JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Polri memastikan tidak ada keterkaitan antara penangkapan tersangka kasus penembakan di Aceh dengan tertangkapnya dua kurir penjual senjata di Langkat, Sumatera Utara (Sumut). Tersangka W (33) dan SA (39) mendapat senjata dari buronan kasus penjualan senjata yang saat ini masih dalam pengejaran.
"Murni jual beli senpi (senjata api) itu, belum terkait penembakan di Aceh. Mereka membeli senjata itu di salah satu daerah di pinggiran Medan. Pesanan atas tersangka DPO yang ada di Aceh Timur, masih dalam pengembangan," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Saud Usman Nasution kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/1).
Seperti diberitakan sebelumnya, polisi menangkap W dan SA saat menggelar razia di jalur lintas Sumatera pada Sabtu (7/1) lalu. Dari tangan pelaku, polisi mendapatkan dua pucuk senjata jenis FN Tanvaglio. Razia senjata ini dilakukan aparat keamanan, setelah dalam satu bulan terakhir di Aceh terjadi beberapa kali penembakan oleh orang tidak dikenal.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan, penembakan misterius di Aceh, diduga sebagai dampak kesenjangan ekonomi antara elit pejuang GAM yang kini menjadi birokrat dengan gerilyawan yang masih eksis di lapangan.
"Setelah perdamaian di Aceh, lahir parpol lokal yang kemudian dilangsungkan Pilkada. Para pejuang GAM, telah menganggap produk Pilkada hanya untuk kemakmuran elite semata. Elite itu adalah mereka yang jadi bupati, gubernur dari mantan GAM. Sementara mantan prajurit GAM di lapangan, masih banyak yang tak punya pekerjaan dan uang,” jelas politisi PDIP ini.
Para gerilyawan GAM yang kecewa akibat tidak terealisasinya komitmen petingginya yang kini menjadi birokrat itu, papar dia, melampiaskan amarahnya dengan mengacaukan keamanan. Sebelum ada perdamaian, sedikitnya ada 2.000 senpi dipegang anggota GAM. Sebagian masih dipegang mereka. Senjata ini yang dibuat mengacaukan Aceh sekarang,” tandasnya.(dbs/bie/rob)
|