ACEH TAMIANG, Berita HUKUM - Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) putaran ke - 2 Kabupaten Aceh Tamiang, Prov. Aceh Tahun 2012 dinilai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Aceh Tamiang Agus Salim dan Abdussamad (No. Urut 4) dianggap terjadi sejumlah pelanggaran dari sebelum hingga sesudah pemungutan suara berlangsung. Oleh karena itu, mereka selaku Pemohon mempersengketakan masalah tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan No 63 / PHPU.D - X / 2012, Jumat (28/9) di Ruang Sidang Panel Gedung MK, Jakarta.
“Pelanggaran tersebut sudah masuk dalam katagori pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga memengaruhi dan menguntungkan pasangan calon Nomor Urut 10 (Hamdan Sati - Iskandar Zulkarnain selaku Pihak Terkait), dan sebaliknya merugikan Pemohon”, urai Pemohon dalam permohonannya.
Menurut Pemohon melalui kuasa hukumnya Kamaruddin, pelanggaran - pelanggaran tersebut adalah menjelang pemungutan suara ada mobilisasi aparat TNI maupun POLRI / BRIMOB secara besar - besaran di Kab. Aceh Tamiang, yang menimbulkan keresahan masyarakat. “Bahkan, disaat yang bersamaan masyarakat sering melihat TNI dan Brimob keluar masuk kampung dengan senjata lengkap”, kata Kamaruddin.
Selain itu, menurut Pemohon, TNI juga melakukan tindakan yang negatif terhadap Arju Sahidir selaku Sekretaris DPC PA (Partai Aceh) Kec. Seruway. Arju Sahidir, kata mereka, mendapatkan perlakuan yang kasar dan caci maki dari anggota TNI yang berjumlah sebanyak 6 (enam) orang tersebut. Selain itu, Zailani selaku warga Seneubok saat menggunakan hak pilihnya ditarik oleh Kapolsek Manyak Payed. Tidak begitu lama, kata Pemohon, datang mobil yang berisikan anggota TNI mengusir Zailani.
TNI / Polri juga dibiarkan terlibat dalam pemenangan No Urut 10. Menurut Pemohon, hal ini dapat dibuktikan dengan stigmatisasi yang dilakukan mereka dengan menggunakan simbol “NKRI Harga Mati” diseluruh pos ronda malam yang sudah terpasang menjelang pelaksanaan Pemilukada. “Penggunakan simbol tersebut merupakan bentuk teror secara psikologis agar masyarakat jangan memilih kandidat yang diusung oleh Partai Aceh (Partai Mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka)”, terangnya.
Kemampuan mengaji Al - Quran Hamdan Sati juga dipertanyakan oleh Pemohon. Menurut mereka, Termohon yakni Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kab. Aceh Tamiang sengaja meluluskan Hamdan Sati sebagai calon pasangan. “Padahal secara fakta telah terbukti Hamdan Sati tidak mampu membaca Al - Quran”, jelasnya.
Dalil Pemohon Dibantah
Termohon dalam kesempatan yang sama membantah dalil - dalil Pemohon. Menurut Nur Alamsyah, kuasa hukum Termohon, pelaksanaan Pemilukada Aceh Tamiang telah berjalan sesuai dengan peraturan berlaku. Disisi lain, rapat pleno saat perhitungan surat suara yang dilakukan oleh Termohon juga dihadiri oleh saksi kedua pasangan calon.
Alhamdullah, Kata Alamsyah, kedua saksi pasangan calon tidak ada yang mengajukan keberatan terkait dengan perhitungan surat suara yang dilakukan oleh KIP Kab. Aceh Tamiang. “Saksi pasangan calon keberatan karena tekanan saja, bukan terkait perhitungan surat suara”, ucapnya.
Berkenaan dengan tuduhan Pemohon terkait dengan kerja sama yang dilakukan oleh Termohon dengan aparat pemerintah, kata Alamsyah, hal demikian tidak benar. Menurutnya, KIP tidak melakukan kerja sama dengan aparat pemerintah Kab. Aceh Tamiang. “Tidak ada kerja sama dengan aparat Pemerintah. KIP tetap netral”, terang kuasa hukum Termohon itu.
Diakhir sidang, Majelis Hakim Konstitusi setelah mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak, meminta untuk menghadirkan 5 (lima) orang saksi dari Pemohon dan Termohon pada sidang berikutnya, yakni Senin (1/10), Pukul 14.00 WIB. Rencananya pada perkara ini, Pemohon akan menghadirkan sebanyak 28 Saksi, dan Termohon menghadirkan sebanyak 10 saksi.(mk/bhc/rby) |