JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang uji materi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sikdiknas) dan Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen), pada Selasa (10/2) siang. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 10/PUU-XIII/2015 dan Nomor 11/PUU-XIII/2015 ini diajukan oleh Fathul Hadie Usman.
Dalam sidang kali ini, Pemohon menyampaikan sudah memperbaiki permohonannya sesuai dengan saran Majelis Hakim Konstitusi dalam sidang sebelumnya. “Untuk permohonan tentang guru dan dosen, serta Sisdiknas, kemarin sarannya banyak yang menyangkut penulisan huruf kapital, sistematika, serta penambahan pasal dan pengurangan pasal tentang hak Mahkamah Konstitusi, sudah kita laksanakan” papar Fathul, dalam sidang acara perbaikan pemohonan di Ruang Sidang Pleno MK
Pemohon juga meyakini bahwa permohonannya bersifat normatif, karena yang dimohonkan adalah norma-norma yang ditafsirkan berbeda oleh Pemerintah. Hal ini terkait dengan ketentuan dalam UU Guru dan Dosen yang membedakan status guru sebagai guru tetap, guru negeri dan guru swasta, yang kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 dinyatakan bahwa yang berhak memperoleh sertifikasi guru hanya guru yang berstatus sebagai guru tetap, baik yang berstatus negeri maupun swasta. Sedangkan guru tidak tetap atau guru kontrak tidak mempunyai hak untuk memperoleh sertifikasi.
Selanjutnya, Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa “guru” juga harus dimaknai “termasuk guru tidak tetap”. “Sehingga kami menganggap bahwa Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 15 ayat (1) juga, serta Pasal 15 ayat (2) ini mohon dinyatakan konstitusional secara bersyarat,” ujar Fathul.
Selain itu, Fathul juga meminta agar ketentuan dalam UU Sisdiknas, yaitu Pasal 14 dan Pasal 49 ayat (2) berlaku secara konstitusional bersyarat. Hal ini dikarenakan adanya kevakuman hukum terhadap status guru kontrak, dimana sebelumnya MK pernah menyatakan bahwa guru kontrak sudah tidak diperbolehkan. “Di sini ada kevakuman hukum, dimana guru kontrak ini sudah tidak diangkat, tidak digaji, tapi melaksanakan tugas. Kami mohon pasal ini juga dimaknai bahwa konstitusional secara bersyarat apabila dimaknai termasuk gaji guru kontrak atau guru bantu,” urai Fathul.
Sebagaimana diketahui, pada sidang sebelumnya Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna sempat menyarankan kepada Pemohon agar lebih memperjelas petitum yang diajukan. Pemohon kemudian menyadari kalau memang petitumnya kurang lengkap.
Di akhir persidangan, Ketua MK Arief Hidayat sempat mengklarifikasi bukti yang diajukan oleh Pemohon. Hal ini dikarenakan adanya pengajuan bukti yang sama dalam dua perkara, tetapi bukti yang disahkan hanya di salah satu perkara, sehingga harus mendapatkan perbaikan. “Bukti yang Saudara ajukan di Perkara Nomor 10 dan Nomor 11 itu sama, ya, sebetulnya, ya. Tapi yang jadi masalah adalah Saudara mengajukan P-1, P-2, P-3, ya? Tapi yang di-leges, yang disahkan hanya satu, ya. Ini harus diperbaiki nanti, ya!” kata Arief.(TriyaIR/mk/bhc/sya) |