JAKARTA, Berita HUKUM - Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli mengajak rakyat untuk menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, menurut dia, masih banyak cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk menyelamatkan APBN tanpa harus menaikkan harga BBM.
“Kok salah kebijakan atau langkah dalam bidang listrik dan energi rakyat yang harus tanggung? Tolong belajar kepemimpinan dari DanJen Kopasus. Mari kita tolak kenaikan BBM kecuali SBY berani sikat mafia migas yang suka setor ke Istana Hitam dan bangun Kilang BBM dalam 2 tahun,” tulis Rizal dalam dalam kultwit beralamat @chirpstory, beberapa waktu lalu.
Menurutnya lagi, salah satu langkah yang harus dilakukan pemerintah sebelum menaikkan harga BBM adalah menyikat mafia migas yang selama ini membuat biaya BBM tinggi. Para mafia migas ini memperoleh banyak sekali keuntungan dari bisnis migas yang tidak transparan. Jangan lupa, lanjut Rizal Ramli, 63 juta pengguna sepeda motor yang jelas-jelas rakyat menengah bawah memakai BBM. Ini alasan kuat untuk menyikat mafia migas yang suka menyetor ke Istana Hitam.
“Di kalangan bisnis migas, dikenal Mr two dollar. Mereka memperoleh fee sedikitnya US$2/barel dari minyak mentah (400.000 barel/hari) dan minyak jadi yang diimpor (500.000 barrel). Fee US$2/barel ini ketika harga minyak masih sekitar USD60/barel. Kini, setelah harganya di atas USD 90/barel, keuntungannya lebih besar. Mereka bisa mengantongi keuntungan nyaris Rp 10 trilliun dari impor BBM. Jadi, sikat dulu mafia migas, sebelum bicara kenaikan harga BBM,” papar Rizal yang juga Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini.
Sejatinya soal mafia migas ini sudah jadi bisik-bisik nasional. Selain DR. Rizal Ramli, sejumlah tokoh lain juga sering menyinggung soal ini. Pakar perminyakan DR. Kurtubi, misalnya. Dia juga mengecam dominasi mafia migas yang membuat harga BBM di dalam negeri jadi tinggi. Bahkan Tempo.co pernah menulis mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin menyerahkan US$5 juta kepada Ani Yudhoyono yang disebutnya sebagai setoran dari Pertamina.
Terkait soal ini, Rizal Ramli mempertanyakan moralitas mereka yang berencana menaikkan harga BBM, tapi diam-diam menerima setoran dari mafia migas.
Masalah utama lainnya seputar migas adalah produksi yang terus-menerus turun. Di sisi lain, cost recovery-nya justru naik terus. Padahal, dulu lifting minyak Indonesia pernah mencapai 1,5 juta barel per hari. Kini, produksi itu hanya berkisar di 900.000 barel per hari. Tentu ada yang tidak beres di sini. Kurtubi bahkan menyebut kebijakan perminyakan Indonesia sebagai yang terburuk di Asia Pasifik. Padahal cadangan minyak kita yang terbukti masih besar. Jika produksi bisa dinaikkan, tentu impor akan bisa ditekan hingga tingkat minimal.(bhc/jrn/wsr)
|