Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Rupiah
Rupiah Mengkhawatirkan, Indonesia Alami Defisit Ganda
2018-09-05 14:00:20
 

Ilustrasi. Rupiah.. Red Line.(Foto: twitter)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Nilai tukar rupiah kian mengkhawatirkan karena jatuh pada level terendah sejak krisis ekonomi 1998, yaitu nyaris Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Saat yang sama Indonesia pun mengalami defisit ganda berupa defisit perdagangan dan defisit fiskal.

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya kepada Parlementaria, Rabu (5/9) mengungkapkan, nilai tukar rupiah sudah turun 8,7 persen sejak awal reformasi. Padahal Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga sebesar 125 basis points sejak bulan Mei. Intervensi BI akhirnya membuat cadangan devisa turun 10,5 persen menjadi 111,9 miliar dolar AS.

"Penguatan dolar AS menimbulkan kekhawatiran terhadap kemampuan Indonesia membayar utang dalam dolar. Sementara kerawanan rupiah juga dipicu oleh melemahnya ekspor dan tingginya pertumbuhan utang untuk membiayai defisit," jelas Anggota F-Gerindra DPR RI ini. Di sisi lain, utang Indonesia sudah mencapai 34 persen dari PDB dan defisit neraca berjalan sudah sebesar 8 miliar dolar AS sampai bulan Juli 2018 ini.

"Tekanan terhadap nilai tukar rupiah utamanya disebabkan kebijakan pemerintah yang kurang realistis sehingga timbul double deficit, trade deficit dan financial deficit," tambah Heri. Banyak persoalan pelik lainnya yang disampaikan Heri menyangkut kondisi ekonomi mutakhir yang membebani Indonesia. Misalnya, subsidi BBM semakin tinggi, membanjirnya impor, pembiayaan infrastruktur dalam mata uang asing, dan defisit APBN yang dibiayai utang.

Lebih jauh mantan Wakil Ketua Komisi VI ini memaparkan, defisit fiskal pernah mencapai level tertinggi pada kwartal III 2015 (6 persen) dan kwartal I 2016 (4,3 persen). Namun, saat itu private sector masih surplus. Sementara saat ini private sector balance dan belum bisa kembali ke level sebelum 2011. "Pemerintah perlu menyesuaikan belanja negara secara lebih tepat sasaran, bila perlu di kwartal III atau IV fiscal balance bisa surplus untuk menjaga CA, defisit terkendali," harapnya.(mh/sf/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Rupiah
 
  Efektivitas Peluncuran Uang Kertas Pecahan Rp 75 Ribu Edisi Khusus Dipertanyakan
  Rupiah Terus Anjlok, Defisit Anggaran Melebar dan Kasus Corona Bertambah
  Tekapar 127 Poin, Rupiah Menjadi Mata Uang Paling Lemah di Asia
  Kritik dan Tertawai Cetak Uang Braille, TKN Jokowi - Ma'ruf Sangat Below Standar Pengetahuan
  IPI: Ada 2 Faktor Penyebab Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2