Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pidana    
Komnas HAM
Soroti Komnas HAM, Setara Institute: Sebaiknya Fokus pada Tugas Pokok Pemajuan dan Perlindungan HAM
2021-08-18 19:53:43
 

Hendardi, Ketua Setara Institute.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang telah dituntaskan baru-baru ini disebut Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, terdapat pelanggaran HAM dalam kegiatan itu.

Setara Institute kemudian turut memberikan pandangannya dalam menyikapi hal tersebut. "Sebaiknya fokus pada tugas pokok pemajuan dan perlindungan HAM. Komnas HAM telah menuntaskan pemantauan dan kajian atas pengaduan sejumlah pegawai KPK terkait proses alih status ASN. Merujuk pada dasar kewenangan yang dimiliki Komnas HAM, Pasal 79 dan Pasal 89 UU 39/1999 tentang HAM memang menyebutkan Komnas HAM berwenang melakukan kerja pemantauan dan pengkajian. Akan tetapi, produk kerja Komnas HAM bukanlah produk hukum yang pro justisia yang harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Sebagai sebuah rekomendasi, Komnas HAM dipersilahkan untuk membawa produk kerjanya kepada pemerintah dan juga DPR," kata Ketua Setara Institute, Hendardi dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (18/8).

Ia mengatakan, pihak mana pun boleh mengkaji dan memantau kinerja institusi negara. Tetapi jika pemantauan dan pengkajian itu dilakukan oleh lembaga negara, maka harus dilihat apakah itu domain kewenangannya atau sebatas partisipasi merespons aduan warga negara. "Tindakan institusi negara itu yang pertama harus dilihat adalah dasar kewenangannya. Jika tidak ada kewenangan, maka produk tersebut bisa dianggap tidak berdasar (baseless), membuang-buang waktu dan terjebak pada kasus-kasus yang mungkin popular tapi bukan merupakan bagian mandat Komnas HAM," ucapnya.

"Di tengah keterbatasan prestasi Komnas HAM periode 2017-2022, Komnas HAM rajin mengambil peran sebagai ‘hero’ dalam kasus-kasus populer. Fakta pelanggaran HAM yang nyata dan bisa disidik dengan menggunakan UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, justru tidak dikerjakan Komnas HAM. Tak heran banyak pihak mempersoalkan kinerja Komnas HAM periode ini," tambahnya.

Menurut Hendardi, selama ini Komnas HAM kurang optimal dalam menjalankan peran serta tugas utamanya. "Gigih menyusun tumpukan kertas sebagai hasil kerja lembaga negara ini, tetapi miskin terobosan. Produksi standar norma terkait banyak hal yang dibuat Komnas HAM tidak memberikan efek perubahan pengarusutamaan HAM dalam tata kelola pemerintahan. Demikian juga produksi rekomendasi yang nyaris tidak memberikan dampak apa-apa pada upaya perlindungan hak asasi manusia bagi kelompok rentan, terdiskriminasi, masyarakat adat, kelompok kepercayaan dan lain sebagainya. Kita perlu mendukung Komnas HAM merancang visi baru, strategi baru, termasuk kewenangan baru sehingga kehadiran lembaga ini bisa lebih berdampak bagi pemajuan dan perlindungan HAM," pungkasnya.

Lebih lanjut, ia pun mengungkapkan dalam kasus pengaduan alih status ASN, produk kerja KPK yang berupa keputusan Tata Usaha Negara dan administrasi negara bisa saja dipersoalkan, misalnya melalui PTUN untuk keputusan Tata Usaha Negara maupun judicial review ke Mahkamah Agung atas Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021 jika dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. "Dua isu ini jelas bukan domain kewenangan Komnas HAM," tandasnya.

Diketahui sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan dalam konferensi pers, Senin (16/8) menyatakan ada pelanggaran HAM dalam proses alih status menjadi ASN yang diikuti oleh pegawai KPK lewat TWK. "Setelah Komnas HAM melakukan pemeriksaan, pendalaman dan analisis, ternyata Komnas HAM menemukan keyakinan bahwa ada 11 bentuk pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini," papar Manan.

"Baik ditinjau dari sisi kebijakan, ditinjauan perlakuan dan termasuk ucapan pertanyaan maupun penyataan yang memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia," imbuh dia.(bh/mos)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2