JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menegur Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo untuk tidak menggunakan kekerasan dalam pembubaran pengunjuk rasa. Hal ini terkait dengan perebutan jembatan penyeberangan kapal feri, Sape, Lambu, Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (24/12) lalu, yang menewaskan sejumlah warga.
Presiden SBY juga menginstruksikan Kapolri untuk mengusut tuntas aksi kekerasan aparat kepolisian yang menimbulkan korban jiwa tersebut. Jika ada yang melanggar hukum, termasuk dari pihak Polri harus diproses secara hukum.
"Presiden SBY sudah tegur Kapolri dan meinta siapa pun harus ditangkap untuk kemudian diproses atau diadili. Siapapun dia yang berada di balik peristiwa yang mengakibatkan korban jiwa, termasuk aparat kepolisian," kata juru bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (27/12).
Presiden SBY juga menegaskan, lanjut dia, akan meminta pertanggungjawaban Kapolri terkait insiden di Sape itu. Jika terbukti ada tindakan aparat di luar prosedur, Kapolri akan diminta keterangan. Oknum yang menyalahi aturan harus diberikan sanksi yang sesuai. "Jadi artinya kalau benar bahwa tindakan itu dilakukan di luar SOP, maka tanpa kecuali itu akan diproses," papar Julian.
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah menyatakan bahwa Timur Pardopo pantas dicopot dari jabatan Kapolri tersebut. Bahkan, posisi Polri juga perlu diubah, agar berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinasi Polhukam langsung.
Sedangkan Presiden SBY harus segera mengambil sikap atas keledoran Kapolri dalam mengawasi kinerja jajarannta. Jika tidak segera mengganti Timur Pradopo, citra Polri dikhawatirkan semakin buruk. “Ganti Timur dengan jenderal polisi yang lebih memiliki sense of crisis dan visioner. Inti masalah ketidakprofesional Polri ada pada leadership. Presiden harus segera mengganti Kapolri,” ujar Basarah.
Menurut dia, sejak dilantik Oktober 2010 sampai penghujung 2011, berbagai kerusuhan dan konflik berdarah terjadi di berbagai daerah. Kasus terbaru terjadi di Sape yang menimbulkan korban jiwa. Aparat menembaki warga yang protes terhadap tuntutan penghentia penambangan emas.
“Penunjukan Timur terlalu dipaksakan. Ia naik pangkat dari bintang dua menjadi bintang empat hanya dalam waktu sekitar sebulan. Bahkan, saat menjadi Kapolda Metro Jaya, banyak kasus kekerasan terjadi. Di antaranya bentrokan berdarah di PN Jakarta Selatan. Terbukti, dia tak punya visi membawa Polri ke arah yang lebih baik dan sebagai pelindung rakyat,” tandas Basarah.
Setelah itu, Timur naik (bintang tiga) menjadi kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Mabes Polri. Jabatan tersebut tidak lama dipegangnya karena dipilih menjadi Kapolri. Sejak dilantik Oktober 2010 lau, kerusuhan dan konflik terjadi di berbagai daerah.
Satu di antaranya adalah konflik antara warga Timika dengan perusahaan tambang PT Freeport Indonesia di Papua yang merengut banyak nyawa. Di Sumatra, juga terjadi konflik berdarah antara warga Mesuji dengan perusahaan perkebunan sawit. Selain itu, juga pembakaran rumah dan pengusiran warga adat Pekasa di Sumbawa, NTB. Hal ini juga akibat konflik rebutan lahan.(inc/wmr/rob)
|