Oleh: HM Aru Syeiff Assadullah
SEJAK MENJABAT wakil gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ulah Ahok melecehkan aspirasi Islam sudah lewat batas toleransi yang ekstrem sekalipun. Gaya arogan temperamental dan acapkali menghina aspirasi Islam malah menjadi-jadi setelah Ahok dilantik menjadi gubernur DKI Jakarta, karena Joko Widodo Gubernur DKI terpilih dan menjabat sebagai Presiden RI ke-7. Bentuk pelecehan dan penghinaan itu serenceng jika dirinci satu persatu.
Ahok masih akan menjabat sebagai gubernur DKI sampai Pilkada Ibukota Jakarta 2017 yang akan datang. Terasa lama berakhirnya jabatan Ahok, seraya umat Islam terus menerus selalu "menikmati" pelecehan Ahok dengan segala cara. Ahok semakin besar kepala karena protes-protes umat Islam tak mampu menghentikan gaya ugal-ugalannya.
Bahkan demo-demo besar masyarakat Betawi melengserkan Ahok lewat begitu saja.
Lebih jauh lagi gugatan masyarakat Jakarta yang didampingi FPI (Front Pembela Islam) terhadap Ahok (dalam kapasitas sebagai Plt Gubernur DKI) yang diduga indikasi korupsi penggelembungan pembelian RS Sumber Waras oleh Pemda DKI, juga tidak ditanggapi Polri dan KPK, padahal sumber informasinya adalah laporan resmi BPK. Kenyataan ini yang membuat Ahok semakin jumawa dan merasa bagai tak terkalahkan.
Dalam kasus dugaan penggelembungan RS Sumber Waras keterlibatan Plt Gubernur DKI, Ahok di dalam laporan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sangatlah mencolok. RS Sumber Waras semula sudah hampir deal dibeli Group Usaha Ciputra dengan nilai ganti rugi penggantian tanah Rp15 Juta/M2. Namun pihak Pemprov diprakarsai Ahok mengancam tidak akan memberi akses jalan bagi tanah eks Sumber Waras ini, juga tidak akan diberi izin ini dan itu, dan malah memaksa dan merampas membeli paksa dengan harga lebih mahal. Sungguh aneh dan janggal.
Itulah soalnya, kenapa Pemprov yang ganti membeli justru harganya lebih mahal sampai Rp5 jta/M2? Proses pembayarannya pun terasa janggal, karena Pemda DKI malah menggesa-gesa Sumber Waras untuk segera mencairkan pembayaran Pemda DKI pada 30 Desember 2014, dan benar-benar dicairkan keesokan harinya pada 31 Desember 2014 pada jam 18 (aneh jam 6 sore apakah bank masih buka ?). Diduga Pemda memaksakan transaksi ini karena penyelewengan, dan mengejar Tutup Buku Tahunan.
Aparat hukum seharusnya menangani pengaduan masyarakat Jakarta itu dengan sungguh-sungguh, melakukan pengecekan perbedaan harga yang lebih mahal dilakukan Pemda itu, dengan nilai mencapai 179 Milyar lebih mahal dan meneliti aliran dana Sumber Waras pasca pembayaran Pemda DKI itu yang bernilai Rp800 M atau hampir Rp1 Trilyun. Menurut Munarman SH, masyarakat Jakarta sebagai pelapor didampingi FPI, "mengerti" laporannya tidaklah ditindaklanjuti aparat hukum, tapi setidak-tidaknya Masyarakat Jakarta sudah membuat laporan dan dokumennya jelas dan menjadi dugaan penyelewengan Plt Gubernur DKI Ahok.
Hari-hari ini, November 2015, Ahok sudah mati-matian mulai bekerja keras untuk mempertahankan jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta itu, tak akan goyah dihantam kasus-kasus korupsi dan meyakini akan maju dalam Pilkada DKI 2017 yang akan datang dan tampil sebagai pemenang. Walau selalu menggertak akan kembali merebut kursi DKI-1 melalui jalur independen dan akan didukung satu juta KTP warga DKI, namun gertak-sambal ini sulit diwujudkan.
Karena itu Ahok tiba-tiba terasa galau mewujudkan gertak-sambalnya, dan mengumbar pernyataan agar gubernur DKI sebaiknya tidak dipilih melalui Pilkada tapi cukup ditunjuk oleh presiden, sambil berharap Presiden Joko menunjuk dirinya sebagai sahabatnya. Di saat yang lain Ahok merasa gamang menghadapi Pilkada itu, karena tidak mendapat dukungan dari partai-partai, lalu membuat pernyataan akan kembali bergabung ke Partai Gerindra yang telah mengusungnya menjadi Wagub DKI, namun telah dikhianati dengan telak dan tak beradab itu.
Apakah mungkin Gerindra kembali menampung Ahok? Sumber Suara Islam di Gerindra, memastikan pengkhianatan Ahok terhadap Gerindra telah menumbuhkan kebencian kader Gerindra dari tingkat bawah sampai ketua umum dan ancang-ancang membuat refunds atau pembalasan yang setimpal secara politik. Kabarnya pihak Gerindra memastikan gaya penampilan Ahok yang kontroversial dan berani nekad-nekadan itu sejatinya justru untuk menutupi sifat takut dirinya.
Memanfaatkan jabatan strategis sebagai Wagub dan Gubernur DKI Jakarta, Ahok menebar konspirasi dengan berbagai pihak. Tidak kurang para ustadz, ulama dan habaib yang kurang pikir pun "digarap" Ahok untuk mendukung pernyataan dirinya yang ironis merugikan aspirasi Islam. Kabarnya seorang ulama dari Negeri China pun diundangnya untuk mendukung pikirannya yang acapkali ngawur. Seperti keputusannya melarang umat Islam menyembelih hewan Qurban di sekolah, dan tempat-tempat umum (termasuk melarang pedagang hewan Qurban berjualan di trotoar ibukota) yang berbuntut bentrok antara pedagang hewan Qurban di Tanah Abang dengan Satpol PP Pemda DKI.
Pelarangan dagang hewan Qurban di trotoar melalui instruksi Ahok No. 168/2015 ditambah ide penyembelihan hewan Qurban akan dipusatkan di RPH (Rumah Pemotonngan Hewan) Cakung memperpanjang ide ngawur seorang Ahok. Jika diterapkan niscaya terjadi kekacauan pemotongan hewan se-DKI Jakarta puluhan ribu instansi mulai RT/RW kelurahan, mushalla, dan masjid, sekolah-sekolah, dan kantor-kantor dinas lainnya, akan tumplek-bleg di RPH dan pasti terjadi kekacauan di RPH. Walau demikian Ahok dengan sok tahu mengajari jika orang Islam berkiblat ke Ka'bah (Mekkah) kenapa tidak juga berkiblat dalam hal memotong hewan Qurban seperti di Mekkah yang memotong hewan Qurbannya di RPH, tidak memotong di masjid-masjid.
Deretan pernyataan Ahok yang amat sinis dan melawan aspirasi Islam bisa disebut sepintas, misalnya Ahok menantang memberi izin penjualan Miras, lokalisasi prostituasi, izin resmi perjudian, dan komentar-komentar yang langsung bertabrakan dengan aspirasi Islam, misalnya mengomentari isi buku pelajaran sekolah yangn diprotes umat Islam yang menuduh Islam mengarah kehidupan yang radikal, justru dibenarkan Ahok dengan dalih untuk mencegah Islam sebagai ekstrem Kanan. Pernyataan ini bagai mengulang ancaman Pangkopkamtib dan Bakin diwakili Beny Moerdani.
Penampilan Ahok yang kontroversial selalu berlawanan dengan aspirasi Islam, namun pers sekuler dipelopori media milik Kristen, selalu mendukung pencitraan Ahok, seolah-olah gubernur yang sangat berprestasi luar biasa kongkrit memajukan ibukota Jakarta. Padahal faktanya Jakarta di tangannya justru ditetapkan sebagai : Kota Paling tidak Aman se-Dunia. Predikat itu merupakan hasil riset dan diberikan oleh The Economist Intellegence Unit berjudul EIU Safe Cities Index 2015. DKI Jakarta ditetapkan menjadi Fear City se-Dunia.
Tingkat kemacetan lalulintasnya juga nomor satu di dunia, juga pengidap HIV/AIDS-nya. Bukan main fakta hancur-hancuran kota Jakarta di tangan Ahok juga Joko Widodo sebelumnya.
Mengapa Ahok begitu dicitrakan sangat positif, padahal faktanya justru sebaliknya membawa kehancuran bagi masyarakat ibu kota bahkan berimbas bagi seluruh rakyat Indonesia. Kini masyarakat luas semakin tahu rupanya Ahok menjadi target besar negeri ini akan dikuasai oleh kalangan asing dan non-Islam. Rhoma Irama, ketika terjun ke dunia politik sering mengungkapkan pengalamannya pernah diingatkan seorang menteri Melayu di Singapura beberapa puluh tahun silam, jangan sampai Indonesia seperti dialami Singapura, negeri Melayu berakhir direbut penguasaan negeri itu oleh orang China. Nasehat yang dialaminya membuat kini Rhoma melihat kehadiran Ahok sebagai plot atau rencana orang asing menguasai Indonesia, seperti orang asing menguasai Singapura saat ini.
Penampilan Ahok yang kelewat batas kontroversial bahkan ugal-ugalan menentang aspirasi umat Islam telah memberi kesadaran umat Islam di ibu kota yang menjadi penduduk mayoritas (90%), sangat peka- sinyal untuk menolak Ahok sebagai gubernur di ibu kota. Seluruh masyarakat Islam di ibu kota 100% niscaya menolak Ahok, namun jika dihadapkan pada Pilkada yang akan datang, muncul persoalan klassik, calon Islam untuk mengalahkan Ahok tampil lebih dari satu. Jika ini terjadi bukan mustahil kubu umat Islam bisa kalah.
Pilkada masih jauh hari dari penyelenggaraan 2017, kini sudah muncul calon Islam Adhyaksa Dault, mantan Menpora era SBY, ada lagi dikabarkan ada calon dari PKS, juga dari Masyarakat Jakarta, dan para ulama kini memprakarsai Gubernur Muslim sebagai Gubernur Masa Depan Jakarta. Idenya adalah tetap memberi dukungan kepada semua calon gubernur Muslim Jakarta siapapun dan dari kalangan manapun, namun (di ujungnya) para calon itu harus rela menyerahkan pencalonan Gubernur Muslim itu hanya kepada satu orang yang telah ditetapkan Panita Pemilihan yang anggotanya ditetapkan oleh Mudzakarah para ulama dan pemimpin Islam di Ibu kota Jakarta. Pemilihan ditetapkan semacam penyaringan dalam konvensi. Kriterium pemilihannya bersandar pada kaidah dan norma Islam, syariat Islam yang baku. Insya Allah dengan metode penyaringan calon Gubernur Muslim Jakarta ini akan diperoleh calon tunggal yang sangat kuat dan mampu mengalahkan lawannya siapapun, apakah Ahok (jika ia mampu menjadi calon) atau calon lain siapapun golongan sekuler dan non-Islam.
Prediksi seperti ini niscaya setelah menarik dan mengambil pelajaran pahit dari kasus kekalahan kubu Islam di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, di mana di dua provinsi itu mayoritas penduduknya beragama Islam, namun dikalahkan golongan non-Islam, karena calon gubernur di dua provinsi ini dari kalangan Islam diwakili calon lebih dari satu sehingga suara umat Islam pun terpecah-belah. Islam kalah dengan sangat menyakitkan. Kejadian seperti itu, mutlak harus jadi pelajaran dan tidak boleh terulang kembali.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Tabloid Suara Islam.(SuaraIslam/bh/sya) |