JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Polda Metro Jaya sangat serius untuk menjerat Apriyani Susanti (29) dengan pasal 338 KUHP tentang dengan sengaja merampas nyawa orang lain dengan ancaman 15 tahun penjara. Upaya ini diperdalam dengan meminta keterangan saksi ahli dari Universitas Indonesia (UI).
“Para pengamat menilai Apriani seharusnya dikenakan pasal pembunuhan, karena mengakibatkan sembilan nyawa melayang. Semua ini masih kami kaji lebih lanjut lagi dan perlu meminta keterangan ahli,” Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Dwi Sigit kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin (30/1).
Menurut dia, meminta keterangan dari ahli itu sangat diperlukan, agar sangkaan terhadap tersangka tida mudah dipatahkan di pengadilan. Hal ini sangat penting untuk mempermudah kerja penuntut umum kejaksaan. “Segala upaya akan kami tempuh untuk memperkuat sangkaan bagi tersangka,” tandasnya.
Pihaknya sendiri, lanjut Sigit, masih terus mengakomodasi keterangan-keterangan dari para petugas yang telah melakukan olah tepat kejadian . Hal tersebut dilakukan demi mendapatkan penjelasan akurat mengenai kejadian sebenarnya dari kecelakaan tersebut. “Kami segera menyelesaikan berkas perkara kasus kecelakaan maut itu dalam beberapa hari ke depan,” papar dia.
Sementara itu, Dirserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol. Nugroho Aji menyatakan bahwa berkas perkara kasus narkoba tersangka Afriyani dan ketiga temannya, yakni Arisendi (34), Deny M (30) dan Adistina (26) sudah hampir rampung. Diharapkan dalam minggu ini akan segera selesai.
Nugroho menjelaskan, berkas keempat tersangka terpisah hanya saja masih dalam satu perkara. Untuk selanjutnya, penyidik akan melakukan rekonstruksi dan resume berkas perkara secepatnya, agar dalam pecan ini berkasnya sudah selesai.
"Penyidikan berlangsung lancar, karena keterangan para tersangka sama semua dengan para saksi di lokasi kejadian. Kasus penyalahgunaan narkoba ini, terpisah dengan berkas perkara kecelakaan atas nama tersangka Apriyani. Berkas itu tersendiri,” jelasnya.
Pada kesempatan ini, Nugroho mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan memeriksa kodisi kejiwaan Afriyani dan ketiga temannya ke RSKO Fatmawati. Hal ini untuk mengetahui, apakah mereka penggunaan aktif narkoba atau bukan. “Hal ini juga penting untuk mengetahui kondisi kejiwaan tersangka Apriyani,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, hasil penelusuran tim terpadu yang melakukan penyelidikan kasus sopir Daihatsu Xenia maut, diperoleh data bahwa kondisi minibus tersebut laik jalan dan rem dalam keadaan baik. Hampir dipastikan insiden ini akibat human error atau kesalahan manusia, yakni sang pengemudi Apriyani Susanti (29). Sebelumnya, pelaku mengklaim rem blong.
Namun, hal itu dibantah berdasarkan hasil investigasi tim gabungan yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum, DLLAJ, PT Astra Motor, PT Jasa Raharja, Tim Puslabfor Polri, Ditlantas Polda Metro Jaya, dan Koorlantas Polri. Hanya saja ban depan sebelah kiri yang bermasalah, karena tekanannya di bawah normal. Normalnya 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Tapi kondisi alur kembang ban masih bagus serta usia ban pun belum terlalu tua. Rem juga tidak rusak, tidak ada yang bocor dan rem berfungsi baik.
Sopir yang mengendarai mobil maut tersebut, salah mengambil keputusan saat akan menginjak rem. Dia justru menginjak gas sehingga laju kendaraan semakin cepat. Tim terpadu sama sekali tidak menemukan adanya bekas rem di jalan. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada pengereman saat kejadian. Laju mobil diperkirakan di atas 90 km per jam.
Tim juga berkesimpulan bahwa penyebab pertama penabrakan itu, karena pelaku Apriyani Susanti (29) kelelahan akibat bergadang semalaman. Dia diduga mengantuk saat mengemudikan kendaraannya. Sedangkan penyebab kedua, dia dalam pengaruh minuman keras dan narkoba. Apriani bersama tiga temannya pada Sabtu malam hingga Minggu pagi mengonsumsi minuman keras dan ekstasi, sehingga saat mengendarai mobil yang disewanya tidak konsentrasi.
Sementara penyebab ketiga, salah mengambil keputusan. Apriyani yang panik karena mobilnya oleng, bukannya menginjak rem tetapi justru malah menginjak gas yang akhirnya kendaraan melaju lebih dari 90 km per jam. Penyebab terakhir, tekanan udara ban depan tidak sama. Ban depan bagian kanan tekanannya normal 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Itulah yang menyebabkan kendaraan oleng ke kiri dan menabrak belasan pejalan kaki.(dbs/irw)
|