JAKARTA, Berita HUKUM - Simposium nasional yang bertajuk, "Membedah Tragedi Berdarah 1965, Pendekatan Kesejarahan" yang berlangsung di Hoel Aryaduta, Senin (18/4) tetap dilaksanakan. Adapun Simposium tersebut diprakarsai oleh oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Komnas HAM, Forum Solidaritas Anak Bangsa (FSAB) dan didukung oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.
Sejumlah pejabat pemerintah di antaranya Menkopolhukam Luhut B Pandjaitan, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Jaksa Agung dan Watimpres Sidarto Danusubroto juga hadir dalam pembukaan acara Simposium nasional. Agus Wodjojo selaku Ketua Pengarah Simposium Nasional 65 menyampaikan harapannya, supaya sejarah 1965 dibicarakan secara jujur dan berimbang dalam simposium. "Dengan pendekatan sejarah ini dianggap pendekatan paling jujur tidak hitam putih dan tidak ada sebab tanpa akibat," jelasnya.
Rencananya simposium nasional ini dirancang sebagai dialog awal antara pemerintah dan korban tragedi tahun 65 untuk merumuskan pokok pikiran menuju rekonsiliasi nasional.
"Disebutkan pula, kenapa harus pemerintah, karena tanpa pemerintah rekomendasi simposium 1965 takan bisa terwujud, begitu juga sebaliknya," ujar Agus Wodjojo dalam sambutannya di Hotel Arya Duta, Senin (18/4).
Soalnya dalam simposium ini akan berbeda dengan diskusi yang lalu, karena tidak eklusif dan dari forum ini bukan untuk mencari yang benar atau salah. "Tapi di balik kebenaran yang kita yakini ada versi lain. Seperti dari yang hadir ada purnawirawan TNI yang menjadi pelaku operasi, ada yang masih tampak gagah. Begitu juga ada korban atau keluarga tapi kita semua sama pada saat awal menyanyikan lagu Indonesia Raya," ungkapnya.
Sementara itu, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukan) yang turut hadir membantah penyelenggaraan simposium ada pengaruh dari PKI. Ia menyebutkan pelanggaran HAM harus diselesaikan. " Proses kesini tidak mudah, soal beberapa kali pertemuan untuk melaksanakan, dengan latar keinginan pemerintah dimana masalah HAM harus dituntaskan, Termasuk di Papua, dimulai dari tragedi 65 ini pemerintah akan usut pelanggaran tersebut," ujarnya.
Tragedi ini dianggap sebagai pintu masuk menyelesaikan yang lain, Luhut mengatakan bahwa, Agus Wodjojo selaku Ketua Pengarah Simposium Nasional 65 mengusulkan simposium ini, "Kita ini bangsa besar yang harus liaht kekurangan dan kelemahan," papar Menkopolhukam.
Luhut pun merasa yakin dalam diskusi ini pasti ada pro dan kontra, "namun Spirit menyelesaikan jangan berburuk sangka dan jangan menubrukkan satu kelompok dengan kelomopok lain," himbaunya lagi.
"Berdamai dengan masa lalu kita. kami tidak sebodoh itu. Jangan ada pikiran kita akan minta maaf ke sana dan kesini. Kami tahu yang kami lakukan yang terbaik untuk bangsa ini dan tidak rela kalau kita diatur oleh negara lain," sebutnya lagi.
Saya akan mempertaruhkan kredibilitas saya bahwa, simposium ini akan berjalan dengan aman dan ada hasilnya. "Jadi saya kira tidak usah diselesaikan diluar negeri, akan kita selesaikan disini pelanggaran. Kita ini bangsa yang besar dan jernih dalam memandang tragedi 1965," pungkas luhut.(bh/mnd) |