Virus Corona Presiden Jokowi Melarang Pemerintah Daerah Menetapkan Status 'Lockdown' 2020-03-17 04:35:03
Sejumlah petugas Palang Merah Indonesia menyemprotkan cairan disinfektan di Monumen Nasional, Jakarta.(Foto: AFP/GETTY IMAGES)
JAKARTA, Berita HUKUM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang pemerintah daerah menetapkan status 'lockdown' sebagai langkah pengendalian covid-19.
"Saya tegaskan yang pertama bahwa kebijakan lockdown baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh pemerintah daerah," kata Presiden Jokowi di Istana Presiden, Senin (16/3).
Pemerintah, menurutnya, tidak memiliki opsi lockdown untuk pengendalian Covid-19. "Sampai saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown," tambahnya.
Presiden Jokowi juga menegaskan setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah terkait dengan pengendalian Covid-19, harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
"Saya minta pada daerah untuk berkonsultasi membahasnya dengan Kementerian terkait dan Satgas pengendalian Covid-19," tambah Jokowi.
Selain itu, Presiden Jokowi juga merespons operasional transportasi publik.
Pada Senin (16/3) pagi di Jakarta dan sekitarnya, transportasi publik seperti Transjakarta, LRT dan MRT mengalami antrean panjang. Sebab, armada dan waktu operasinya dibatasi.
"Transportasi publik harus disediakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dengan catatan meningkatkan tingkat kebersihan moda transportasi tersebut, baik kereta api bus kota, MRT, LRT, Bus Trans, yang penting bisa mengurangi tingkat krumunan," tambah Jokowi.
Sebelumnya, sejumlah kepala daerah mengambil inisiatif untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk mengendalikan penyebaran virus corona. Di antaranya proses belajar mengajar di rumah, dan bekerja dari rumah, termasuk menutup pusat keramaian seperti museum dan tempat wisata.
Langkah ini diambil di antaranya oleh Pemprov Jawa Barat, Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Solo.
Sehari sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyerukan pentingnya membatasi jarak sosial atau "social distancing" di tengah lonjakan kasus infeksi virus corona di Indonesia. Kasus positif virus corona telah mencapai angka 117 pada Minggu (15/3).
"Kesehatan rakyat nomor satu. Yang paling penting saat ini social distancing: bagaimana kita jaga jarak (..) kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah," kata Jokowi kepada media pada Minggu (15/3).
"Inilah saatnya bekerja bersama-sama. Kita ingin ini menjadi sebuah gerakan masyarakat agar masalah ini bisa tertangani dengan maksimal."
Jokowi juga memberikan wewenang untuk menetapkan status kedaruratan suatu wilayah pada kepala daerah.
"Sebagian negara besar dan negara kepulauan, tingkat penyebaran Covid-19 ini derajatnya bervariasi antara daerah satu dengan yang lain. Oleh karena itu saya minta kepada seluruh gubernur, bupati, walikota untuk terus memonitor kondisi daerah dan terus berkonsultasi dengan pakar medis dalam menelaah setiap situasi yang ada.
"Setiap daerah bisa menentukan status daerahnya. Siaga darurat atau tanggap darurat bencana non alam," katanya di Istana Bogor.
Sebelumnya, WHO meminta Indonesia untuk menerapkan sejumlah langkah termasuk menetapkan status darurat nasional di tengah meningkatnya infeksi virus corona.
Hingga Minggu (15/03), sebanyak 117 orang dinyatakan positif virus corona, atau bertambah 21 kasus baru dari sehari sebelumnya.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto, mengatakan virus ini terpantau sudah menyebar ke seluruh daerah di Indonesia.
"Kalau kita lihat sebarannya, sekarang sudah melebar. Jakarta, Jawa Barat, Tangerang. Kemudian di Jawa Tengah kita sudah dapat kasus di Solo dan Yogyakarta," ujar Ahmad Yurianto dalam konferensi pers, Sabtu (14/03) siang.
"Di Bali, Manado, Pontianak dan di beberapa tempat lain yang sekarang kita sedang tracing karena kita belum menemukan posisi yang sebenarnya di mana," lanjutnya.
Oleh sebab itu, menurut Yuri, pemerintah akan "mewaspadai, bahkan meningkatkan" upaya pelacakan, atau tracing, "lebih keras lagi".
"Ini menjadi penting di dalam konteks perubahan respons setelah WHO mengatakan bahwa ini adalah pandemi global," kata dia.
Dalam surat kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 10 Maret, Direktur Jenderal WHO Thedros Adhanom, meminta Indonesia melakukan sejumlah langkah termasuk, "meningkatkan tanggapan darurat termasuk pernyataan status darurat nasional.
"Sayangnya, kami melihat kasus-kasus yang tak terdeteksi atau pendeteksian yang lemah pada tahap awal wabah yang menghasilkan peningkatan signifikan dalam jumlah kasus dan kematian di beberapa negara," tulis Adhanom tanpa merinci negara-negara yang dimaksud.
"Di daerah di mana terjadi penularan lokal yang tak terdeteksi atau pendeteksiannya lemah, WHO sangat menyarankan langkah-langkah ini."
Melalui Twitter, Adhanom mengatakan telah melakukan kontak telepon dengan Presiden Jokowi dan menyatakan kedua belah pihak "sepakat untuk meningkatkan kerja sama" dalam menangani Covid-19.
Juru bicara presiden Fadjroel Rachman mengatakan Indonesia telah melakukan sejumlah langkah seperti yang tercantum di dalam surat itu. Namun tidak merinci apakah Indonesia akan menetapkan kondisi darurat nasional.
"Pemerintah menerbitkan Keppres No.7/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk menajamkan kemampuan koordinasi pemerintah dalam menangani covid-19 ini, selain Surat Edaran Menkes No HK.02.01/Menkes/199/2020 tentang komunikasi penanganan Covid-19 yg berisi lima protokol serta panduan koordinasi pemerintah pusat dan daerah," kata Fadjroel.
Sejumlah poin lain yang diminta WHO dilakukan Indonesia termasuk:
Mendidik dan secara aktif berkomunikasi kepada masyarakat melalui saluran komunikasi dan hubungan masyarakat yang layak
Mengintensifkan penemuan kasus, pelacakan kontak, pengawasan, karantina kontak dan isolasi kasus (yang positif)
Memperluas pengawasan Covid-19 menggunakan sistem pengawasan penyakit pernapasan yang ada dan pengawasan berdasarkan rumah sakit (hospital-based surveillance)
Melakukan tes suspect berdasarkan definisi WHO, baik kontak maupun pasien yang sudah dipastikan, mengetes pasien yang teridentifikasi melalui pengawasan penyakit pernapasan
Status bencana non-alam
Menindaklanjuti permintaan WHO, pemerintah Indonesia membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, pada Sabtu (14/3).
Gugus tugas itu dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo yang menyebut bahwa stasus wabah virus corona saat ini adalah "bencana non-alam".
"Virus ini sudah dikategorikan pandemi global maka statusnya adalah bencana non-alam," jelasnya.
Percepatan yang dilakukan, kata Doni, adalah dengan menerapkan manajemen penanggulangan bencana yang memberikan akses yang lebih luas dan mudah dalam pengerahan sumber daya secara terencana dan terpadu, sesuai UU Nomor 24 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana.
Dia mengatakan pemerintah daerah dapat membentuk gugus tugas dengan rekomendasi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
"Aksi nyata yang akan dilakukan adalah memperbanyak tempat pengetasan, perbanyak tool kits, memperbanyak tenaga medis serta relawan medis," kata dia.
Amerika Serikat tetapkan kondisi darurat
Di tengah meningkatnya infeksi virus corona, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menyatakan darurat nasional untuk membantu menangani wabah virus corona yang terus meningkat.
Pengumuman - "dua kata yang sangat besar", menurut Trump - memungkinkan pemerintah federal untuk menambahkan US$50 miliar, atau sekitar Rp732 triliiun dalam dana bantuan darurat.
Langkah ini melonggarkan peraturan tentang penyediaan layanan kesehatan dan dapat mempercepat pengujian - langkah yang telah dikritik secara luas karena dianggap terlalu lambat.
Hingga kini ada 1.701 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di AS, dan setidaknya menyebabkan 40 kematian.
"Delapan minggu ke depan sangat penting," kata Trump.
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com