JAKARTA-Polda Metro Jaya masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), terkait pemeriksaan kasus dugaan korupsi penempatan dana investasi ilegal PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo).
Hal ini dikatakan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Baharudin Djafar kepada wartawan di Jakarta, kamis (11/8). Pernyataannya ini sekaligus membantah kabar yang menyebutkan nahwa polisi telah memegang hasil audit BPKP dan akan segera menetapkan tersangka "Kami masih menunggu audit BPKP. Hari ini BPKP baru melakukan audit,” jelas dia.
Baharudin menjelaskan, surat yang diterima pihak Polda Metro Jaya adalah surat tanggapan dari BPKP atas permintaan Polda Metro Jaya. Jadi, bukan hasil audit tersebut. "Yang kami terima itu adalah surat respon akan mengaudit Askrindo. Itu tanggapan dari surat permohonan kami," tuturnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sudah menerima surat hasil audit BPKP. Pihak penyidik sendiri hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus itu. Padahal, sudah 24 orang saksi, termasuk jajaran direksi Askrindo telah dimintai keterangan penyidik. Polisi berkilah bahwa untuk menetapkan tersangka, penyidik perlu menunggu hasil audit BPKPP yang menjadi dasar penetuan kerugian negara dalam kasus ini.
Dalam ksus ini, PT Askrindo diduga telah menempatkan dana ilegal pada lima lembaga keuangan diperkirakan mencapai Rp 439 miliar yang terdiri dari investasi Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), Repurchase Agreement (Repo), surat utang korporasi, dan surat utang negara (SUN). Beredar kabar potensi kerugian negara mencapai Rp 1 triliun, dengan masuknya dana investasi Askrindo ke dalam 10 Manajer Investasi (MI).
Seperti diketahui, sejak 2005, dana Askrindo diduga disalahgunakan yaitu dengan cara membiayai nasabah korporat dan menjamin PN (Promissory Notes) yang diterbitkan oleh korporat dan bukan UKM. Akibatnya, berbagai kredit tersebut macet dalam jumlah besar.
Sebagai upaya menutupi kerugiannya, Askrindo melakukan window dressing dengan cara seolah-olah melakukan transaksi dengan sejumlah sekuritas berupa investasi dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD) dan repo saham. Namun, transaksi tersebut ditengarai fiktif dan tidak bisa ditagih. Rekayasa keuangan tersebut dilakukan bukan hanya oleh Askrindo tetapi juga MI.
Beberapa lembaga sekuritas atau MI tersebut diantaranya PT Harvestindo Asset Management (transaksi fiktif Rp210 miliar), PT Relliance Asset Management (Rp90 miliar), PT Jakarta Investment (Rp110 miliar), PT Batavia Securities (Rp7,5 miliar). Transaksi fiktif tersebut bisa luput dari pengawasan Bapepam-LK karena juga ada dugaan dukungan ilegal dari salah seorang petinggi lembaga yang berada di bawah Kementerian Keuangan itu.(kpc/biz/ans) |