JAKARTA, Berita HUKUM - Sumpah Pemuda telah berhasil mempersatukan Bangsa Indonesia. Secara kebetulan, tema peringatan Sumpah Pemuda tahun ini adalah "Berani Bersatu". Hal ini memperlihatkan bahwa semua elemen bangsa harus menyadari jika persatuan butuh dirawat. Persatuan itu masih perlu diteguhkan terus-menerus.
"Dulu, tantangan untuk membangun persatuan adalah perbedaan suku, adat, agama dan bahasa. Namun, dengan visi dan kebesaran hati para pendahulu kita, mereka kemudian berhasil melampaui semua perbedaan tadi, sehingga akhirnya kita bisa dipersatukan menjadi sebuah bangsa," Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon kepada Parlementaria, Sabtu (28/10).
Fadli menilai, tantangan merawat persatuan telah berubah. Tantangan persatuan saat ini adalah ketidakadilan dan ketimpangan. Setiap kali adanya pembiaran terhadap ketidakadilan, baik politik, hukum, ataupun ekonomi, secara tidak disadari itu berimbas pada melonggarnya ikatan persatuan. Menurut studi Amy Chua, sebuah sistem yang hanya dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat memang akan melahirkan konflik dan instabilitas.
"Jadi, kalau dulu problem persatuan kita lebih bersifat kultural, maka kini problemnya menjadi bersifat struktural. Itu sebabnya kita harus memperhatikan isu keadilan dan kesetaraan secara serius, karena pertaruhannya bisa sangat mahal," imbuh politisi F-Gerindra itu.
Masalah ketimpangan, misalnya, bukan hanya semata masalah ekonomi, namun juga bisa mendatangkan masalah bagi persatuan Indonesia. Jika berkaca dari pengalaman masa lalu, bahwa setiap kali jurang ketimpangan ekonomi menganga, maka pada saat itu juga kohesi sosial melemah.
"Setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir, berbagai data menyebutkan jika pertumbuhan ekonomi kita sebenarnya hanya menguntungkan 20 persen warga terkaya saja, di mana 80 persen sisanya, yang mencakup sekitar 205 juta penduduk, tetap tertinggal di belakang. Pertumbuhan pendapatan 10 persen orang terkaya Indonesia tiga kali lipat lebih cepat ketimbang pertumbuhan 40 persen warga termiskin," papar Fadli.
Hal itu yang menyebabkan, dalam rentang 2013 hingga 2015 yang lalu, angka koefisien gini Indonesia mencapai 0,41. Menurut Fadli, itu sebuah rekor ketimpangan tertinggi sepanjang sejarah. Tahun ini, angka koefisien gini turun ke angka 0,39, tapi karena kelas menengah menurun income dan konsumsinya.
"Itu bukan realitas yang bagus. Sehingga, bagi pemerintah tema peringatan Hari Sumpah Pemuda seharusnya bukanlah 'Berani Bersatu', tapi 'Berani Adil' dan 'Berani mengatasi ketimpangan'," tandas Fadli.
Selain itu, tambah politisi dapil Jawa Barat itu, perbedaan suku, agama, ras dan lainnya selalu menjadi kekuatan di tangan pemimpin yang kuat dan adil. Tapi hal itu bisa jadi ancaman di tangan pemimpin yang lemah dan tak adil.(sf,sc/DPR/bh/sya) |