JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima lima permohonan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada), yakni permohonan. Putusan perkara nomor 97-98-101-105-111/PUU-XII/2014 ini dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva pada Kamis (23/10) lalu di Ruang Sidang Pleno MK. Salah satu dari permohonan tersebut diajukan oleh Partai Nasional Demokrat.
Menurut pendapat Mahkamah dalam putusannya, Presiden pada 2 Oktober 2014 telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perpu Pilkada), yang di dalam Pasal 205 menyatakan bahwa pada saat Perpu Pilkada ini berlaku, UU Pilkada dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Selain itu, pada hari Senin (13/10), Mahkamah telah melaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan dan dalam persidangan tersebut, dan memberikan nasihat, yaitu dua opsi sehubungan dengan telah berlakunya Perpu Pilkada. “Mahkamah memberi opsi untuk menarik permohonan para Pemohon oleh karena objek permohonan Pemohon sudah tidak ada atau tetap melanjutkan permohonan para Pemohon. Para Pemohon dalam persidangan tersebut kemudian menyerahkan kepada Mahkamah untuk mempertimbangkannya,” paparnya.
Sementara itu MK juga mengabulkan penarikan lima permohonan sekaligus terkait pengujian UU Pilkada dengan Ketetapan dengan Nomor 90-99-100-102-103-104-104/PUU-XII/2014. “Mengabulkan permohonan penarikan kembali permohonan para Pemohon,” ujar Hamdan.
Hamdan menjelaskan para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Konstitusi untuk menerbitkan Akta Pembatalan Registrasi Permohonan dan mengembalikan berkas permohonan kepada para Pemohon,” terangnya.
Setelah mengalami pro kontra di masyarakat, Rancangan Undang-Undang Pilkada yang disahkan menjadi UU Pilkada pada 26 September 2014 lalu, akhirnya diajukan untuk diuji materiil oleh beberapa pemohon pada Senin (13/10). Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK teregistrasi antara lain dengan nomor 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105/PUU-XII/2014 ini dimohonkan oleh Partai Nasional Demokrat, Indo Survey dan Strategi, Tim Relawan Pro Jokowi, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan beberapa pemohon perseorangan.
Partai Nasdem selaku Pemohon perkara nomor 98/PUU-XII/2014 memohonkan pengujian konstitusionalitas Pasal 2 UU Pilkada yang mengatur bahwa gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi. Partai NasDem selaku Pemohon dalam perkara ini menilai peraturan tersebut telah memberikan keistimewaan bagi Partai Politik tertentu karena gubernur terpilih dapat diprediksi secara riil melalui sistem mayoritas partai politik yang ada di DPRD Provinsi di masing-masing wilayah. Akibatnya, pemilihan kepala daerah akan terlaksana tanpa melalui proses demokratisasi, bahkan cenderung bersifat transaksional di tingkat elit partai politik.
Sementara Relawan Pro Jokowi masih akan mempertimbangkan untuk melanjutkan permohonan. Ketua Umum Relawan Pro-Jokowi Budi Arie Setiadi selaku Para Pemohon perkara nomor 99/PUU-XII/2014 menggugat Pasal 1 angka 5 yang mengatur bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis melalui lembaga perwakilan rakyat dan Pasal 3 UU Pilkada yang mengatur lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Pemohon mendalilkan, kedua ketentuan tersebut berbenturan dengan Pasal 30 ayat (5) juncto Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat serta Pasal 317 ayat (1) dan Pasal 366 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang merinci tentang kewenangan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Perbenturan peraturan tersebut dinilai telah mengakibatkan ketidakpastian hukum dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak mengikat.
Dari kesembilan permohonan tersebut, terdapat dua pihak yang memohonkan pengujian formil UU tersebut, yaitu Direktur Indo Survey dan Strategi atas nama I. Hendrasmo dkk dengan A. Muhammad Asrun sebagai kuasa hukumnya (perkara nomor 100/PUU-XII/2014), serta mantan Calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan mantan anggota DPRD Surakarta Boyamin dengan Kurniawan Adi Nugroho selaku kuasa hukumnya (perkara nomor 101/PUU-XII/2014). Kesemuanya bertindak sebagai perseorangan warga negara yang merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya UU Pilkada yang para Pemohon nilai mengandung cacat hukum dalam proses penyusunannya.(Lulu Anjarsari/mh/mk/bhc/sya) |