JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sidang perkara tewasnya nasabah Citibank, Irzen Octa kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (20/12). Sejumlah saksi dari PT Taketama Star Mandiri (PT TSM) dan dua saksi lainnya merupakan kasir Citibank.
Mereka dihadirkan penuntut umum untuk dimintai keterangannya dalam perkara dengan para terdakwa debt collector bank asing yang beroperasi di Indonesia itu. Para terdakwa itu adalah Boy Yanto Tambunan, Humisar Silalahi, Arief Lukman, Henry Waslinton dan Donald Harris Bakara. Para terdakwa ini dinilai merampas kemerdekaan yang menyebabkan kematian korban Irzen Okta.
Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Subyantoro itu, diwarnai dengan pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh dua orang saksi. Mereka adalah Nur Apriliani mantan kasir Citibank dan Rosdiana juga kasir Citibank.
Menurut saksi Apriliani, keterangan yang tertuang di BAP bukanlah pernyataan dirinya melainkan rekan sekerjanya, Rosdiana. Penyidik,hanya mengcopy-paste keterangan Rosdiana. Polisi hanya tanya identitas saja. Jawaban banyak itu copy-paste dari Rosdiana. Alasannya, kerjaan April sama dengan Diana.
Namun, majelis hakim ragu atas pernyataan Apriliani. "Apakah penyidik selama pemeriksaan tidak mengajukan pertanyaan?" tanya Didiek. "Hanya ngobrol biasa, Pak," jawab Apriliani. Saksi pun sempat protes kepada penyidik terhadap keteranganya di BAP. Tetapi penyidik langsung meminta tandatangannya. "Dia bilang biar cepat sudah tanda tangan saja. Karena dia bilang kalau mau protes di sidang aja," ujarnya.
Apriliani pun menyatakan kesaksiannya sebenarnya. Menurut dia, saat itu Irzen Octa berada dalam ruangan Cleo kantor Citibank pada 29 Maret 2011. Ruang tersebut berada di samping meja kerja Apriliani. Dirinya tidak mendengar suara apa pun, karena sedang mendengarkan pemutar lagu MP3. Dirinya sengaja melakukan itu, karena kerap mendengar suara gaduh tiap akhir bulan.
Pada pukul 12.20 WIB, Apriliani mengaku keluar ruangan dan melewati ruangan tempat Irzen Octa duduk. Lalu, ia melihat korban dalam posisi duduk melalui celah kaca di pintu. Berselang 10 menit kemudian, Apriliani mengaku Irzen sudah tiduran di lantai. “Hanya kaki saja saya lihat. Kepalanya tidak saya lihat,” ujar dia.
Sedangkan saksi lainnya, Rosdiana juga mencabut BAP. Alasannya tidak pernah membaca keterangan sebelum menandatanginya. Dirinya pun tidak diberikan pertanyaan oleh penyidik saat dimintai keterangan di Polres Jakarta Selatan. “Saya hanya diajak bercanda, tapi tahu-tahunya sudah jadi dan diminta tanda tangan," tandas dia.
Dalam dakwaan sebelumnya, JPU menyebutkan bahwa peristiwa itu berawal saat korban Irzen Okta mendatangi kantor Citibank Gedung Menara Jamsostek pada 29 Maret 2011. Kedatangan Irzen Okta untuk menemui Boy Tambunan. Korban datang untuk menyelesaikan tunggakan sekaligus komplain atas meningkatnya jumlah tagihan kartu kreditnya itu.
Lalu, Boy meminta terdakwa Arief Lukman yang bersama Henry Waslinton dan Donalda Harris Bakara menemui Irzen Okta di Ruang Cleo. Ketiganya mengintimidasi Irzen dengan memukul-mukul meja dan menunjukkan jari ke arah korban, agar melunasi hutang sebesar Rp 100.515.663. Korban dipaksa untuk membayar serta melunasi tunggakan hutang kartu seluruhnya yang ternyata bukan 10%, sebagaimana dijanjikan sebelumnya.
Korban meminta izin untuk keluar dari ruangan itu untuk buang air. Namun dicegah para terdakwa. Perbuatan para terdakwa ini telah dengan sengaja merampas kemerdekaan korban Irzen Okta dengan cara melarang keluar ruangan. Irzen Okta mengeluh sakit kepala sampai akhirnya jatuh ke lantai dan meninggal dunia.
Atas perbuatannya itu, para terdakwa dijerat melanggar pasal 333 (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Para pelaku telah dengan sengaja merampas kemerdekaan, sehingga mengakibatkan kematian seseorang. Mereka pun terancam hukuman 12 tahun penjara.(tnc/bie)
|