JAKARTA, Berita HUKUM - Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin, menilai bahwa perintah pengadilan sudah jelas dan terang-benderang atas sengketa kepengurusan Partai Golkar. Maka sudah jelas pula kepengurusan yang berhak atas kantor pusat partai itu, yakni pimpinan Ketua Umum Aburizal Bakrie.
Perintah pengadilan yang dimaksud ialah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dua vonis hakim pengadilan itu memberikan landasan hukum yang kokoh kepada kepengurusan hasil Musyawarah Nasional di Pekanbaru, Riau, pada 2009, dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie.
Berdasarkan dua putusan itu, kata Irman, kepengurusan kubu Agung Laksono tak berhak menggunakan atau menempati kantor pusat Partai Golkar di Jalan Anggrek Nelly, Slipi, Jakarta Barat.
"Ya, betul, selama semua pihak masih tunduk pada UUD 1945 yang menegaskan Indonesia adalah negara hukum," kata Irman kepada VIVA.co.id pada Kamis, (11/6).
Menurut Irman, kalau kubu Agung Laksono masih menolak meninggalkan kantor itu, berarti mereka membangkang kepada hukum. Sebab tak ada alasan untuk tidak mematuhi perintah pengadilan karena itu setara dengan undang-undang.
Politikus Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie, Tantowi Yahya, berpendapat serupa. Kantor pusat Partai Golkar tak boleh dikuasai segelintir orang, apalagi mereka tak berhak melakukannya, sementara kader lain tidak diberi akses.
"Sesuai putusan sela PN Jakarta Utara, yang menjalankan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) sekarang adalah kepengurusan hasil Munas VIII di Riau. Kepengurusan ini harus berkantor di DPP (kantor pusat Partai Golkar di Jalan Anggrek Nelly, Slipi, Jakarta Barat)," kata Tantowi.
Tantowi berargumentasi, pihak mana pun tidak boleh mengingkari putusan pengadilan itu. "Itu amar putusan PTUN dan PN Jakarta Utara," katanya.
Sementara, Situasi internal Partai Golkar kembali memanas pasca upaya perebutan kantor Dewan Pimpinan Pusat di Jalan Anggrek Nelly, Slipi Jakarta Barat. Padahal, islah sudah dilakukan partai berlambang pohon beringin tersebut.
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, meminta kader untuk tetap tenang. Sempat muncul rencana menggembok kantor DPP, seperti yang dilakukan kubu Munas Ancol.
"Harusnya kemarin kita gembok," kata Bendahara Umum DPP Partai Golkar, Bambang Soesatyo, Kamis (11/6).
Bambang mengatakan, kubu Munas Ancol seolah-olah enggan memberi akses kepada kader Golkar. Sehingga, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga mantan Ketum Golkar, meminta kantor untuk sementara dikosongkan.
"Usul JK agar kantor dikosongkan. Mereka (kubu Munas Ancol) gembok, kita juga gembok," kata Bambang.
Pasca putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 1 Juni 2015 lalu, yang membatalkan kepengurusan Munas Ancol dan mengembalikan kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Riau 2009, persoalan kantor kembali memanas.
Sekjen Idrus Marham meminta kubu Ancol dibawah kepemimpinan Agung Laksono, untuk keluar. Idrus tidak akan melakukan cara kekerasan.(ren/mah/ar/viva/bh/sya) |