JAKARTA, Berita HUKUM - Pemohon perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) 2017 Suhardi Duka dan Kalma Katta mengungkapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulbar telah melakukan tindakan pembukaan kotak suara secara tidak sah di beberapa kabupaten di Provinsi Sulbar.
"Oleh sebab itu kami meminta Mahkamah Konstitusi agar memerintahkan Bawaslu tingkat provinsi untuk hadir dalam persidangan ini," ujar Kuasa Pemohon Yusril Ihza Mahendra dalam sidang perdana perkara Nomor 13/PHP.GUB-XV/2017, Jumat (17/3) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Yusril juga menyampaikan dugaan kecurangan yang merugikan pemohon secara terstruktur, sistematis dan masif. Misalnya, terdapat penggelembungan suara tidak sah yang merugikan perolehan suara pemohon dengan modus NIK ganda dan surat keterangan pemilih tidak sah yang terjadi pada tiga kabupaten.
"Selain itu terdapat pengurangan suara pemohon secara masif, dengan modus tidak memberikan formulir undangan kepada pemilih yang terjadi di Kabupaten Poliwali Mandar," imbuhnya.
Adapun selisih suara sah antara pemohon dengan peraih suara terbanyak, yaitu Paslon No. Urut 3 Muh. Ali Baal Masdar dan Enny Anggraeny Anwar (pihak terkait), adalah kurang dari 2% atau 12.630 suara. "Dengan demikian, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara ke MK," imbuh Yusril.
Menurut Yusril, jumlah suara yang diraih pemohon seharusnya sejumlah 242.885, sedangkan pihak terkait adalah 241.517 suara. "Sehingga kalau melihat penghitungan suara tersebut, maka pemohon lah yang menjadi pemenang dalam Pilkada Sulawesi Barat 2017," jelasnya.
Sebelum mengakhiri persidangan, Ketua MK Arief Hidayat selaku pimpinan sidang panel 1 menanyakan bukti-bukti yang dimiliki pemohon terkait gugatan yang diajukan. "Ada lebih dari 3.000 bukti tambahan yang akan kami sampaikan ke MK," ucap Yusril didampingi tim kuasa hukum pemohon lainnya.
Pemilih Ganda dan Politik Uang
Dalam persidangan yang sama, Paslon Walikota dan Wakil Walikota Kendari No. Urut 1 Abdul Rasak dan Haris Andi Surahman menyebut ditemukannya pemilih berpotensi ganda atau pemilih ganda pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kota Kendari.
Menurut pemohon, pihaknya telah meminta KPUD Kendari, Panwas dan semua jajaran penyelenggara pemilu untuk mengklarifikasi dan mengkaji DPT yang diduga berpotensi ganda dan atau pemilih ganda. Selain itu, pemohon meminta KPUD Kendari untuk membatalkan salah satu dari dua hak suara pemilih yang diyakini ganda di tiap-tiap TPS dan membuatkan daftar pemilih yang dibatalkan.
"Kami sudah melaporkan pelanggaran-pelanggaran tersebut ke Panwas Kota Kendari. Namun laporan kami itu hanya dilakukan pembiaran oleh panwas, baik rekomendasi maupun bentuk lainnya," jelas Syahiruddin Latif selaku kuasa pemohon perkara Nomor 26/PHP.KOT-XV/2017.
Pada hari yang sama, MK juga menyidangkan perkara PHP Kabupaten Tolikara (14/PHP.BUP-XV/2017) yang dimohonkan Paslon No. Urut 3 John Tabo dan Barnabas Weya. Dalam permohonannya, kedua pasangan tersebut mendalilkan adanya politik uang di beberapa distrik.
Sedangkan Paslon Bupati dan Wakil Bupati Sarolangun No. Urut 1 Muhammad Madel dan Musharsyah mempermasalahkan pelanggaran yang dilakukan KPUD Sarolangun. Pelanggaran tersebut adalah sengaja tidak melengkapi seluruh dokumen hasil penghitungan surat suara berupa dokumen Cl-KWK. "Bahwa seluruh dokumen tersebut tidak diberi stempel KPPS di setiap desa. Hal ini merata di setiap kecamatan. Salah satunya dibuktikan dengan surat yang dibuat oleh Dede Ariesta sebagai Ketua KPPS di TPS 1, Desa Panti, Kecamatan Sarolangun," ujar pemohon perkara Nomor 32/PHP.BUP-XV/2017 tersebut.(NanoTresna Arfana/lul/MK/bh/sya) |