JAKARTA, Berita HUKUM - Sementara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sambungnya, secara tiba-tiba menerbitkan Permenkes 19/2021 sebagai perubahan kedua Permenkes 10/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi.
Dalam Permenkes 19/2021 diatur vaksinasi gotong royong bisa diberikan kepada individu dan biaya dibebankan kepada yang bersangkutan atau vaksin berbayar.
Legislator Fraksi PKS ini berharap Presiden Jokowi tetap konsisten pada kebijakan vaksin gratis untuk seluruh masyarakat, bukan kemudian memunculkan aturan vaksin berbayar.
"Kebijakan vaksin gratis ini untuk mempercepat target vaksinasi nasional. Termasuk sebelumnya program vaksinasi gotong royong yang ditanggung perusahaan dan gratis untuk karyawan. Kami beri catatan pemerintah sering sekali berubah regulasi, sehingga sekarang muncul vaksin berbayar," ujar Mufida kepada wartawan, Senin (12/7).
Menurutnya, tantangan mempercepat vaksinasi cukup banyak. Kemudian, target satu juta vaksin per hari belum bisa terealisasi secara konsisten. Belum lagi pekerjaan rumah untuk meyakinkan masyarakat agar bersedia divaksin. Sehingga lebih baik fokus pada perbaikan progam vaksinasi nasional dibanding memunculkan opsi vaksin berbayar.
"Tantangan vaksinasi gratis kita banyak, sehingga adanya vaksinasi berbayar bisa memengaruhi program vaksinasi nasional. Fokus pada target vaksinasi nasional yang masih banyak perlu perbaikan,” tegasnya.
Mufida meminta kepada pemerintah fokus vaksinasi nasional dilakukan lebih gencar dengan inovasi. Salah satunya dengan mendatangi langsung masyarakat dan memperbanyak tenaga vaksinator serta menambah kuota vaksin di daerah-daerah.
"Adanya layanan mobile vaksin di DKI misalnya bisa ditiru di daerah lain. Sekarang kita yang harus mendatangi masyarakat. Kita berkejaran dengan waktu dengan munculnya beberapa varian dan Fayankes kewalahan, vaksinasi harus digenjot,” katanya.
Partisipasi publik masyarakat bisa ditingkatkan untuk percepatan vaksin program nasional ini. Misalnya dengan kerjasama pesantren, komunitas, paguyuban, dan kumpulan kumpulan masyarakat lainnya. Banyak yang masih harus dilaksanakan untuk kesuksesan progam vaksin gratis untuk rakyat.
"Kami minta agar pemerintah hendaknya tidak berbisnis dengan rakyat di tengah pandemi yang semakin berat ini,” tutupnya.
Sementara, Terhitung 12 Juli 2021, pemerintah melalui Kimia Farma memberlakukan vaksinasi berbayar senilai Rp.879.140/ dua dosis bagi individu atau perorangan.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai kebijakan tersebut sebagai sebagai cara mencari untung dari rakyat.
"Vaksinasi untuk mengatasi bencana non-alam seperti pandemi adalah tanggung jawab negara terhadap keselamatan rakyatnya. Setiap individu harus mendapat akses yang sama dan merata melalui vaksinasi gratis. Jadi, opsi vaksin berbayar seperti upaya mencari keuntungan dengan memeras rakyat," ungkap Netty dalam rilis medianya, Senin (12/7).
Anggota Komisi IX DPR RI ini mengakui kebijakan ini belum didiskusikan dengan DPR, "Tidak ada diskusi dengan Komisi IX terkait vaksinasi gotong royong bagi individu atau perorangan. Kebijakan yang sudah disetujui adalah vaksinasi gotong royong yang dibiayai perusahaan. Itu pun diizinkan dengan banyak catatan. Sekarang tiba-tiba muncul kebijakan vaksin berbayar untuk individu," jelas Netty.
Menurut anggota Komisi IX ini, Permenkes RI Nomor 19 Tahun 2021 dijadikan landasan hukum bagi vaksinasi berbayar untuk individu setelah ada perubahan redaksi atas definisi vaksin gotong royong. "Awalnya hanya ditujukan untuk karyawan perusahaan atau badan usaha, kemudian ditambahkan juga untuk individu atau perorangan yang dibebankan pembiayaannya pada yang bersangkutan," katanya.
Menurut Netty, pemerintah tidak bisa berdalih bahwa vaksinasi berbayar menjadi opsi bagi rakyat yang tidak bersedia antri dalam pelaksanaan vaksinasi.
"Akses gratis vaksin Covid-19 bukan persoalan warga kaya ataupun miskin, bukan pula soal mau antri atau tidak. Ini soal tanggung jawab negara melindungi rakyatnya. Jangan sampai publik berpikir hanya orang kaya yang mampu membeli vaksin yang dapat melindungi diri dari bahaya pandemi," papar Netty.
Politisi PKS ini meminta pemerintah mengakselerasi program vaksinasi agar segera mencapai target alih-alih menjual vaksin pada rakyat
"Apakah target vaksinasi gratis 2 juta dosis perhari sudah tercapai? Apakah target vaksinasi gotong royong untuk pekerja dan keluarganya yang dibiayai perusahaan sudah sesuai tujuan? Apakah laporan terkait KIPI sudah dievaluasi dan ditindaklanjuti? Pemerintah harus pastikan semua hal tersebut berjalan lancar dulu, jangan menambah PR baru," tandasnya.
Selain itu, Netty juga mempertanyakan kejelasan bantuan 500.000 dosis vaksin Sinopharm dari UEA, " Kemana rencana distribusi bantuan sinoparm dari UEA ini? Pemerintah harus transparan dan bertanggung jawab, jangan sampai ada penyelewengan dan penyalahgunaan bantuan. Terlebih Sinopharm dan cansino termasuk jenis vaksin dalam skema gotong royong ", tambahnya.
Atas polemik ini, Netty meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan vaksinasi berbayar untuk individu agar tidak menimbulkan kegaduhan publik.
"Sektor ekonomi sedang terganggu. Banyak rakyat yang tengah menderita dan terjepit. Fungsi layanan kesehatan pun tengah kolaps. Jangan menambah beban rakyat dengan isu vaksin berbayar dan isu kewajiban menyertakan sertifikat vaksinasi sebagai syarat pengurusan administrasi publik dan mengakses bantuan sosial atau pelayanan sosial," tutup Netty.(dbs/PKS/RMOL/bh/sya) |