JAKARTA, Berita HUKUM - Rapat Korodinator Paripurna Tingkat Menteri di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jakarta Pusat, Selasa (16/10) yang di hadiri oleh, Menkopolhukam, Djoko Suyanto, Menlu Marti Nata Legawa, Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Menkumham Amir Syamsudin, yang membahas pemberian Grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada salah seorang terpidana kasus narkoba yang sebelumnya Deni Setia Maharwa dihukum mati, menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Hal ini yang menjadi perdebatan dan polemik di masyarakat, Pemerintah mengungkapkan latar belakang dari proses pemberian Grasi kepada Deni, salah satunya adalah kondisi ekonomi keluarga Deni, dimana dia masih terlilit hutang mobil, dia harus membayar angsuran mobilnya. "Di sini dia terpaksa menerima (sebagai kurir narkoba), karena dia ingin mencoba mengatasi permasalahan ekonominya saat itu," ujar Menkumham Amir Syamsuddin.
Di katakan lebih lanjut oleh Amir Syamsuddin, "permasalahan ekonomi itu menyebabkan Deni menjadi kurir narkoba, adalah tagihan cicilan mobil. Karena pada saat itu dia harus membayar hutang angsuran mobil Rp 40 juta. Jadi di sini kita melihat dia adalah orang dari ekonomi rendah," ujar Amir.
Beliau menambahkan, "bahwa proses pemberian grasi ini dilakukan Presiden dengan mempertimbangkan beberapa latar belakang. Di antaranya adalah tunanetra, anak di bawah umur, dan orang-orang yang berekonomi rendah, Dani bukanlah seorang gembong narkoba, ujar Amir Syamsuddin yang juga adalah politisi senior Partai Demokrat ini.
Amir menambahkan lebih lanjut, "kami pemerintah tidak boleh mencampuri putusan pengadilan, dan itu yang saya bicarakan mengenai kewenangan konstitusi Presiden, jadi saya tidak mau terlalu jauh mencampuri lembaga peradilan, dalam hal ini Mahkamah Agung. Biarlah publik yang menilai, saya katakan lagi, Presiden mempunyai hak konstitusi untuk memberikan grasi, dan itu di atur dalam UUD 1945, dan atas dasar pertimbangan kemanusian." Pungkasnya.
Sebelumnya Deni divonis pidana mati, sebab didakwakan saat itu Deni melakukan tindak pidana secara bersama-sama, tanpa hak dan melawan hukum menjadi perantara narkoba golongan satu, Deni Setia Maharwa dan Meirika Franola. Akhirnya keduanya lolos dari hukuman mati, setelah mendapatkan Grasi dari Presiden SBY dan keduanya akhirnya bisa bernapas lega, setelah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup.
Kasus ini berawal ketika Deni ditangkap oleh petugas di Bandara Soekarno-Hatta pada tahun 2000. Pada saat ditangkap pada 12 tahun silam, Deni membawa 3,5 kg heroin dan 3 kg kokain, setelah PN Tangerang menjatuhi pidana mati, sebab dipersalahkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan tanpa hak dan melawan hukum, menjadi perantara narkoba golongan satu dengan memvonis hukuman mati pada 2001 lalu.
Mahkamah Agung merilis bahwa, pengurangan hukuman terhadap Deni berdasarkan pada putusan No 21 SUS/ MA/2011. Grasi terpidana kasus narkoba sebelumnya juga diberikan oleh Presiden SBY untuk pengurangan hukuman 5 tahun penjara kepada terpidana narkoba asal Australia Schapelle Corby.(bhc/put)
|