JAKARTA, Berita HUKUM - Rencana DPR dan Pemerintah menyalurkan dana APBN sebesar Rp 700 M kepada partai politik menuai pro dan kontra. Seorang warga Jakarta Barat bernama Pranistara Wiroso menggalang hampir 3.000 orang untuk menolak rencana tersebut.
Pranistara mengerti kesulitan partai politik untuk menghadirkan saksi di setiap TPS dan apabila Saksi terjamin keberadaannya pada setiap TPS, maka kisruh hitungan suara dapat dihindari. Tapi ia lebih menyuarakan penolakan, karena APBN sudah terbebani partai. Bantuan ini rawan korupsi jika tanpa mekanisme yang jelas.
Pranistara menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membatalkan rencana bantuan dana saksi parpol TPS.
Petisinya telah ditandatangani oleh berbagai warga masyakarat. Dari mulai warga di Tangerang Selatan, Jakarta, hingga Ujungberung yang juga ikut serta mengemukakan pendapatnya.
Menurut seorang penandatangan petisi Tifarie Luesas, “Kalau saksi yang memang tepat dan mau berkontribusi untuk pemilu, pasti sukarela. Paling sediakan saja tempat dan makanan ringan. Tidak perlu sampai dibayar. Kebanyakan parpol, sampe minta diawasi segala. (Padahal) banyak bidang lain yang butuh. Contoh pembangunan daerah yang terkena bencana.” ujar Tifarie dalam rilis tertulisnya, Senin (3/2) di Jakarta.
Tokoh pers Abdullah Alamudi yang juga ikut menandatangani petisi mengungkapkan, “Setiap partai bertanggungjawab untuk menyiapkan sendiri saksi-saksinya di TPS. Dana Rp 700 milyar itu bisa digunakan untuk membantu rakyat yang menderita bencana di seluruh Indonesia; membangun waduk atau memperbaiki bantaran sungai-sungai di Jakarta; atau membangun rumah-rumah susun bagi masyarakat yang selama ini selalu dilanda banjir setiap tahun. Jangan bebani rakyat untuk kepentingan partai politik.” ujarnya.
Pendiri Change.org Indonesia Arief Aziz berharap adanya tanggapan serius atas permasalahan yang diangkat oleh Pranistara. Yang jadi dasar tuntutan juga amat masuk akal, yaitu kekhawatiran kisruh penghitungan suara dan kerawanan korupsi atas dana bantuan tersebut jika tanpa mekanisme yang terbuka dan bertanggungjawab. Lebih dari itu, prioritas yang diharapkan oleh para pendukung petisi adalah dana bantuan bagi korban bencana.
Pendanaan partai politik memang problematik. Kesulitan partai menggalang iuran anggotanya telah membuat partai tergantung pada satu dua orang pemodal besar. Kendali partai jadi tidak demokratis karena dikuasai oligarkhi. Hal ini pernah dikemukakan oleh Marcus Mietzner, pengajar ilmu politik di Australian National University saat berbicara di kantor Change.org pertengahan tahun lalu. Reformasi pendanaan partai perlu, sambil memastikan keterbukaan dan batasan pengeluaran dana kampanye partai yang selama ini justru kurang diketahui publik.(rls/bhc/put) |