JAKARTA, Berita HUKUM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meluncurkan program hunian DP 0 Rupiah "Samawa" yang merupakan akronim dari Solusi Rumah Warga di Klapa Village, Jl Haji Naman, Kelurahan Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Pada tahap awal, hunian DP 0 Rupiah di Klapa Village terdapat 420 unit tipe 21 yang dijual seharga Rp 184.800.000 hingga Rp 213.400.000. Sementara, 380 unit tipe 36 dipasarkan dengan harga Rp 304.920.000 sampai Rp 310.000.000.
Anies mengatakan, program DP 0 Rupiah merupakan kepedulian Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk memberikan keadilan bagi seluruh warganya agar bisa memiliki hunian.
"Pemprov DKI memfasilitasi pembiayaan, warga tinggal langsung mencicil. Keterbatasan masyarakat yang selama ini kesulitan membayar uang muka kita atasi," ujarnya, Jumat (12/10) lalu.
Anies menjelaskan, Klapa Village menjadi lokasi pertama berjalannya program DP 0 Rupiah, sebelum nantinya akan dikembangkan di wilayah-wilayah lain di Jakarta.
"Ada 51,7 persen warga Jakarta yang belum memiliki rumah sendiri. Untuk kita hadir memberikan solusi," terangnya.
Anies menambahkan, melalui peluncuran tersebut diharapkan dapat mendorong berbagai pihak, baik BUMD maupun swasta untuk juga menghadirkan kepemilikan rumah dengan skema pembiayaan yang memberikan keringanan.
"Tujuan akhirnya adalah kita ingin kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat," tandasnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut program hunian Samawa DP Nol Rupiah atau Rumah Tanpa DP (down payment atau uang muka) ditujukan untuk warga ekonomi menengah bergaji Rp 4 juta hingga Rp 7 juta per bulan. Ia mengatakan itu sebagai tanggapan atas kritik yang menyebut program itu tidak berpihak kepada rakyat miskin.
Anies menerangkan hal tersebut karena memang menggunakan skema perbankan. Dalam skema itu, ada proporsi di mana tidak boleh semua penghasilan dipakai untuk menyicil. "Karena ada batas maksimalnya, di mana persentase penghasilan tidak boleh lebih besar dipakai untuk menyicil," kata Anies di Jakarta, Rabu (17/10).
Anies menyebut skema perbankan tersebut mengharuskan tidak lebih dari 30 persen penghasilannya dipakai untuk menyicil sebagai antisipasi agar uangnya tidak habis. Karena itu, syarat upah Rp 4 juta-Rp 7 juta diperlukan untuk memenuhi aturan yang telah sesuai dengan skema perbankan.
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan ini, apabila warga memiliki penghasilan di bawah UMP Jakarta maka harus mengikuti skema sewa di rusunawa untuk tempat tinggal. Saat ini, UMP DKI berada pada angka Rp 3.648.035 dan akan ditambah 8,03 persen pada 2019.
"Mereka menyewa, nanti setelah digunakan selama 20 tahun rumah susun itu bisa menjadi miliknya. Statusnya sewa beli. Jadi program ini memang bisa menggunakan fasilitas perbankan," kata dia.
Anies mengatakan skema ini lebih baik. Ia juga tidak ingin membiarkan mereka hidup tidak layak karena harus menyicil rumah tiap bulan. "Lebih baik mereka sewa dengan harga yang murah tetapi punya kepastian bila membayar dengan baik, merawat rumah dengan baik, maka setelah 20 tahun bisa memiliki," ujar Anies.
Pemprov DKI telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 104 Tahun 2018 tentang Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Dalam aturan itu, warga bisa memiliki hunian DP Nol Rupiah jika telah menghuni selama 20 tahun.
Kritik bahwa hunian DP Nol Rupiah tidak diperuntukkan bagi warga miskin dilontarkan berbagai pihak. Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menilai tidak ada keberpihakan kepada warga miskin dalam program Rumah Tanpa DP.
"Sekarang ini tidak ada perumahan untuk warga miskin. Program Rumah DP Nol Rupiah hanya melayani warga kelas menengah," kata Gembong Warsono, Senin (15/10).
Menurut Gembong, Program Rumah DP Nol Rupiah jelas bukan untuk warga miskin. Program ini diperuntukkan bagi warga DKI berpenghasilan Rp 4 juta hingga Rp 7 juta per bulan. Biaya cicilan minimum Rp 2 juta per bulan.
Di tengah polemik tersebut, kata Gembong, terjadi blunder dalam program pembangunan rumah untuk rakyat. Hal ini ditunjukkan dengan pembatalan pembangunan tiga rumah susun, yakni Rusun Jalan Inspeksi BKT di Kelurahan Ujung Menteng senilai Rp 361 miliar, Rusun PIK Pulogadung sebesar Rp 188 miliar, dan revitalisasi pembangunan Rusun Karang Anyar di Jakarta Pusat senilai Rp 162 miliar.
Anggaran untuk ketiga rumah susun tersebut, yang total lebih dari Rp 710 miliar, dialihkan untuk menalangi 20 persen uang muka Rumah DP Nol Rupiah. Sisanya, dianggarkan untuk pembiayaan kredit rumah murah dan pembebasan lahan, yang menurut PDIP belum terproyeksi dengan jelas pelaksanaannya.
Di sisi lain, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Pemerintah Daerah Pasal 5 Ayat 1 menyebutkan, pemerintah daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Dalam ayat 2 diterangkan bahwa pendapatan daerah (dalam APBD) atau aset milik daerah tidak bisa dijadikan jaminan pinjaman.
"Artinya, ini sangat rawan menjadi temuan BPK karena berpotensi menimbulkan kerugian negara," ujar Gembong.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Tri Sakti Trubus Rahardiansah menilai payung hukum yang ada bagi program rumah DP Nol Rupiah atau Samawa yaitu Pergub 104/2018 perlu diganti dengan Perda. Sebab, program Samawa bersifat jangka panjang.
Demikian pula sasarannya harus jelas. Sebab, masyarakat berpenghasilan rendah memiliki tingkat pekerjaan dan penghasilan yang berbeda beda, sehingga konsumen rumah DP Nol Rupiah bisa tepat sasaran.(dbs/beritajakarta/republika/bh/sya) |