JAKARTA, Berita HUKUM - Acara diskusi Refleksi dan Evaluasi Penegakkan Hukum dan HAM 2012 dilangsungkan di Gedung pusat Partai Persatuan Pembangunan PPP, diruang Aula Idham Chalid lantai 3, dewan pimpinan pusat partai yang menyelenggarakan, Rabu (26/12).
Dalam pembukaan refleksi Penegakkan Hukum dan HAM 2012, Nourouhmuri, Sekjen DPP PPP, dibuka dengan kata sambutan bahwa, "tahun depan penegakkan hukum tidak boleh kendur, kita harus semakin tegas dan berani. Dan atas nama Dewan Pimpinan Pusat partai, saya ucapkan terima kasih kepada para Nara sumber yang berkenan Hadir," ujarnya.
Acara ini dihadiri narasumber, yaitu Ketua MK Mahfud MD, Lukaman H. Saifudin Wakil ketua MPR RI, Munarman Panglima Laskar Umat Islam, dan Ifdham Kasim mantan Ketua Komnas HAM.
Mahfud MD mengatakan penting refleksi ini, persoalan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia merupakan persoalan Penegakkan Hukum, ekonomi yang tidak ada kepastian hukum juga jadi masalah. Bila kita ingin lebih baik, kedepan Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kedepan, bukan mencari konsep untuk pembangunan, yang penting penegakkan hukum harus tegak dengan baik.
Tentang penegakkan Hak Azasi Manusia (HAM), positifnya aturan main instrumen Hak azasi manusia sudah hampir semua masuk dalam perundang-undangan bangsa Indonesia, tidak ada lagi saat ini pelanggaran HAM berat. Sejak zaman reformasi, tidak ada pelanggaran HAM yang terstruktur yang dilakukan oleh negara terhadap masyarakat.
"Bahkan saat ini, pelanggaran HAM dari masyarakat terhadap satu kelompok masyarakat lainnya, yang lokal dari aparat terhadap rakyat, sifat lokal, dan itu bukan pelangaran HAM berat," jelas Mahfud.
"Telah terjadi intoleransi pengusiran terhadap kelompok Syiah, Parung, kasus Bogor, itu skala sangat kecil dibanding jumlah penduduk Indonesia," pungkas Mahfud MD.
Sementara Munarman mengatakan pandangan Hukumnya di tahun 2012 bahwa, "aparat Kepolisian kita Densus 88 mempunyai agenda politik Internasional dalam penanganan terorisme, hal Sipil, Politik, dan terduga tidak bebas menggunakan Pengacara yang diminta Densus, dengan ganjaran dapat melihat terdakwa dan dapat uang saku bila melihat terdakwa kasus korupsi," ujar Munarman.
Sementara, Ifdal Kasim menilai pandangan Penegakkan Hukum dan HAM di tahun 2012, pembunuhan yang dilegalkan oleh aparat Densus, apakah penembakan yang dilakukan itu benar dari segi Hukum?. Penembakan yang dilakukan masih diduga sebagai teroris, hampir semua tidak menggunakan protap didalam kepolisian.
Contoh kasus kejadian di Solo, di tempat lain mereka korban itu tidak dalam posisi melakukan perlawanan, dan hampir semua itu tidak relevan seperti Ustad Ghozali di Tanjung Balai, mereka tidak sedang malakukan perlawanan, saat itu mereka sedang sholat, ini merupakan dilema dalam Hak Konstitusi, dan ini gejala yang sangat menonjol dan bagaimana kita rubah ini agar ada pertanggungjawaban dilakukan oleh oprasi-operasi seperti ini, agar tidak terjadi lagi kasus pembunuhan dan dapat dipertangungjawabkan lebih jelas.(bhc/put) |