JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan perlu dibuat solusi jangka pendek, menengah dan panjang dalam menyelesaikan permasalah di Papua. Salah satu solusi jangka pendek adalah melalui dialog dengan pendekatan hati. Menurutnya, yang dibutuhkan masyarakat Papua saat ini adalah kehadiran negara dan pemerintah yang menyentuh hati mereka sebagai sesama anak bangsa, setelah beberapa waktu lalu sempat terlukai hati dan harga dirinya.
Demikian diungkapkan Bamsoet, sapaan akrabnya, saat menjadi pembicara pada diskusi 'Mencari Solusi Permanen Atas Persoalan Papua', di Menara Kompas, Jakarta, Jumat (6/9). Adapun pembicara lain pada diskusi tersebut yaitu, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang, Staf Khusus Ketua DPR RI bidang Politik dan Keamanan Yorrys Raweyai, dan Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Romo Benny Susetyo serta Farid Husain.
"Presiden Joko Widodo kabarnya akan menyelenggarakan dialog dengan masyarakat Papua. Saya usulkan dialog tersebut menyertakan 7 wilayah budaya terdiri dari Mamta/Tabi, Seireri, Bomberai, Doberai, Meepago, Haanim dan Lapago. Masing-masing wilayah budaya bisa mengirimkan 3 orang wakilnya, ditambah perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP), DPRP Papua dan DPRP Papua Barat, serta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Papua dan Papua Barat. Tak lupa juga tokoh agama, tokoh perempuan, serta tokoh pemuda," ujar Bamsoet
Legislator Dapil Jawa Tegah VII ini menambahkan, dalam jangka menengah perlu ada affirmative action menempatkan putra-putri Papua yang memenuhi syarat untuk mengisi posisi Eselon II dan Eselon I di berbagai pos kementerian/lembaga negara. Begitu juga dalam seleksi TNI/Polri, baik dalam penerimaan Tamtama, Bintara atau Perwira.
"Sehingga semua prasangka buruk tentang perlakukan terhadap masyarakat Papua bisa dikikis. Dengan menduduki jabatan prestige di kementerian/lembaga ataupun TNI/Polri, bukan hanya menjadi kebanggaan bagi yang bersangkutan, melainkan juga bagi keluarga besarnya yang berada di Papua," tambah Bamsoet.
Tak hanya itu, Bamsoet memandang, setelah beroperasi lebih dari 52 tahun dan pemerintah Indonesia menguasai 51 persen saham Freeport, maka sudah waktunya memberikan kesempatan kepada putra-putri Papua menjabat posisi Direktur di PT. Freeport Indonesia. Begitupun dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perlu memberikan kesempatan kepada masyarakat Papua menunjukan kebolehannya.
Berbagai perusahaan yang beroperasi di Papua seharusnya juga diwajibkan mempekerjakan masyarakat Papua. Setidaknya, 80 persen pekerja dari Papua dan 20 persen dari luar wilayah Papua. "Pembatasan migrasi tenaga kerja dari luar Papua perlu dilakukan agar jangan sampai masyarakat Papua terpinggirkan. Padahal berbagai perusahaan tersebut beroperasi di tanah Papua. Maka sudah selayaknya masyarakat Papua yang harus menikmati hasil tambah keekonomiannya," papar Bamsoet.
Solusi jangka panjang, pemanfaatan dana otonomi khusus (Otsus) juga perlu disempurnakan dan diperkuat sehingga bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Papua. Diketahui, dana Otsus yang digelontorkan hingga tahun 2019 mencapai Rp 115 triliun, belum memperlihatkan peningkatan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat Papua. Ini bisa dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua 60,06 di posisi terendah nasional, dan Provinsi Papua Barat 63,74 menempati posisi terendah kedua dibandingkan angka nasional sebesar 71,39.
"Pemerintah pusat hingga daerah dan DPR RI serta semua pihak perlu melihat kembali tujuan dari UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dimana masalah yang hendak diatasi yaitu mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan HAM, percepatan pembangunan ekonomi, serta peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain," jelas Bamsoet.
Alat untuk mencapai tujuan Otsus tersebut, yaitu berupa Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi), Peraturan Daerah Khusus (Perdasus); hingga hadirnya Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP).
"Sejak tahun 2009, DPR RI membentuk tim khusus yang melakukan berbagai kegiatan untuk memantau pelaksanaan UU Otsus Papua. Berbagai rekomendasi untuk pembangunan Papua di jangka panjang sedang disiapkan oleh Tim ini, sehingga bisa membantu pemerintah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua," tandas Bamsoet.
Bamsoet juga menggarisbawahi, kejadian di Surabaya dan Malang beberapa waktu lalu telah menjadi pelajaran besar bagi Bangsa Indonesia. Sebagai sesama anak bangsa, tidak ada yang lebih unggul antara satu dan lainnya. Karenanya tidak ada yang boleh melakukan penghinaan maupun tindakan rasial terhadap siapapun.
"Jika kita ingin Indonesia kuat, maka sebagai sesama anak bangsa kita juga harus saling menguatkan. Jangan ada yang merasa lebih unggul antara satu dengan lainnya. Mari bergandengan tangan, berbuat sebaik mungkin untuk kemajuan bersama, kemajuan Indonesia," pungkas politisi F-Golkar ini.(ann/es/DPR/bh/sya) |