Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Lapas
Sistem Pemasyarakatan Kita (Antara Tujuan, Harapan dan Realita)
Friday 06 Feb 2015 05:06:43
 

Logo Pemasyarakatan dan Rusydi, SHi.(Foto: Istimewa)
 
Oleh: Rusydi, SHi

SISTEM PEMASYARAKATAN merupakan bagian akhir dari sistem Pemidanaan yang merupakan rangkain penegakan hukum di Indonesia, Berbicara tentang penegakan hukum tidak terlepas dari Istilah Cryminal Justise System / Pola penegakan hukum secara terpadu yang terdiri dari empat unsur terkait : Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Pemasyarakatan, Keempat sub sektor inilah yang menentukan arah dan wajah hukum Indonesia.

Dewasa ini berbagai sorotan tajam terjadi akibat lemahnya supremasi hukum dimata masyarakat, Banyak permasalahan dan kasus maupun praktek penyelawengan oleh oknum aparat penegak hukum baik oleh kepolisian, kejaksaan, maupun Kehakiman serta petugas Pemasyarakatan semakin menenggelamkan citra penegak hukum dan melukai rasa keadilan dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri berbagai penyelewengan yang terjadi di dalam proses Penyidikan, Penyelidikan, Peradilan, dan Pemasyarakatan, merupakan gambaran objektif terhadap kapasitas aparat penegak hukum kita yang sangat memprihatinkan.

Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, Memberikan jaminan perlindungan Hak Asasi Tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dan memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Secara umum Sistem pemasyarakatan berorientasi kepada memasyarakatkan kembali Narapidana / pelaku tindak pidana dengan perlakuan yang manusiawi dalam satu sistem pembinaan terpadu, Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU No.12 Th.1995 tentang Pemasyarakatan : Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Adapun sasaran pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada awalnya sebagian atau seluruhnya dalam kondisi kurang, Baik kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kualitas intelektual, Kualitas sikap dan perilaku, Kualitas profesionalisme / ketrampilan, dan Kualitas kesehatan jasmani dan rohani.

Sasaran pelaksanaan sistem pemasyarakatan pada dasarnya terwujudnya tujuan pemasyarakatan yang merupakan bagian dan upaya meningkatkan ketahanan sosial dan ketahanan nasional, serta merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan sebagai berikut :

(1) Isi Lembaga Pemasyarakatan lebih rendah daripada kapasitas (2) Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka pelarian dan gangguan kamib.(3) Meningkatnya secara bertahap jumlah Narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi.(4) Semakin menurunya dari tahun ketahun angka residivis.(5) Semakin banyaknya jenis-jenis institusi sesuai dengan kebutuhan berbagai jenis / golongan Narapidana.(6) Secara bertahap perbandingan banyaknya narapidana yang bekerja dibidang industri dan pemeliharaan adalah 70:30.(7) Prosentase kematian dan sakit Warga Binaan Pemasyarakatan sama dengan prosentase di masyarakat.(8)Biaya perawatan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia pada umumnya.(9) Lembaga Pemasyarakatan dalam kondisi bersih dan terpelihara, dan (10) Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam Lembaga Pemasyarakatan dan semakin berkurangnya nilai-nilai sub kultur penjara dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Namun seiring waktu dalam pelaksanaannya, Tujuan, Fungsi dan Sasaran Pemasyarakatan semakin jauh dari harapan kita semua, hal ini tidak serta merta terjadi, disatu sisi tuntutan yang diemban oleh Dunia Pemasyarakatan kita semakin berat di sisi lain tantangan yang dihadapipun semakin komplit, petugas pemasyarakatan / pegawai Lapas Rutan yang menjadi ujung tombak sebagai pelaksana kebijakan juga dirasa belum mampu mengimbangi regulasi –regulasi baru yang bersemangatkan reformasi birokrasi, serta berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh petugas pemasyarakatan menjadi permasalan yang seakan tidak memberi harapan positif sehingga petugas Pemasyarakatan sekan berlindung dibalik keterbatasan untuk memenuhi ekspektasi yang diharapkan banyak pihak.

Dalam kesempatan ini penulis sebagai salah seorang petugas pemasyarakatan secara objektif ingin memberikan gambaran secara umum tentang tuntutan, tantangan, hambatan dan dilematika dunia pemasyarakatan sebagai bentuk introspeksi diri secara berimbang, agar masyarakat bisa lebih bijak dalam memahami permasalahan dan lebih arif dlam memberikan penilaian terhadap dunia penegakan hukum khususnya dunia pemasyarakatan, dengan tidak menutup mata terhadap banyaknya temuan kasus pelanggaran oleh oknum-oknum petugas dan pemberitaan miring seputar dunia dibalik tembok penjara di Indonesia akhir-akhir ini,

Adanya temuan berbagai penyimpangan dan pelanggaran, seperti peredaran berbagai jenis Narkotika didalam Lapas Rutan bahkan sampai dengan diproduksinya barang-barang haram tersebut didalam lapas, terjadinya pengedalian peredaran narkoba dari dalam Lapas Rutan,memang harus diakui sebagai aib dunia pemasyarakatan, namun permasalah ini harus bisa kita pahami dari sisi yang lebih luas dengan menelaah akar permasalahan yang ada, sebagaimana kita ketahui bahwa hampir di setiap Lapas Rutan di Indonesia saat ini mengalami Over Kapasitas yang sangat tinggi sehingga menimbulkan berbagai potensi resiko tinggi baik dari sisi kamtib maupun potensi penularan berbagai penyakit akibat dari keterbatasan tempat beristirahat dan beraktifitas bagi Warga Binaan Pemasyarakatan, diperparah lagi dengan jumlah petugas juga tidak memadai dihampir seluruh Lapas Rutan saat ini menyebabkan lemahnya pengawasan terhadap aktifitas keseharian WBP, belum lagi dengan minimnya sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan tugas , sehingga Petugas harus menerapkan skala prioritas dalam menjalankan tugas dengan memfokuskan perhatian pada faktor keamanan semata, hal ini hampir lazim terjadi di semua Lapas Rutan bahkan tidak jarang agar dapat mewujutkan kondisi aman saja harus ditempuh cara-cara pendekatan personal dengan berbagai kebijakan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi Lapas Rutan setempat, padahal setiap kebijakan adalah pelanggaran jika mengacu kepada fungsinya sebagai Unit Pelaksana Teknis yang harusnya tidak memiliki kapasitas untuk mengambil kebijakan terhadap suatu permasalahan yang terjadi.

Kondisi Ideal sebagaimana Tugas Pokok dan Fungsi sebuah Lembaga Pemasyarakatan dipandang berhasil apabila mampu menjamin terciptanya Keamanan dan Ketertiban, Perawatan serta Pembinaan dapat berjalan dengan baik disuatu lembaga Pemasyarakatan, namun untuk mencapai kondisi Ideal ini juga harus didukung oleh fasilitas dan sumber daya yang ideal pula, dimana jumlah WBP yang ada selain harus sesuai dengan Kapasitas Lapas Rutan, Jumlah Petugas hendaknya juga seimbang dengan perbandingan 1 : 25, serta harus didukung oleh Kemampuan Sumber Daya yang memadai sehingga jika ini dapat diwujutkan maka bukan hal yang tidak mungkin akan berjalannya Tugas Pokok dan Fungsi Lapas Rutan secara maksimal dengan terjaminnya Keamanan akan terciptanya Ketertiban sehingga memudahkan perawatan serta berhasilnya Proses pembinaan di setiap Lapas Rutan.

Diharapkan cerita tentang adanya peredaran norkotika, punggutan Liar dan pelanggaran – pelanggaran Hak- Hak Warga Binaan dapat menjadi sejarah kelam dunia Pemasyarakatan semata, Jika pun masih masih terjadi hal-hal yang tidak diingikan yang disebabkan oleh ulah nakal oknum Aparat Sipir atau faktor Human Error maka fungsi pengawasan serta Hukuman disiplin berat akan menanti mereka, dan bahkan jika didapati adanya unsur kesegajaan dalam sebuah pelanggaran maka regulasi telah mengatur bang sipir pasti akan berubah status menjadi bang Napi.

Banyaknya kasus-kasus pelanggaran, tantangan dan hambatan di Dunia Pemasyarakatan hendaknya menjadi bahan refleksi bagi kita semua, bahwa Dunia Pemasyarakatan juga membutuhkan perhatian serius dari semua pihak agar kedepan dapat lebih berbenah diri dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai salah satu sub system dari Pola penegakan hukum terpadu di Indonesia.

Untuk memaksimalkan proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana yang diharapkan tentunya kita harus lebih dulu menciptakan kondisi aman dan tertib diLapas maupun Rutan sehingga akan berjalanya aturan dan tata tertib yang ada, untuk mewujutkan terjaminnya kamtib di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mutlak dibutuhkan sumber daya yang cukup, Fasilitas yang Memadai, pengawasan yang maksimal, sehingga setiap unsur dapat saling mendukung secara bersinergi untuk terciptanya proses yang berkesinambungan dalam penanganan dan pembinaan WBP.

Penegakan hukum yang baik tidak melahirkan dendam dari pelaku pelanggar hukum, tapi menciptakan insan –insan yang sadar akan perbuatannya dan tidak akan mengulangi pelanggaran, dengan pembinaan yang baik juga tidak melahirkan generasi baru yang secara tidak sadar terbentuk dari rasa diperlakukan tidak adil, karena pidana kurungan yang tidak produktif akan menjadi bom waktu bagi kita semua.

Hukuman yang berat saja sejauh ini tidak terbukti dapat menekan angka pelanggaran hukum di masyarakat, tindak pidana Narkotika misalnya, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah WBP narkotika dihampir seluruh Lapas Rutan di Indonesia, jika tidak di barengi dengan penanganan dan pembinaan yang baik serta komprehensif, maka Lapas Rutan hanya akan menjadi Universitas Kejahatan yang akan mencetak pelaku pelanggaran Hukum di dalam dan di Luar Lapas Rutan tanpa kita sadari, melalui interaksi sesama WBP dari berbagai latar belakang kasus kejahatan di dalam Lapas Rutan, mereka akan saling belajar untuk lebih lihai mengakali penegak hukum sekeluarnya nanti bukan malah menyadari kesalahan dan memilih untuk hidup dengan benar sesudah bebas, hal ini menjadi logis karena setelah menjalani hukuman mereka tidak punya bekal untuk hidup secara mandiri baik bekal ketrampilan / skil atau bekal financial untuk memulai hidup baru kelak, hal ini disebabkan kegagalan Proses Pemasyarakatan dalam melakukan Reintegrasi sosial yang baik terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

Belum lagi efek negatif yang timbul terhadap keluarga Para WBP yang ditinggal di luar tanpa bekal hidup dan kepala keluarga, anak –anak mereka terancam putus sekolah karena tidak ada biaya , Istri-istri mereka juga kehilangan sosok tulang punggung keluarga, sehingga tanpa kita sadari secara tidak langsung pidana kurungan telah melahirkan generasi pelanggaran hukum baru yaitu anak-anak yang ayahnya menjalani hukuman kurungan di Lapas Rutan tanpa bisa menafkahi keluarga mereka.

Sudah menjadi rahasia umum, WBP yang hari ini mendekam di Lapas Rutan rata-rata merupakan pemakai dan pengedar Narkotika yang bekerja pada Bandar besar yang mengendalikan mereka, sementara bandar besar bebas melengggang tak tersentuh hukum dikarenakan bukan pekerjaan mudah menangkap dan membuktikan keterlibatan mereka, karena memang bandar besar tidak pernah bersentuhan langsung dengan narkotika, mereka hanya mengendalikan jaringan sel yang rumit dan mengatur jalur transaksi keuangan dengan berbagai kedok bisnis yang sulit diungkap.

Untuk mencapai Tujuan Pembinaan sebagaimana disebutkan diatas tentunya butuh proses panjang yang berliku serta adanya keinginan kuat Pemangku Kepentingan untuk mengobtimalkan faktor penunjang yang memadai, Baik Teknis, Inprastruktur maupun Sumber Daya Manusia pelaksana yang berkompeten merupakan kunci utama dalam mencapai tujuan pemasyarakatan yang diharapkan sehingga tidak lagi terkesan adanya perubahan sistem kepenjaraan kepada Sistem Pemasyarakan hanya sekedar merubah wajah / sampul semata, tidak menyentuh akar permasalahan yang subtantif dan memberikan terobosan imajinatif yang komprehensif terhadap Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Rutan di seluruh Indonesia.

Dalam aplikasi di lapangan, sistem Kepenjaraan yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, masih mengakar dalam praktek pembinaan warga Binaan Pemasyarakatan, hal ini dapat dibuktikan dalam pelaksanaan tugas petugas Pemasyarakatan Kita lebih memekankan pola – pola lama yang cenderung lebih mengunakan pendekatan keamanan, dalam hal ini memang bukan pekerjaan mudah untuk merubah pola Kepenjaraan yang sudah dianut selama puluhan tahun oleh - old Generation - Petugas Pemasyarakatan kita, selaku pelaksana sistem dilapangan, padahal sebagai mana kita ketahui, praktek penghilang kemerdekaan bukan hanya tidak sesuai dengan nilai- nilai kemanusian, lebih jauh lagi tujuan pemasyarakatan seringkali terabaikan hanya untuk kepentingan keamanan dilembaga-lebaga pemasyarakatan.

Tidak jalannya pembinaan yang baik dan berpola jenjang secara komprehensif juga sangat di pengaruhi oleh kurang adanya komitmen bersama serta koordinasi yang baik antar lembaga terkait yang bertanggung jawab terhadap pembinaan WBP.

Sumber daya petugas Pemasyarakatan baik Kuantitas maupun kualitas masih belum memadai, Sebagaimana telah kami sebutkan diatas bahwa hampir di seluruh Lapas Rutan di indonesia terjadi Over Kapasitas yang sangat parah, Sebagai Perbandingan, di Aceh saja dari 23 Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang ada secara umum juga sesak penghuni sebagian besar adalah kasus Narkotika, sementara jumlah petugas sangat minim dengan perbandingan ideal sesuai standar PBB adalah 25 WBP : 1 Petugas Masih sangat jauh dari harapan.

Perbandingan dengan 21 Cabang Rutan, Jumlah Kapasitas : 2.374 Orang, Di Isis Saat ini : 4.373 Orang (Data Per tanggal 25 Juli 2012)

Disamping itu, harus diakui bahwa petugas – petugas Pemasyarakatan yang ada di Unit –unit Pelaksana Teknis (UPT- PAS) di Aceh rata –rata tingkat pendidikannya SMP / SMU hanya sebagian kecil yang Sarjana S1 itupun banyak yang memperoleh gelar tersebut setelah menjadi PNS Untuk tujuan Penyesuaain Ijazah agar tidak mandek kepangkatannya. Sehingga adanya perubahan berbagai regulasi baru tentang pelaksanaan tugas-tugas Pemasyarakatan dari pemerintah tidak mudah bagi mereka bertranformasi / membuka diri terhadap pelaksanaan peraturan / regulasi terbaru yang ada, tanpa bimbingan teknis dan peningkatan kapasitas yang cukup maka Hal ini juga menjadi salah satu penghambat dalam mencapai tujuan Pemasyarakatan, serta akan sulit mengimbangi semangat Reformasi Birokrasi yang sedang giat -giatnya digalakkan pemerintah.

Kinerja Petugas Pemasyarakatan yang rendah, baik naluri security, integritas moral, filosofi pelayanan yang salah, seolah menjadi alasan pembenaran dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi seadanya, dikarenakan keterbatasan- keterbatasan yang ada.

Apa yang dapat kami lakukan untuk membina WBP secara maksimal ? Untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan saja kami harus berjibaku mempertaruhkan nyawa tanpa personil dan peralatan keamanan yang memadai, tidak banyak orang yang tahu bahwa, sebagai petugas Pemasyarakatan “bekerja baik belum tentu bernasib baik” namun atas nama tugas dan tanggung jawab, kami akan terus bertahan dan menunggu perubahan yang pasti akan jauh lebih baik dimasa yang akan datang, dan masyarakat juga harus tahu di dalam Lapas Rutan juga masih ada sosok-sosok yang ikhlas mengabdi dan tulus mengayomi walau tanpa publikasi.

Salam Pemasarakatan….(rsd/bhc/sya)

Penulis adalah Sarjana Hukum Islam, Penata Muda Tk. I Staf Pelayanan Tahanan Dan Pengelolaan di Cabang Rutan Langsa di Idi, Aceh.



 
   Berita Terkait > Lapas
 
  Lapas Salemba Siap Wujudkan Netralitas Pegawai pada Pemilu 2024 dan Meraih Predikat WBBM 2023
  Napi Lapas Klas I Cipinang Atas Nama Aditya Egatifyan yang Kabur, Dicari Polisi dan TNI
  Kalapas Yosafat Sebut 1.806 dari 2.040 WBP Lapas Salemba Terima Remisi HUT ke-77 RI, 16 Bebas
  Peringati HDKD ke-77, Lapas Salemba Gelar Baksos Membersihkan Masjid As-Salam BPOM RI
  Putusan Kasasi MA Tak Kunjung Terbit, Terpidana Kasus Pajak Dibebaskan dari Rutan
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2