JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pemerintah akan membubarkan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang melakukan tindakan kekerasan. Pembubaran ormas itu bakal dilakukan berbarengan dengan proses hukum kasus kekerasan yang dilakukan anggota ormas tersebut. Hal ini ditempuh sebagai upaya menegakan supremasi hukum berdasarkan azas yang persamaan didepan hukum.
“Ormas yang hobi melakukan kekerasan maupun kerusuhan sehingga merugikan warga akan kami bubarkan. Pemerintah memiliki wewenang untuk membubarkannya, sehingga segala atribut dan kegiatannya dilarang muncul di hadapan publik,” kata Mendagri Gamawan Fauzi, usai membuka diskusi ‘Forum Penguatan Penghayatan Ideologi Pancasila’ di Jakarta, Senin (14/11).
Selama ini, jelas dia, berdasarkan UU No 85/1985 tentang Ormas, suatu kelompok baru bisa dibubarkan apabila beberapa kali melakukan pelanggaran. Kebijakan itu dianggapnya terlalu lama. Padahal, aturan seperti itu sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang ini. Penegasan sanksi pembubaran ini akan diatur dalam revisi UU saat ini drafnya masih dibahas DPR dan pemerintah.
Kini, lanjut Gamawan, proses memberi sanksi kepada ormas yang melakukan tindak kekerasan akan lebih singkat, sehingga tidak ada lagi ormas yang sewenang-wenang menganiaya warga atau kelompok lain. “Tindakan tegas harus diambil pemerintah, agar tidak ada ormas yang tidak mau mengikuti ketentuan,” tegasnya.
Menurut dia, RUU Ormas juga akan mengatur soal sumber pendanaan. Telah menjadi tugas pemerintah untuk mengontrol ormas yang beroperasi di Indonesia, sebagai langkah maju dalam menciptakan ketenteraman hidup bagi masyarakat.
“Jika ditemukan adanya penyaluran bantuan asing, pemerintah berhak mengauditnya. Hal itu perlu dilakukan, agar pihak asing tidak sampai mengendalikan ormas yang memberi bantuan demi kepentingannya,” jelas mantan Gubernur Sumbar ini.
Mendagri juga menyampaikan rasa prihatinnya soal kelompok yang mempersoalkan ideologi Pancasila. Parahnya, kelompok-kelompok itu sangat fanatik dengan ajaran tertentu dan kerap menggusung ide separatisme. “ Di Indonesia tidak dilarang untuk berpendapat dan berkelompok, tapi bukan berarti bebas memprovokasi masyarakat dan mengajak untuk berbuat kekerasan," tandasnya.(dbs/wmr)
|