JAKARTA-Mantan panitera pengganti Mahkamah Konstitusi (MK) Zainal Arifin Hoesein akhirnya melaporkan Bareskrim Polri kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Selain itu, tersangka kasus dugana pemalsuan surat putusan MK juga meminta perlindungan hukum kepada lembaga tersebut.
Menurut kuasa hukum Zainal, Andi M Asrun kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/8), pengaduan ini berkaitan dengan keluhan kliennya yang sebagai pelapor kasus pemalsuan tanda tangan, malah ditetapkan sebagai tersangka pemalusuan suratu MK tersebut.
“Aneh penetapan tersangka itu. Sebelumnya, klien saya mengadukan kasus pemalsuan surat itu ke Bareskrim Polri pada Februari 2010 atas perintah Ketua MK, Mahfud MD, tapi tiba-tiba kok ada panggilan sebagai tersangka. Baru kali ini dalam sejarah, korban dijadikan tersangka," ujar Andi.
Menurut dia, Zainal juga menjadi korban atas dugaan pemalsuan tanda tangan. Tanda tangan Zainal dipalsukan oleh mantan juru panggil MK, Masyhuri Hasan, sehingga keluarlah surat bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009.
Andi juga melaporkan kecurigananya terhadap penyidik yang memiliki konflik kepentingan alias tidak independen. Kecurigaan itu bermula dari munculnya salah seorang nama penyidik yang juga menjadi pihak pelapor.
"Bagaimana bisa terjadi seperti ini? Ada penyidik tapi dia sekaligus juga pihak pelapor Pak Zainal dalam kasus ini. Kan tidak independen ini. Ada kepentingan apa penyidik ini dengan Pak Zainal? Ini yang mau kami adukan ke Kompolnas siang ini," jelas Andi.
Andi menyebut nama Nur Said sebagai penyidik yang dinilai tidak independen dan memiliki konflik kepentingan dalam kasus ini. "Pertanyaan kami kan, apa kepentingan Pak Nur Said di sini? Ia pihak pelapor, tapi dia juga pihak penyidiknya. Bagaimana bisa begini?" gugat Andi.
Zainal telah melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangannya ke Mabes Polri, ketika kasus itu kembali mencuat. Namun, setelah berkoordinasi dengan penyidik, petugas piket menolak laporan dengan alasan kasus itu tengah diselidiki. Akhirnya Zainal diperiksa dan ditetapjan sebagai tersangka kasus tersebut.
Tebang Pilih
Sementara itu, anggota Panja Mafia Pemilu Abdul Malik Haramain mengatakan, penetapan Zainal Arifin sebagai tersangka kedua surat palsu MK merupajan sikap nyata dari Polri yang menerapkan pola tebang pilih. Padahal, masih ada orang yang lebih tepat untuk dijadikan tersangka.
"Penetapan Zainal sebagai tersangka tebang pilih. Ada orang lain yang lebih tepat untuk dijadikan tersangka. Tindakan polisi ini telah mengaburkan persoalan/konstruksi fakta yang sudah terbentuk," kata Abdul Malik.
Abdul Malik sepakat dengan kekecewaan MK terhadap kinerja polisi yang tidak langsung menetapkan aktor utamanya sebagai tersangka.
Dari informasi sementara yang didapatkan di Panja Mafia Pemilu, lanjut Abdul Malik, surat yang sempat dikonsep mantan panitera MK tersebut dibubuhi tanda tangan palsunya oleh juru panggil MK Masyhuri Hasan yang menjadi tersangka pertama ditetapkan Mabes Polri.
"Zainal Arifin sekaligus menjadi korban pemalsuan tandatangan. Mestinya polisi mengembangkan penyidikannya terkait siapa yang menggelapkan atau menyembunyikan surat dan siapa yang menggunakan surat atau dokumen palsu itu," tandasnya.
Politisi PKB tersebut mengharapkan Zainal bisa menjadi celah polisi untuk membongkar kasus pemalsuan suratnya dan menentukan pelaku utama pemalsuan surat tersebut. "Kalau polisi berhenti pada dua tersangka ini, kecurigaan bahwa polisi tidak independen dan ditekan oleh kekuatan politik tertentu adalah benar," ujarnya. (mic/bie)
|