleh Kelompok Kriminial Separatis Bersenjata (KKSB) yang menuntut pemisahan diri Papua Barat dari NKRI.(Tempo/bh/sya)