MEDAN, Berita HUKUM - Pembagunan rumah dinas Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Sei Semayang, resort Sunggal, Medan, disinyalir menjadi ajang cari keuntungan bagi oknum-oknum panitia pembagunan. Pasalnya, dana bantuan sosial (Bansos) dari Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara (PemprovSu) sebesar Rp.250 juta, sebagian tidak jelas peruntukkannya.
Meskipun rumah dinas sudah diresmikan bulan Mei 2013 lalu, namun, sampai kini, panitia tidak bersedia memberikan laporan pertanggung jawaban kepada sidang majelis.
"Yang mengangkat panitia adalah sidang majelis, sepatutnya, panitia, selain mempertanggungjawabkan dana Bansos ke Pemprov Sumut. Seharusnya membuat laporan pertanggung jawaban kepada sidang majelis juga," kata B. Silitonga Penatua, yang saat ini sudah di non-aktifkan dari majelis GKPI kepada pewarta, saat dihubungi melalui via seluler, di Medan, Senin (16/2).
Untuk diketahui, pernyataan yang dilontarkan B Silitonga juga sepaham dengan para Penatua lainnya yang sudah di non-aktifkan pula, yakni, GK.Simanjuntak, MP Tambunan, P. Purba, B. Silalahi, M br Sihombing, E. Napitupulu, B. Lumbantobing, RM. Hutabarat dan SL. Lumbantobing.
Mereka menilai, melihat dari fisik bangunan yang ukuran 8X10 meter, dana yang terserap tidak lebih dari Rp. 150 juta. Sementara dana Bansos yang dikucurkan Pemprov Sumut diketahui sebesar Rp.250 juta ditambah lagi dana kas pembagunan Rp.20 Juta dan suntikan dana dari jemaat Rp.10 juta. Maka dana yang ditafsir tersedia total sebesar Rp.280 juta.
"Kami perkirakan, jika kita buat harga borongan, biaya bangunan permeter sebesar Rp. 1,2 juta, jika dikali luas bangunan 80 m2, maka jumlah dana yang terserap cuma Rp. 97,2 juta. Dan, kalaupun ada biaya diluar dari pembagunan rumah dinas hingga semuanya mencapai Rp. 150 juta, kemana lagi Rp.130 juta dibuat panitia?," jelas B. Silitonga menambahkan, yang mana pihaknya sudah selalu meminta supaya panitia pembagunan rumah dinas memberikan laporan pertanggungjawaban dihadapan Majelis sebelum dilakukan serah terima/peresmian rumah dinas.
Namun, baik ketua panitia Pembagunan R.S Hutabarat, Guru Jemaat St.P.Simamora, Sekretaris J.Simorangkir dan R.Silalahi, selalu beralasan, bahwa laporan pertanggungjawaban cukup dilakukan ke PemprovSu saja.
Namun, secara rinci para panitia pembangunan tidak bersedia memberikan laporan pertanggungjawaban secara transparan kepada jemaat, yang mana semestinya hal tersebut layaknya harus dipublikasi kesiapapun, karena semua itu ialah uang negara yang dipergunakan untuk perkembangan kemajuan pelayanan Gereja melalui Bansos Pemprovsu.
"Mereka hanya bilang, manakala ada claim dari kantor Gubsu dan KPK, maka guru jemaat dan panitia pembagunan siap untuk mempertanggung jawabkan. Namun, mereka minta supaya masalah dana Bansos tidak perlu dipermasalahkan lagi, Ironisnya, para panitia pembagunan itu bilang sesuai anjuran angota DPRDSU Efendi Napitupulu, yang membantu mencairkan dana Bansos, bahwa pertanggung jawaban cukup kepada Pemprovsu," ujarnya lagi.
Rencananya, para pengetua yang sudah di non-aktifkan tersebut akan melanjutkan dugaan penyelewengan dana Bansos ini kejalur hukum, "sejak mereka diangkat 10 tahun lalu sebagai panitia pembagunan, tidak ada pernah laporan pertanggung jawaban, bahkan sampai saat ini, dan kepanitian tidak pernah dibubarkan. Kita patut menduga, dibalik pembagunan rumah dinas gereja itu, digunakan sebagai modus mencari keuntungan pribadi. Kali ini, kita bertekad melanjutkan kasus ini keranah hukum," tegasnya menyebutkan.
Sementara sebelumnya, hal itu juga diakui ketua panitia pembagunan R.S Hutabarat tidak memberikan laporan pertanggung jawaban secara transparan kepada sidang majelis tapi telah membuat laporan pertanggung jawaban ke PemprovSu. Anehnya, Ia juga mengakui, bahwa secara tertulis dana yang diterima Rp.250 juta bukan sepenuhnya sampai ketangannya. karena tidaklah penuh yang sampai ketangan panitia.
"Biasalah! kan ada potongan kepada anggota dewan yang mengolkan dana Bansos ke kantor GubSu, berikut administrasinya, yah kira-kira habislah itu Rp.50 juta. Karena itulah, kalau kita buat laporan pertanggung jawaban secara transparan, bisa-bisa nama kepanitian pembagunan GKPI Sei Semayang yang rusak, tak tertutup kemungkinan permasalahan akan semakin melebar. Jadi untuk apa diribut-ributkan lagi," ujar R.S. Hutabarat kemarin di Medan.
Sedangkan, terkait permasalahan ini, angota DPRDSU Efendi Napitupulu menyanggah dengan mengatakan bahwa, soal dugaan pemotongan dana Bansos PemprovSu untuk GKPI Sei Semayang sebesar Rp.50 juta, dengan tegas dia membantah tidak ada sama sekali.
"Tidak ada itu (potongan kepada angota dewan), kalau ada saya tidak akan tinggal ditempat yang kumuh dekat rel. Maaf saya masih ada acara keluarga. Tks," demikian isi smsnya.
Berdasarkan pantauan pewarta, hingga saat ini usaha dari berbagai pihak jemaat yang ingin melihat proposal dana rincian yang diajukan ke Bansos PemprovSu belum juga tampak dan masih ditelusuri keberadaan dan kepastian keseluruhannya.(BH/bar) |