Prancis Prancis Rusuh Lagi: 125.000 Demonstran Turun, Toko Dijarah, 1.000 Ditahan 2018-12-10 05:07:27
Kaum pengunjuk rasa bentrok dengan polisi.(Foto: twitter.com)
PRANCIS, Berita HUKUM - Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata di Paris di pekan keempat unjuk rasa anti-pemerintah di seluruh Prancis yang berujung kekerasan.
Otoritas rumah sakit di Paris menyebut, 126 orang terluka di kota itu, tetapi tidak ada yang serius. Setidaknya tiga orang petugas polisi juga terluka.
Diperkirakan 125.000 demonstran turun ke jalanan di seluruh negeri pada Sabtu siang, dan 10.000 di antaranya di Paris, yang juga mencatat kerusakan paling parah akibat bentrokan.
Di ibukota Prancis itu para penjarah menghancurkan etalase-etalase toko, dan membakar sejumlah mobil.
Hampir 90.000 petugas dikerahkan di berbagai kota di Prancis untuk mengantisipasi bentrokan, dan 8.000 di antaranya diterjunkan di Paris, lengkap dengan 12 kendaraan lapis baja.
Gerakan 'rompi kuning' itu awalnya menentang kenaikan pajak bahan bakar tetapi sejumlah menteri mengatakan gerakan itu telah dibajak oleh para pengunjuk rasa dengan ideologi kekerasan. Hak atas fotoAFP
Dalam sebuah pidato televisi Sabtu malam, Perdana Menteri Edouard Philippe mengatakan para 'casseurs' (pembuat onar) masih merajalela.
Dia menyerukan dilanjutkannya dialog antara pemerintah dan demonstran untuk menyelesaikan konflik. "Dialog telah dimulai," katanya. "Sekarang kita perlu membangun kembali persatuan nasional."
Pekan lalu, ratusan orang ditangkap dan puluhan terluka dalam bentrokan di Paris - yang beberapa di antaranya merupakan bentrokan jalanan terburuk di ibukota Prancis selama beberapa dekade.
Apa yang terjadi akhir pekan ini?
Selain Paris, demonstrasi juga berlangsung di berbagai kota lain seperti Lyon, Bordeaux, Toulouse, Marseille, dan Grenoble.
Di beberapa kota lain, berlangsung demonstrasi lain, terkait isu perubahan iklim. Hak atas fotoAFP
Di Paris, terjadi sejumlah bentrokan. Meriam air, gas air mata dan peluru karet digunakan petugas untuk menangani pengunjuk rasa.
Rekaman video menunjukkan seorang demonstran terkena peluru karet di badannya saat berdiri di hadapan sejumlah polisi dengan tangan mengacung terkepal. Setidaknya tiga wartawan juga terkena peluru karet.
Saat malam tiba, para pengunjuk rasa berkumpul di Place de la Republique, sementara polisi dengan perlengkapan lengkap berjaga dalam jumlah besar di Champs-Elysees.
Enam pertandingan sepak bola Ligue 1 Prancis ditunda. Menara Eiffel, Museum Louvre, Musee d'Orsay, dan tujuan wisata lainnya ditutup.
Walikota Anne Hidalgo menerbitkan seruan: "Jagalah Paris pada hari Sabtu ini karena Paris adalah milik semua orang Prancis."Bagaimana unjuk rasa menyebar?
Sentimen anti-pemerintah di Prancis mengilhami unjuk rasa sejenis di negara-negara tetangga. Sekitar 100 orang ditangkap di Brussels. Di ibukota Belgia itu sejumlah demonstan melempari polisi dengan batu pengeras jalan, kembang api, petasan dan berbagai benda lain, lapor kantor berita AP.
Di Belanda, protes berlangsung di luar gedung parlemen di Den Haag, diikuti sekitar 100 peserta. Hak atas fotoAFP
Jurnalis Le Monde, Aline Leclerc, mencuit (dalam bahasa Prancis) bahwa jumlah pengunjuk rasa lebih sedikit dibanding sebelumnya, dan bahwa polisi menggeledah tas mereka dan menyita barang-barang seperti helm dan kacamata pelindung.
Dia mengatakan para demonstran kebanyakan laki-laki berusia antara 20 dan 40 tahun, sementara perempuan dan pria yang lebih tua tampaknya menahan diri untuk tidak terlibat dalam kemungkinan bentrokan kekerasan.
Wartawan BBC Hugh Schofield, di Champs-Elysees, mengatakan pengunjuk rasa mengaku masker mereka, yang digunakan sebagai pelindung terhadap gas air mata, juga disita oleh polisi.
Menurutnya, taktik polisi kali ini adalah menerjunkan petugas yang jauh lebih banyak, menduduki lapangan yang menjadi titik-titik kumpul sejak awal, dan tak ragu dalam bergerak cepat menangkap para demonstran yang melakukan kekerasan. Dan itu berhasil meredam unjuk rasa dan kekerasan sehingga tidak mencapai tingkat seperti pekan lalu. Hak atas fotoAFPImage captionPara pengunjuk rasa berhasil bergerak menjauh dari titik kumpul mereka sekitar Champs-Elysées.
Sekitar 65.000 petugas keamanan dikerahkan di seluruh negeri akhir pekan lalu, tetapi kini ditingkatkan menjadi 89.000, meskipun Menteri Dalam Negeri Christophe Castaner mengatakan jumlah yang ditahan sejauh ini lebih dari peristiwa sebelumnya.
"Kami akan mengupayakan bahwa Sabtu ini akan berlangsung dalam kondisi sebaik mungkin," katanya.
Pasukan keamanan ingin mencegah terulangnya peristiwa akhir pekan, ketika Arc de Triomphe yang monumental di Paris dirusak, polisi diserang dan mobil dijungkir-balikan dan dibakar.
Castaner menegaskan bahwa mereka menerapkan 'toleransi nol' terhadap kekerasan.
Dia mengatakan: "Menurut informasi yang kami miliki, sejumlah orang radikal dan pemberang akan mencoba menggalang diri. Sejumlah orang ultra-kekerasan ingin ambil bagian."
Castaner menambahkan: "Tiga minggu terakhir ini telah lahir suatu monster yang telah meloloskan diri dari penciptanya."
Muncul seruan di media sosial untuk menyerang polisi dan istana Elysee dalam apa yang mereka sebut drama "Babak IV" yang tampak mengerikan.
Seorang anggota parlemen, Benoit Potterie, dikirimi sebutir peluru melalui pos, disertai kata-kata: "Lain kali (peluru ini) akan berada di antara matamu." Hak atas fotoREUTERSImage captionDi beberapa sudut di Paris, situasinya seakan persiapan menghadapi badai topan.
Apa yang terjadi dengan gerakan rompi kuning?
Para pengunjuk rasa 'gilets jaunes '-disebut demikian karena mereka beraksi dengan mengenakan rompi kuning dengan visibilitas tinggi yang wajib ada di setiap kendaraan di Perancis.
Wartawan BBC Lucy Williamson di Paris mengatakan bahwa selama beberapa minggu terakhir, gerakan media sosial itu telah bermetamorfosis dari protes atas harga bahan bakar diesel ke berbagai kepentingan dan tuntutan dengan spektrum luas -tanpa kepemimpinan.
Tujuan utamanya, menyoroti frustrasi atas ekonomi dan ketidakpercayaan politik dari keluarga-keluarga pekerja miskin. Dan isu ini masih memiliki dukungan luas, kata wartawan BBC.
Sebuah jajak pendapat Jumat kemarin menunjukkan penurunan dukungan pada gerakan itu, tetapi masih pada angka 66%.
Pada hari Jumat itu juga, Perdana Menteri Edouard Philippe bertemu dengan perwakilan gerakan itu untuk mencoba memulai dialog.
Tujuh pengunjuk rasa yang hadir menyambutnya. Mereka adalah orang-orang moderat yang mendesak para pengunjuk rasa agar tidak turun ke ibukota.
Salah satunya, Christophe Chalencon, mengatakan dia berharap Presiden Emmanuel Macron akan "berbicara kepada rakyat Perancis sebagai seorang ayah, dengan cinta dan rasa hormat dan bahwa dia akan mengambil keputusan yang berani". Hak atas fotoEPAImage captionKebijakan pendidikan juga jadi sasaran para pengunjuk rasa.
Peringkat kepercayaan terhadap Presiden Macron telah jatuh di tengah krisis. Beberapa kalangan mengkritiknya karena kurang menunjukkan sikap kuat.
Pada hari Jumat, ia mengunjungi barak polisi di pinggiran Paris untuk menunjukkan dukungannya.
Apa tindakan pemerintah?
Pemerintah mengatakan akan membatalkan kenaikan pajak bahan bakar dan tidak akan menaikkan harga listrik dan harga untuk 2019.
Masalahnya adalah bahwa unjuk rasa ini telah merembet ke berbagai masalah lain.
Memenuhi salah satu tuntutan bisa jadi tidak cukup, karena pengunjuk rasa yang lain memiliki kepentingan lain dan tuntutan lain. Sebagian menuntut kenaikan upah, penurunan pajak, pensiun yang lebih baik, persyaratan lebih mudah untuk masuk universitas, dan bahkan pengunduran diri presiden.
Kini bahkan ada yang menyebut Macron sebagai 'presiden bagi orang-orang kaya saja.'(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com