JAKARTA, Berita HUKUM - Pengacara pengadilan nasional asal Texas Amerika Serikat, Jason Webster baru-baru ini mengajukan gugatan atas nama kliennya yang termasuk dalam daftar korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dengan registrasi PK LQP rute Jakarta-Pangkal Pinang, Indonesia.
Diketahui, Lion Air Flight 610 jatuh pada 29 Oktober 2018, tak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta yang akan menuju ke Pangkal Pinang, dan menewaskan semua penumpang 189 orang dan awak pesawat.
Webster mengajukan gugatan (Kasus No. 2018LO12788, diajukan di Pengadilan Sirkuit Cook County, Illinois) atas nama satu keluarga di Amerika Serikat (Penggugat) terhadap Perusahaan Boeing (terdakwa).
Jason mengutarakan, menurut dokumen pengadilan, investigasi ke Boeing 737 MAX 8 melihat ke dalam sistem kontrol penerbangan pesawat yang dirancang untuk mencegah kecelakaan, dan penyelidik terus bekerja untuk menentukan penyebab kecelakaan pesawat.
"Baru-baru ini, Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan Directive Kelaikan Darurat untuk 737 MAX 8. Arahan, AD #: 2018-23-51, ditujukan kepada sistem kontrol penerbangan," kata Jason dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan di Jakarta, Senin (3/11).
"Ini dikeluarkan berdasarkan analisis Boeing bahwa, jika salah satu sensor input salah satu sudut serangan (AOA) yang salah tinggi diterima oleh sistem kontrol penerbangan, ada potensi untuk perintah trim-bawah yang dibuat berulang dari stabilizer horizontal," jelas Jason.
Menurut dokumen pengadilan, pesawat terbang yang dioperasikan oleh PT Lion Mentari Airlines dan diproduksi, dirancang, dipasarkan dan didistribusikan oleh Boeing, menyelam dengan curam dan terjun ke Laut Jawa (Perairan Kerawang) sesaat setelah keberangkatan.
Dokumen pengadilan menyatakan bahwa Boeing 737 Max 8 adalah merek baru dan seharusnya tidak pernah jatuh, sistem kontrol penerbangan malfungsi yang diduga memberikan pembacaan yang sangat berbeda kepada pilot dan co-pilot penerbangan dan kokpit Lion Air kemudian gagal merespon secara tepat data yang bertabrakan dan memicu sistem keamanan otomatis yang menyebabkan pesawat melakukan penyelaman yang curam.
Dokumen pengadilan lebih lanjut menyatakan bahwa data "kotak hitam" yang direkam dari pesawat udara yang diilustrasikan mengilustrasikan bahwa empat penerbangan terakhir pesawat semuanya memiliki masalah indikator kecepatan udara.
Dokumen pengadilan juga menyatakan bahwa Perusahaan Boeing gagal untuk memperingatkan adanya kerusakan fungsi yang dapat terjadi dengan fitur keamanan AOA Sensor Boeing 737 Max 8 yang baru dan gagal untuk memperingatkan potensi risiko dari suatu skenario yang akan membuat pesawat tidak terkendali tanpa masukan yang benar.
"Perusahaan Boeing diduga tidak memberikan peringatan tentang cacat ini dalam manual penerbangan pesawat mereka atau pelatihan apa pun dan tidak memperingatkan publik tentang kecacatan sampai setelah tragedi ini terjadi," ujar Jason.
Pengacara di Law Firm Webster saat ini sedang meninjau klaim yang terkait dengan kecelakaan Penerbangan Lion Air JT-610.
"Orang yang kehilangan orang yang dicintai dalam kecelakaan itu mungkin berhak atas kompensasi yang signifikan," imbuh Jason.(bh/amp)
|