JAKARTA-Government Watch (Gowa) menduga terjadi rekayasa tender pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1 triliun. Kasus ini pun langsung di LSM tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Indikasi korupsi ini juga ditemukan dalam pengadaan barang dengan harga yang digelembungkan (mark up). "Dari investigasi, Gowa mengeluarkan asumsi potensi kerugian negara setidaknya terjadi dari celah mark up harga beberapa perhitungan pengadaan barang yang paling cost intensive," ungkap Direktur Eksekutif Gowa Andi Syahputera kepada wartawan di gedung KPK, Selasa (23/8).
Menurut dia, adapun dugaan mark up dapat terjadi pada kontrak kerja perhitungan harga pengadaan blanko berbasis chip sebesar Rp 16.000 per satuan. Dalam penelusuran GOWA, blangko berbasis chip kapasitas 8kb di pasar domestik dan internasional tidak lebih dari Rp10.000. "Maka asumsi adanya nilai kerugian negara dari mark up harga blangko berbasis chip sebesar lebih dari Rp 1 triliun," imbuhnya.
Selain mark up pada pengadaan blangko berbasis chip, Andi mengemukakan, pihaknya juga menemukan dugaan mark up pada pengadaan Peralatan Data Center Pusat untuk dua paket seharga Rp 4,133 miliar. Ditemukan pula, harga peralatan data center pada pasaran internasional seharga 60.000 dolar AS atau setara dengan Rp 450.000.000. Karena itulah, asumsi adanya kerugian negara dari peralatan ini adalah sebesar Rp 7 miliar.
Gowa, lanjut Andi, melaporkan adanya sindikasi beberapa pihak untuk melakukan rekayasa pada proyek ini. Selain itu, juga telah terjadi tidak kurang dari sebelas penyimpangan, pelanggaran, dan kejanggalan pada proses lelang itu. Rekayasa-rekayasa itu kemudian diklasifikasikan terjadi pada tahapan pralelang, lelang, dan pelaksanaan pekerjaan yang dilelangkan.
"Dalam pra tender sudah ada sindikasi dari beberapa pihak, yakni panitia, pengusaha, dan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS). RKS ini mengarah pada satu merek atau perusahaan. Jelas ini berpotensi mengarahkan sejak awal," ungkapnya.
Pada laporan terhadap KPK ini, Andi mengungkapkan pihaknya juga menyerahkan sejumlah bukti terkait adanya dugaan rekayasa pada pengadaan e-KTP ini. "Buktinya berupa data-data kontrak, penawaran harga dari vendor-vendor, juga kopi email pejabat, tim teknis, dan pengusaha pada saat pratender, termasuk foto-foto kebohongan terhadap publik. Itu semua menunjukkan ada rekayasa memenangkan satu merek dalam pengadaan ini," pungkasnya.
Laporan dugaan rekayasa pada tender pengadaan e-KTP ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya, konsorsium Lintas Peruri Solusi juga mengirimkan surat pengaduan kepada Wakil Ketua KPK bidang pencegahan Mochamad sebulan sebelum pengumuman pemenang tender ini. Namun, surat berisikan adanya dugaan kolusi pada proses tender tersebut belum ditindaklanjuti KPK hingga kini.(mic/irw)
|