JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintah resmi melarang seluruh kegiatan Front Pembela Islam (FPI), baik sebagai organisasi masyarakat maupun sebagai organisasi.
Penetapan FPI sebagai organisasi terlarang disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers, Rabu (30/12).
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiraej membacakan dasar hukum pelarangan FPI sebagai organisasi legal di Indonesia.
"Surat Keputusan Bersama Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Kepala BNPT Nomor 220-4780 Tahun 2020 nomor M.HH-14.HH05.05 Tahun 2020 nomor 690 tahun 2020, nomor 264 tahun 2020, nomor KB/3/XII/2020, Npmor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI," ucap Eddy Hiraej, Rabu (30/12).
Profesor hukum tersebut lantas membacakan secara detail isi SKB atau Surat Keputusan Bersama tentang pelarangan kegiatan FPI di Indonesia.
Berikut isi SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI selengkapnya:
"Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung RI, Kapolri, Kepala BNPT, menimbang:
a. Bahwa untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, UUD RI 1945, keutuhan NKRI dan Bhinneka TUnggal Ika, telah diterbitkan UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017 tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU.
b. Bahwa isi anggaran dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2013 tentnag Ormas sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 16 tahun 2017 tentang pentapan Perppu No. 2 Tahun 2107 tentang perubahan atas UU no 17 tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU.
c. Bahwa keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tntang surat keterangan terdaftar atau SKT FPI sebagai ormas berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019 dan sampai saat ini FPI belu mememnuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut. Oleh sebab itu secara De Jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar.
d. Bahwa kegiatan ormas tidak boleh bertentangan dengan pasal 5 huruf g, pasal 6 huruf f, pasal 21 huruf b dan d, pasal 59 ayat 3 huruf 1, c, dan d, pasal 59 ayat 4 huruf c, dan pasal 82 UU nomor 17 tahun 2013 tentang ormas sebagaimana telah diubah dengan uu 16 tahun 2017 tentang pentapan Perppu No. 2 Tahun 2107 tentang perubahan atas UU no 17 tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU.
e. Bahwa pengurus dan atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung dengan FPI berdsarkan data sebanyak 35 orang terlibat tipidter, dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. Di samping itu sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana.
f. Bahwa jika menurut penilaian atau dugaannya sendiri terjadi pelanggaran ketentuan hukum, maka pengurus dan atau anggota FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan razia atau sweeping di tengah2 masyarakat yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.
g. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu menetapkan keputusan bersama Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung RI, Kapolri, Ka BNPT tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.
Mengingat,
Satu, pasal 28, pasal 28 c ayat 2, pasal 28 e ayat 3, dan pasal 28 j UUD RI 1945.
Dua, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, lembaran negara RI Tahun 1999 nomor 165, tambahan lembaran negara RI nomor 3886,
Tiga, UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemda, lembaran negara RI 2014 nomor 244, tambahan lembaran negara RI nomor 5587, sebagaimana telah beberapa kali diubah."(bs/bh/amp) |