JAKARTA, Berita HUKUM - Subdit 5 Renakta Dit Reskrimum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus ekploitasi dan perdagangan anak di bawah umur sebanyak 10 anak. Dari hasil pengungkapan itu polisi menangkap dan menetapkan 6 (enam) tersangka berinisial R alias mami A, T alias mami T, D, TW, A, dan E.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan, masing-masing tersangka memiliki peran yang berbeda dalam mencari dan menjual para korban. Tersangka mami A berperan sebagai pemilik kafe di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara yang dijadikan sebagai lokasi penjualan anak tersebut.
"Dia (mami A) juga memaksa anak-anak berusia di bawah umur untuk berhubungan badan dengan tamu yang datang ke kafe," kata Yusri dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (21/1).
Tersangka berikutnya, lanjut Yusril yakni mami T berperan sebagai mucikari. Ia juga tak jarang memaksa anak-anak berusia di bawah umur untuk berhubungan seksual dengan para tamu.
Dua tersangka lainnya berinisial D dan TW berperan mencari anak-anak di bawah umur melalui media sosial dengan iming-iming tawaran pekerjaan berpenghasilan besar. Setelah itu, keduanya menjual anak-anak tersebut kepada kedua tersangka yang biasa dipanggil mami dengan harga Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta.
Sementara itu, tersangka A dan E, keduanya merupakan anak buah tersangka yang biasa dipanggil mami.
"Mereka (tersangka A dan E) bekerja sebagai cleaning service di kafe tersebut," ungkap Yusri.
Dalam kesempatan sama, Kabag Bin Opsnal Dit Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto menuturkan, dalam sehari para korban (anak dibawah umur) dipaksa untuk melayani 10 lelaki hidung belang. Dan jika korban, tambah Pujiyarto, tidak memenuhi jumlah (layanan) itu, maka mereka akan dikenakan denda.
"Para pelaku sangat sadis karena setiap korban mereka harus melakukan perbuatan itu sehari minimal 10 kali, dan apabila tidak mencapai itu, para korban didenda," ujar Pujiyarto.
Ia menjelaskan, denda yang dikenakan kepada para korban tersebut jika tidak memenuhi target dalam sehari adalah Rp 50 ribu. Denda itu akan dipotong dari upah para korban yang dibayar tiap 2 (dua) bulan sekali.
Selain itu, sambung dia, para korban juga diberikan pil khusus untuk menahan proses menstruasi. Tujuannya agar para korban dapat terus melayani tamu sesuai dengan target yang sudah ditentukan.
"Enggak boleh menstruasi, karena kalau menstruasi akan mengurangi jatah tamunya," tukas Pujiyarto.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP. Dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.(bh/amp) |