JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kasus pemalsuan pompa air di Kampung Bandan, Jakarta Utara terus bergulir. Sejumlah kalangan mendesak, agar kontraktor Rumah Pompa Kampung Bandan dimasukkan ke dalam daftar hitam kontraktor. Tidak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta juga dinilai berhak mengajukan gugatan pidana terhadap kontraktor pompa air tersebut ke pengadilan dengan alasan penipuan.
Majelis Anggota PBHI DKI Jakarta, Hendrik Sirait mengatakan, jika dalam suatu proyek pembangunan fisik, terjadi penyimpangan terhadap kontrak kerja yang dilakukan kontraktor pemenang lelang, tentu pihak kontraktor tersebut telah melakukan wanprestasi. “Karena melakukan wanprestasi, kontraktor itu harus diberikan sanksi. Biasanya sanksi juga tertera dalam kontrak kerja yang telah disepakati,” ujar Hendrik, Rabu (21/12), seperti dukutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta.
Selain sanksi yang diberikan sesuai dengan kontrak kerja, lanjut dia, Pemprov DKI Jakarta selaku pihak yang dirugikan terhadap indikasi pemalsuan pompa air tersebut, bisa memberikan sanksi administrasi. Yaitu, kontraktor harus di-blacklist atau masuk daftar hitam kontraktor. Sehingga selama dua tahun ke depan, tidak diizinkan lagi mengikuti lelang proyek pembangunan apa pun yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta.
“Kalau misalnya dalam dua tahun kemudian saat kontraktor itu sudah mengikuti lelang lagi, terus melakukan kesalahan yang sama lagi atau kembali melakukan wanprestasi. Maka Pemprov DKI berhak untuk mencabut izin kontraktor tersebut dan tidak diperbolehkan sama sekali mengikuti lelang selamanya,” katanya.
Tidak hanya berhenti di situ, ditegaskan Hendrik, diperlukan juga penyelidikan lebih lanjut untuk menelusuri kebenaran dugaan kasus pemalsuan pompa air. Jika ditemukan bukti adanya pemalsuan serta ditemukan adanya dugaan korupsi terhadap pelaksanaan pembangunan rumah pompa tersebut, maka itu sudah bisa dimasukkan dalam tindak pidana. “Para pejabat DKI yang terlibat dalam lelang juga harus diselidiki,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini sudah ditangani penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Mabes Polri. Ada dugaan terjadi korupsi dalam pelaksanaan pembangunan polder oleh Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta tersebut. Kasus ini disebut-sebut merugikan negara hingga Rp 9,7 miliar.
Dalam dokumen lelang tersebut, ditetapkan Starting Methode yang diminta adalah Variable Frekuensi Drive (VFD). Tetapi panitia lelang tetap memenangkan PT Ruhaak Phala Industries (RPI), yang mengajukan Starting Method Soft Starter. Padahal, ada perbedaan harga tinggi antara Starting Methode VFD dengan Starting Methode Soft Starter. Penyimpangan lainnya, diduga ada pengurangan ketebalan pipa yang harusnya 16 mm ternyata hanya 12 mm.
Inspektorat Pemprov DKI Jakarta juga telah melakukan investigasi lapangan ke rumah pompa air tersebut. Hasilnya, ditemukan empat PNS yang diduga mengetahui adanya pompa air palsu, namun tetap menyetujui pembelian pompa air tersebut. Kasus ini diduga melibatkan empat PNS Pemprov DKI.(bjc/irw)
|