JAKARTA, Berita HUKUM - Masalah importasi gula yang terus menerus menjadi permasalahan dalam negeri harus segera diakhiri, demikian ditegaskan Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin. Ia menyatakan hal itu menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan yang menyatakan ketidaktahuan pemerintah terkait jumlah gula untuk industri makanan dan minuman.
"Ternyata tindakan pemerintah dalam mengatur regulasi hanya berdasar kira-kira. Ke depan pemerintah harus mengetahui persis berapa jumlah produksi dan kebutuhan gula nasional baik konsumsi rumah tangga maupun industri. Kemudian diketahui berapa kekurangannya, sehingga setiap tindakan kebijakan yang dikeluarkan terarah dan tepat sasaran," ucap Akmal dalam rilisnya, Senin (3/10).
Menurut Akmal, BPS hingga sekarang sudah bekerja dan beberapa Kementerian memiliki pusat penelitian dan pengembagan serta pusat data dan informasi (pusdatin) termasuk Kementerian Pertanian yang seharusnya mampu mensuplay data secara berkesinambungan. Dengan demikian tidak ada alasan bagi pemerintah mengelak tidak memiliki data. Permainan data ini jika semakin liar, akan digunakan oknum tertentu untuk mengendalikan kuota impor bukan berdasar kebutuhan, melainkan untuk kepentingan mencari keuntungan.
"Gejolak impor gula terjadi mulai tahun 1999 ketika krisis ekonomi memasuki tahun ke dua. Sebelum tahun 1998, impor gula dibawah 500 ribu ton. Lonjakan drastis di tahun 1999, impor gula mencapai 2juta ton. Tingginya impor gula terus menerus berlanjut hingga tahun 2013 melonjak kembali hingga 3 juta ton," paparnya.
Ia juga menyatakan, alasan pemerintah selama ini terus menerus meninggikan impor 'raw sugar' disebabkan oleh permintaan industri makanan dan minuman yang tinggi serta spesifikasi gula industri mensyaratkan pada kualitas yang tinggi yang belum mampu diproduksi dalam negeri sehingga dengan alasan-alasan itu, impor gula menjadi sebuah keharusan dan wajar.
Padahal kebutuhan gula untuk industri tidak ada hubungannya dengan kebutuhan impor. Hal ini terlihat dari data BPS yang menunjukkan bahwa sejak tahun 1985 hingga 2010, tiap unit output industri dalam negeri yang menghasilkan makanan dan minuman olahan menggunakan gula makin kecil.
"Silahkan pemerintah melakukan audit kebutuhan gula nasional baik rumah tangga maupun industri, setelah itu kami meminta dengan segera pada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian duduk bareng untuk menyelesaikan polemik importasi gula," ujarnya.
Akmal mengatakan, pada jumlah importasi yang mencapai 3 juta ton apabila mampu diproduksi dalam negeri, akan mampu memberikan lapangan kerja baik on farm maupun off farm sebesar 3,1 juta orang. Sebab dengan asumsi produksi 5 ton gula per hektar, maka 3 juta ton gula setara luasan lahan 600 ribu hektar yang jumlahnya melebihi total luasan lahan tebu di Indonesia.
"Saya berharap, pemerintah dapat semakin bijak mengambil keputusan berkaitan dengan importasi gula ini. Kebijakan yang diambil bukan berdasarkan kemauan pemerintah dan para importir, namun lebih melihat pada kebutuhan konsumsi dalam negeri dan kemampuan produksi petani tebu," pungkas Andi Akmal Pasluddin.(dep,mp/DPR/bh/sya) |