JAKARTA, Berita HUKUM - Rencana penghapusan pelajaran sejarah dalam penyederhanaan kurikulum SMA/SMK dinilai sangat sensitif.
Anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengurai bahwa penghapusan pelajaran sejarah bisa otomais menghapus seluruh fakultas sejarah.
"Kalau kemudian dihapus misalnya, ini luar biasa banyak sekali ada perkumpulan atau asosiasi ilmuwan sejarah dan guru pendidikan sejarah ini luar biasa jumlahnya. Karena, bertahun-tahun kita memproduksi mereka. Ini satu dari segi SDM," ujar Fikri kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (20/9).
Legislator dari Jawa Tengah ini mengatakan dari sisi konten pelajaran sejarah juga memiliki urgensi yang sangat vital bagi suatu bangsa. Sejarah adalah tonggak awal membangun generasi muda dari semangat membela negara.
"Yang kedua, dari sisi urgensi konten sejarah ini kan juga kenapa berdiri negeri ini, karena kita tahu sejarah. Kalau, generasi ke depan ahistoris, ini mereka berdiri di awang-awang tidak berlandaskan kepada NKRI," katanya.
"Ini kan sangat berbahaya ya. Tidak relevan kalau sampai menghapus," imbuhnya.
Politisi dari PKS ini meminta pemerintah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan parlemen, untuk menentukan kebijakan apa yang pas bagi masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19 ini.
"Kalau kemudian opsional misalnya, itu kan harus dirembuk. Kalau menghilangkan. nanti penyelenggara pendidikan cari yang paling ringan, karena semakin sedikit pelajarannya semakin baik, karena costnya semakin rendah," ucapnya.
Pihaknya juga meminta Mendikbud Nadiem Makarim untuk tidak sembarangan menghapus kurikulum. Termasuk berhati-hati dalam menentukan kebijakan yang dianggap krusial bagi masyarakat.
"Jadi tidak boleh menteri sembarangan menentukan hal-hal yang urgen, vital bagi eksistensi negara ini, masuk ke ranah kurikulum," tegasnya.
Sementara, Abdul Fikri Faqih juga menyesalkan kisruh di dunia pendidikan akibat isu akan dihapusnya mata pelajaran (mapel) sejarah di kurikulum baru yang kabarnya akan diterapkan tahun 2021. Menurutnya, kabar tersebut belum pernah dibicarakan dengan DPR.
"Kami di Komisi X belum pernah diajak membahas kurikulum baru, tiba-tiba muncul isu penghapusan mapel sejarah, ada apa?" tanya dia, usai menerima sejumlah aspirasi di daerah pemilihannya di Tegal, Minggu (20/9), sebagaimana dilansir JPNN.
Fikri menambahkan, jangan sampai ada kesan penyusunan kurikulum baru tersebut dilakukan secara diam-diam.
"Jangan menunggu ada kehebohan dulu, baru kita terbuka, semua mekanisme pembuatan kebijakan harus dipenuhi, tidak hanya pendekatan atas-bawah (top-down), namun juga mekanisme politik, teknokratif, partisipasif, dan pendekatan bawah-atas (bottom-up),," urainya.
Politikus PKS ini juga meminta Mendikbud Nadiem Makariem agar memastikan sudah melibatkan semua pemangku kepentingan Pendidikan. "Sehingga kebijakan yang lahir dapat tampil sebagai konsep yang sudah solid," imbuhnya.
Menurut Fikri hal tersebut dapat dimulai dengan mengomunikasikannya kepada komisi X DPR RI.
"Mas Menteri harusnya sampaikan dan paparkan secara gamblang di DPR, baru dilaunching," tegasnya.
Fikri mengakui, pihaknya mendapatkan kehebohan tersebut dari media dan menduga penyusunan kurikulum ini sebagai bagian dari kurikulum adaptif menghadapi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dari lebih dari 1 semester.
"Kalau toh ada kurikulum penyesuaian karena pandemi, maka jangan mengulang seperti isu mapel Agama yang hilang dan bikin gaduh," kata dia.
Sebelumnya beredar luas draf berkop Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang berjudul 'sosialisasi penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional' bertanggal 25 Agustus 2020. Dalam draf tersebut ada perubahan jumlah mapel kelas 10 (SMA) dari 15 mapel (Sesuai kurikulum K-13) disederhanakan menjadi 11 mapel.
Di antara yang diganti atau disederhanakan antara lain: (1) mapel 'Pendidikan agama islam dan budi pekerti' diganti menjadi 'salah satu agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME'; (2) mapel 'sejarah indonesia';'seni budaya'; 'prakarya dan kewirausahaan'; 'ekonomi'; serta 'Bahasa & sastra mandarin' semua dihilangkan , dan pada kurikulum yang disederhanakan, menjadi mapel 'IPS'; 'seni & prakarya'; dan 'program pengembangan karakter'. (3) begitupula pada mapel 'Fisika';'Biologi'; dan 'Kimia' disederhanakan menjadi mapel 'IPA'.
"Kalau begini, bisa-bisa yang protes bukan hanya guru sejarah, tapi juga guru-guru mapel lainnya," cetus Fikri.
Sebelumnya, Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) membuat petisi di laman change.org dengan judul 'kembalikan posisi mata pelajaran sejarah sebagai mapel wajib bagi seluruh anak bangsa'. Hingga Ahad (20/9) petisi ini telah ditandatangani oleh lebih dari 20 ribu orang.
Terkait isu penghilangan mapel sejarah sebagai mapel wajib di kurikulum SMA, Fikri tegas menolak ide tersebut.
"Sejarah adalah bagian tak terpisahkan dalam membentuk pribadi bangsa dengan semangat untuk selalu belajar, memperbaiki diri atas kesalahan di masa lalu, dan meningkatkan kualitas intelektual dan karakter nya melalui telaah sejarah bangsa ini," jelas dia.
Dengan belajar sejarah bangsa, lanjutnya, "kita belajar semangat patriotisme untuk menghadapi masalah dan tekanan dari para penjajah, melalui tampilnya pahlawan yang tercatat dalam sejarah.(fri/jpnn/RMOL/bh/sya) |