JAKARTA, Berita HUKUM - Direktur Analisis Anggaran Negara Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengungkapkan kekecewaannya, dengan dalih penghematan anggaran pemerintah melakukan pemangkasan/ mengurangi alokasi anggaran pada sektor penegakan hukum atau lembaga yang bekerja di wilayah bidang hukum, serta tidak berfungsinya DPR yang punya kekuasaan hak budget dan pengawasan, namun hanya diam tidak digunakan sama sekali terkait amputasi anggaran ini.
Uchok sangat kecewa dimana tidak adanya upaya untuk menolak 'amputasi anggaran' bila ditelisik berdasarkan Instruksi Presiden (InPres) nomor 8 tahun 2016 dari para wakil rakyat yang duduk di rumah yang diamanahkan oleh rakyat Indonesia pada umumnya. "Padahal, DPR itu punya kekuasaan seperti punya hak budget dan pengawasan tetapi tidak mereka gunakan sama sekali. Amputasi anggaran tahun 2016 sama dengan dimulai pesta para koruptor. Pemerintah Jokowi mengeluarkan Intuksi Presiden No. 8 tahun 2016 tentang Amputasi anggaran dan sangat menggelisahkan," ungkapnya sebagaimana keterangan pers yang diterima pewarta BeritaHUKUM.com di Jakarta, Minggu (4/9).
"Intruksi Presiden ini berwajah "sadis" karena alokasi anggaran penegakan hukum atau lembaga yang bekerja di wilayah hukum yang akan diamputasi oleh payung hukum, yang bernama intsruksi Presiden ini sebesar Rp.3.751.169.872.000 untuk 8 kementerian atau lembaga negara," paparnya.
Berikut ini penjabaran anggaran, yang mana alokasi anggaran penegakan hukum dan atau lembaga yang bekerja di wilayah hukum Indonesia, yakni sebagai berikut :
1). Kepolisian Negara sebesar Rp.2.959.225.000.000
2). Kementerian Hukum dan hak asasi Manusia sebesar Rp.550.908.000.000
3). Mahkamah Agung sebesar Rp.192.536.600.000
4). Kejaksaan Agung sebesar Rp.18.032.000.000
5). Komisi Pemberantasan korupsi sebesar Rp.13.001.000.000
6). Mahkamah Konstitusi sebesar Rp.10.849.534.000.000
7). Komisi Yudisial sebesar Rp.3.873.738.000.000
8). Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan sebesar Rp.2.744.000.000.000
Menurut Aktivis senior anti korupsi, Uchok Sky Khadafi yang mengulas bahwa, intruksi Presiden No.8 tahun 2016, Pemerintah menyebutkan dengan istilah dalam bahasa sebagai, langkah langkah penghematan Belanja kementerian atau lembaga dalam Rangka Pelaksanaan APBN 2016.
"Kok bahasa penghematan pemerintah sama saja dengan amputasi atau menghapus anggaran untuk kebutuhan dan kepentingan penegakan hukum, yang akan berakibat kepada hilangnya rasa aman dalam masyarakat," jelasnya menambahkan.
"Selain itu pada pihak lain, seperti para koruptor akan berpesta. Karena alokasi anggaran pada aparat hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, KPK, dan PPATK sangat minim anggaran, dan akan susah menjangkau para maling anggaran negara," tegasnya.
"Aparat hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, KPK, dan PPATK jadi "Mandul" dong lantaran minim anggaran dalam membongkar kejahatan korupsi," celetuknya menimpali lagi.
Kemudian lebih lanjut, Uchok Sky Khadafi menyampaikan, kalau amputasi anggaran ini akan berdampak pada hilangnya rasa aman masyarakat, bisa dilihat dari amputasi anggaran Kepolisian yang sampai sebesar Rp.2.9 Triliun. "Amputasi anggaran Kepolisian ini, sungguh besar, dan tidak masuk akal sehat manusia," selorohnya lagi.
"Publik tidak punya rasa aman dan nyaman karena tingkat kriminal meningkat lantaran akan ada pembiaran dari pihak kepolisian imbas dari anggaran minim, atau kalau ingin publik, menyuruh Polisi menangani kasus kejahatan, bukan tidak menutup kemungkinan yang bersangkutan mesti bayar. Karena kepolisian tidak punya biaya atau minim alokasi anggarannya," ungkap Uchok, sembari menduga-duga dan khawatir dengan kondisi kedepan nanti.
Oleh karena itu, mencermati dari gambaran diatas, CBA (Center For Budget Analysis) , selain merasa sangat kecewa dengan sikap DPR yang tidak melakukan apa-apa untuk menolak amputasi anggaran oleh instruksi Presiden Jokowi ini. Dan sampai saat ini, hanya bisa diam, dan minim melakukan protes atas amputasi anggaran ini.
"Nampaknya, anggota dewan seperti ketakutan dengan Presiden Jokowi. Dimana DPR punya kekuasaan seperti punya hak budget dan pengawasan namun tidak digunakan sama sekali. Padahal amputasi anggaran, tanpa ada persetujuan dari anggota dewan, atau jangan-jangan, dengan diamnya sikap DPR ini, ternyata senang, dan gembira sekali dengan amputasi anggaran kepada lembaga KPK dan PPATK lantaran lebih leluasa "main" proyek APBN tanpa disadap oleh KPK," pungkasnya.(bh/mnd) |