JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Terdakwa Umar Patek dijerat enam dakwaan sekaligus. Ia pun terancam hukuman mati. Hal ini termuat dalam dakwaan yang disampaikan tim jaksa penuntut umum (JPU) yang dikoordinatori Bambang Suharijadi dalam sidang perdana yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (13/2). Umar didakwa dengan ancaman terberat hukuman mati.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa Umar Patek (45) alias Hizam bin Ali Zein alias Umar alias Abu Syeh alias Mike alias Ar Falan alias Abdul Karim langsung menyatakan keberatan. Hal ini disampaikan melalui tim kuasa hukumnya yang dikoordinatori Ashludin Hatjani. "Kami menyatakan keberatan dan mengajukan eksepsi. Untuk itu kami meminta waktu satu minggu," kata Ashludin.
Persidangan yang dipimpin majelis hakim Lexsy Mamonto. Itu pun mengabulkan permintaan pihak terdakwa Umar Patek. Kubu terdakwa diberi kesempatan satu minggu untuk menyusun eksepsi (nota keberatan) tersebut. Hakim ketua meminta tik kuasa hokum harus siap menyampaikan eksepsi tersebut pada persidangan lanjutan yang digelar Senin (20/2) mendatang.
Sementara dalam dakwaannya, JPU Bambang Suharijadi menyebutkan bahwa dalam dakwaan pertama dan kedua, terdakwa Umar Patek dijerat UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Terorisme dengan ancaman hukuman mati. Dia telah menguasai, membawa, memiliki persediaan, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan dan mempergunakan senjata api atau amuniasi dengan tujuan tindak pidana terorisme.
Patek dinyatakan melarikan diri, setelah terlibat dalam peristiwa peledakan Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 yang menyebabkan sebanyak 192 orang meninggal dunia. Terdakwa juga dianggap ikut menghancurkan gedung Paddy's Club dan Sari Club serta 422 unit bangunan lainnya serta merusak fasilitas publik.
"Perbuatan tersebut dimaksudkan untuk melanjutkan tindak pidana terorisme. Di mana terdakwa kemudian pada Januari 2010 di tepi Pantai Panyaungan, Cihara, Lebak, Provinsi Banten, bersepakat dengan Dulmatin Warsito dan Sibgoh melakukan uji coba senjata tiga pucuk senjata M16 untuk pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh," ujar jaksa.
Sedangkan dakwaan ketiga yang menjerat Patek adalah ancaman pidana Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman mati. Sedangkan, dalam dakwaan keempat dan kelima, Patek pun dinyatakan telah melakukan pemalsuan dokumen imigrasi dan diancam dengan Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
"Dari tindakan tersebut, akhirnya terbit paspor atas nama terdakwa dengan identitas Anis Alawi Jafar, yang kemudian digunakan terdakwa menuju Lahore, Pakistan, dengan istrinya Fatimah Zahra melalui petugas imigrasi Bandara Soekarno Hatta," tutur Bambang.
Sementara dalam dakwaan terakhir, pria kelahiran Pemalang tersebut diancam UU Nomor 12/Darurat/1951 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang kepemilikan bahan peledak, atas pengeboman enam gereja pada Malam Natal 2000.
JPU dalam dakwaannya menyatakan, terdakwa membantu mencampur bahan peledak dan memasukkannya ke dalam wadah bom yaitu kotak dan tas jinjing dalam proses pembuatan bom yang berlangsung 20 hari. "Pada 24 Desember 2000 sekitar pukul 15.30 WIB, semua bahan peledak siap dibawa oleh Imam Samudra dan Dulmatin. Namun, terdakwa tidak diberitahu dan tidak mengetahui kemana bom tersebut dibawa atau kepada siapa bom diserahkan," ungkap jaksa. (mic/biz/bie)
|