Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
Presidential Threshold
Terkendala Usung Capres, Partai Ummat Uji Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden
2022-02-11 02:09:46
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia kembali menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pada Rabu (9/2) di Ruang Sidang Panel MK. Kali ini, permohonan diajukan oleh Partai Ummat yang diwakili oleh Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum dan A. Muhajir selaku Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Ummat.

Dalam persidangan Perkara Nomor 11/PUU-XX/2022 ini, Muhamad Raziv Barokah selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bukanlah open legal policy dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945. Menurut Pemohon, Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 merupakan delegasi yang mengamalkan hal-hal terkait dengan teknis, sementara ambang batas 20% bukan berbicara mengenai teknis dan malah menghambat terjadinya demokrasi yang fair dan kompetitif. Sementara itu, mengenai pengusungan, sambung Raziv, hal tersebut seharusnya telah diatur secara limitatif dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu, keberadaaan Pasal 222 UU Pemilu ini diyakini pemohon bukan merupakan open legal policy melainkan close legal policy. Sehingga, seharusnya pasal a quo dibatalkan oleh MK.

Kemudian, Raziv melanjutkan, presidential threshold juga menghilangkan hak konstitusional pemohon sebagai partai politik untuk mengusulkan calon presiden, mendisrikiminasi partai politik kecil, dan bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945. "Dengan adanya Pasal 222 yang menambahkan frasa 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional menjadikan hak konstitusional murni yang diberikan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 menjadi hilang dan tentunya merugikan pemohon," tegasnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto.

Raziv juga mengatakan, penerapan presidential threshold berpotensi menutup ruang dilaksanakannya putaran kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945. Hal ini terbukti pada penyelenggaraan pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019, yang hanya menghadirkan dua pasangan calon yakni presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Sehingga, pada petitumnya, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Nasihat Hakim

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams memberikan saran agar dalil mengenai keberlakuan Pasal 62 Undang?Undang MK yang mengatur tentang Pengujian Kembali dipisahkan dari bagian kedudukan hukum (kerugian pemohon).

"Di sini, Pemohon telah menguraikan soal Pasal 60 Undang?Undang MK dari Nomor 31 atau Poin 31 sampai dengan 35, di halaman 19 sampai dengan halaman 20. Jadi, 31 sampai 35, itu telah menguraikan pasal, jadi dipindahkan saja menjadi bagian tersendiri," tegas Wahid.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengatakan, secara kualitatif, permohonan ini tidak saja memenuhi sistematika, tetapi juga membangun argumentasi. "Saya kira juga sudah termasuk untuk menyoroti pertimbangan?pertimbangan hukum maupun amar putusan dari perkara sebelumnya yang terkait dengan substansi ini. Nah, untuk hal-hal yang lain, saya kira tidak banyak yang saya beri masukan dari Permohonan ini. Mungkin saya hanya ingin klarifikasi saja. Yang pertama, apakah Partai Ummat ini sudah pernah mengajukan permohonan verifikasi, baik administratif maupun verifikasi faktual? Ini mungkin secara informatoris saja, biar itu mungkin untuk pertimbangan Hakim nanti dalam kaitan dengan legal standing-nya. Jadi, itu mungkin catatan dari saya yang pertama. Apakah sudah pernah mengajukan permohonan untuk verifikasi administratif maupun verifikasi faktual?," ujar Daniel.

Sebelum menutup persidangan, Wakil Ketua MK Aswanto mengatakan bahwa pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan diserahkan kepada Kepaniteraan MK paling lambat dua jam sebelum mulainya persidangan.(MK/bh/sya))



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2